KPAI Terima 41 Kasus Anak Korban Pornografi dan Cyber Crime 2024

- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 41 kasus anak korban pornografi dan cyber crime selama 2024.
- Rendahnya tingkat literasi digital pada anak dan orangtua menjadi penyebab utama, meningkatkan kesalahan dalam penggunaan media sosial.
Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan pihaknya menerima laporan 41 kasus anak korban pornografi dan kejahatan dunia maya (cyber crime) selama 2024.
Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono, mengatakan, kasus yang paling sering dilaporkan adalah anak korban kejahatan seksual dan perundungan di dunia maya.
"Penyebab utama dari masalah ini adalah kesenjangan antara pesatnya perkembangan teknologi dan media sosial dengan rendahnya tingkat literasi digital pada anak-anak dan orangtua," kata dia, di Jakarta, Rabu (12/2/2025).
1. Bisa berakibat munculnya kejahatan lainnya pada anak-anak

Selain itu, kata Aris, hal ini mengakibatkan lemahnya pengawasan serta meningkatnya kesalahan dalam penggunaan media sosial.
Hal itu membuat munculnya kejahatan lainnya pada anak-anak.
2. Anak tak dibatasi dalam teknologi tapi dilindungi

Komisioner KPAI, Kawiyan, mengatakan, meskipun banyak kasus, tetapi anak-anak seharusnya tidak dibatasi dalam tumbuh kembang dan kreativitasnya. Termasuk dalam berkenalan dengan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI).
Menurut dia, penting adanya regulasi yang memadai dari negara untuk melindungi anak-anak dari potensi bahaya. Hal itu karena AI dinilai dapat mengeksploitasi anak, menjadikannya korban bahkan pelaku kejahatan.
"Karena AI seperti kita katakan, bisa dilakukan apa pun untuk mengelabui anak-anak. Bisa menjadikan anak sebagai korban dan bisa juga menjadikan anak sebagai pelaku," kata dia.
3. Ada 2.057 pengaduan perlindungan anak ke KPAI selama 2024

Pada 2024, KPAI menerima 2.057 pengaduan terkait perlindungan anak. Dari jumlah tersebut, 954 kasus telah ditindaklanjuti hingga tahap terminasi, sedangkan sisanya menerima layanan psikoedukasi dan rujukan.
Kasus terbanyak mencakup masalah lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif (1.097 kasus), kejahatan seksual (265 kasus), serta kekerasan fisik dan psikis (240 kasus).
Balita usia satu hingga lima tahun menjadi korban terbanyak, diikuti anak usia 15-17 tahun. Kasus juga melibatkan orangtua, sekolah, dan aparat penegak hukum. Banyak pengaduan terkendala akses keadilan di tingkat daerah dan provinsi.