KPAI Minta Polisi Investigasi Penembakan Gas Air Mata di Rempang

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak polisi untuk bertanggung jawab atas insiden gas air mata yang melukai anak-anak di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Komisioner KPAI Aris Adi Leksono mengatakan, bentrokan yang berimbas pada anak tidak bisa dibenarkan.
"Kepolisian Republik Indonesia harus tanggung jawab soal ini, melakukan investigasi dan menindak oknum-oknum yang tentu menyalahi protap atas kegiatan penertiban atau keamanan yang dilakukan," kata dia dalam rekaman video yang diterima IDN Times, Sabtu (9/9/2023).
1. Perlu pertimbangan lingkungan di sekitar area pendidikan

Dia mengatakan, seharusnya Polda Kepulauan Riau dan polisi setempat bisa melakukan persiapan. Salah satunya dengan memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) atau Prosedur Tetap (Protap), dalam upaya melakukan penertiban dan pengamanan saat bentrok.
"Tentu mempertimbangkan lingkungan di mana di sana ada peserta didik, anak-anak yang sedang belajar dan seterusnya. Sehingga anak-anak yang ada di sekolah itu tidak menjadi korban," kata Aris.
2. Perlu pemulihan trauma pada anak-anak
Dalam berbagai rekaman video yang viral di media sosial, terekam puluhan anak di sekolah dasar sekitar area bentrok harus keluar kelas karena merasakan gas air mata. Tak sedikit siswa yang mengalami sesak napas dan dilarikan ke rumah sakit.
Bentrokan yang terjadi pada Kamis, 7 September 2023 ini, terjadi saat aparat memaksa masuk ke kampung adat untuk mengukur lahan, demi pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City.
Situasi ini, kata Aris, membuat anak-anak berpotensi alami trauma dan tidak bisa dibenarkan dalam perspektif perlindungan anak.
"Kepolisian dalam hal ini Polda Kepulauan Riau bertanggung jawab dan juga Pemda. Bagaimana kemudian memulihkan ini dari trauma, trauma dan oknum yang kemudian terlibat, yang kemudian menyalahi protap dalam penertiban atau dalam pengamanan," katanya.
3. Minta Pemda biayai pengobatan para korban

Kejadian ini, kata Aris, adalah bentuk kekerasan pada anak. Apalagi bentrokan pecah di sekitar satuan pendidikan dan tak bisa diminimalisir terjadi pada jam belajar anak.
Pemerintah Daerah, lanjut Aris, harus bertanggung jawab membayai pengobatan para korban anak.
"Tentu juga harus mendapatkan perhatian dari Pemda agar seluruh biaya pengobatan semuanya ditanggung oleh Pemda, dan tentu jika ada korban, kami mendapatkan informasi yang terkena air mata anak-anak ada di rumah sakit," katanya.