- pembatasan waktu layar,
- pembatasan konten,
- pembatasan interaksi sosial digital,
- pembatasan berbagi informasi pribadi,
- pembatasan transaksi online,
- hingga pembatasan akses perangkat dan pengelolaan risiko psikologis.
KPAI Dukung Pemprov DKI Batasi Akses Medsos Anak di Jakarta

- Pemprov Jakarta akan batasi akses anak dan pelajar terhadap konten berbahaya di media sosial.
- KPAI mendukung langkah tersebut karena paparan media sosial sudah membahayakan anak-anak.
- Bentuk pembatasan termasuk waktu layar, konten, interaksi sosial digital, informasi pribadi, transaksi online, akses perangkat, dan risiko psikologis.
Jakarta, IDN Times – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyambut positif rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan menerbitkan regulasi khusus untuk membatasi akses anak dan pelajar terhadap konten berbahaya di media sosial.
Pemprov DKI menjadikan insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta Utara sebagai momentum untuk memperkuat perlindungan anak di ruang digital.
Komisioner KPAI yang membidangi subklaster anak korban pornografi dan kejahatan siber, Kawiyan, menegaskan dukungan penuh terhadap langkah tersebut.
"Faktanya memang, paparan media sosial dan konten-konten berbahaya di ruang digital sudah sangat membahayakan anak-anak. Anak yang terpapar konten negatif di media sosial, tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain, banyak banyak yang menjadi korban seperti yang terjadi di SMAN 72 Jakarta Utara," kata Kawiyan dalam keterangan yang diterima IDN Times, Selasa (25/11/2025).
1. Aturan tidak menyentuh ranah PSE

Kawiyan menekankan, pengawasan terhadap anak di ruang digital semakin mendesak. Ia menyinggung temuan Densus 88, yang sebelumnya mengungkap ada 110 anak terpapar paham radikal dan jaringan terorisme melalui media sosial.
Menurutnya, kondisi itu harus menjadi peringatan serius agar pengawasan dan pembatasan aktivitas digital anak diperketat.
Meski begitu, regulasi baru Pemprov DKI tidak akan menyasar penyelenggara sistem elektronik (PSE). Fokusnya adalah masyarakat, terutama siswa, guru, sekolah, dan orang tua.
"Karena yang memiliki otoritas mengatur PSE adalah Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan itu sudah ada regulasinya," ujar Kawiyan.
2. Pembatasan yang perlu diterapkan

Kawiyan merinci jenis pembatasan yang perlu dilakukan kepada anak saat mengakses media sosial.
Bentuk pembatasan itu meliputi:
Ia menegaskan, semua aspek tersebut harus masuk dalam desain regulasi agar perlindungan anak berjalan efektif.
3. Waspadai penggunaan AI yang bisa picu cyberbullying

Kawiyan juga mengingatkan kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) membawa peluang sekaligus risiko. Menurutnya, AI memang membuat anak lebih kreatif, tetapi dapat menjadi masalah jika dipakai untuk hal-hal yang melukai pihak lain.
"Hal lain yang juga sangat penting adalah edukasi digital tersebut harus dilakukan sejak dini sebelum anak memiliki ketergantungan atau kecanduan terhadap gadget dan media sosial," ujarnya.
Kawiyan menilai edukasi literasi digital sejak dini menjadi kunci agar anak tidak terjebak dalam perilaku negatif seperti cyberbullying, penyalahgunaan AI, hingga konsumsi konten berbahaya.


















