Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KPK Sebut Broker di Kasus Petral Rugikan Negara Jutaan Dolar AS

Gedung KPK (IDN Times/Aryodamar)
Gedung KPK (IDN Times/Aryodamar)
Intinya sih...
  • Broker membuat harga lebih tinggi Broker tersebut seakan-akan menjadi perwakilan resmi dari Pertamina atau Petral dalam setiap transaksi trading minyak mentah. Hal itu membuat harga menjadi tinggi. "Jadi tetap bahkan harganya bisa lebih tinggi gitu, ya," ujarnya.
  • KPK libatkan lembaga antikorupsi negara lain KPK pun melibatkan lembaga antikorupsi negara lain. Hal itu dilakukan untuk melihat trading yang dilakukan Petral langsung dengan NOC negara tersebut atau tidak.
  • KPK usut dugaan korupsi Petral sejak 2025 Sebelumnya, KPK pada 3 November 2025, mengumumkan penyidikan dugaan korupsi dalam pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang min
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada Pertamina Energy Trading Limited (Petral) atau Pertamina Energy Service Pte. Ltd. (PES) mencapai jutaan Dolar Amerika Serikat. Hal itu diduga disebabkan oleh broker atau pihak ketiga.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan Petral sebagai perwakilan PT Pertamina seharusnya langsung mengimpor minyak mintah dari negara penghasil. Sehingga, harga yang dibayarkan menjadi lebih tinggi sebagai fee untuk broker tersebut.

"Jadi dari national oil company-nya Indonesia kemudian ke national oil company-nya si penghasil minyak, seperti ini. Nah, tetapi di dalam perjalannya, justru ini (broker) memperpanjang rantai distribusi," ujar Asep dikutip pada Jumat (21/11/2025).

1. Broker membuat harga lebih tinggi

Asep Guntur Rahayu Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu. (IDN Times/Aryodamar)

Broker tersebut seakan-akan menjadi perwakilan resmi dari Pertamina atau Petral dalam setiap transaksi trading minyak mentah. Hal itu membuat harga menjadi tinggi.

"Jadi tetap bahkan harganya bisa lebih tinggi gitu, ya," ujarnya.

2. KPK libatkan lembaga antikorupsi negara lain

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu (IDN Times/Aryodamar)
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu (IDN Times/Aryodamar)

KPK pun melibatkan lembaga antikorupsi negara lain. Hal itu dilakukan untuk melihat trading yang dilakukan Petral langsung dengan NOC negara tersebut atau tidak.

"Misalkan, tadi, ya, apakah langsung dengan Petronas atau tidak? Atau ternyata itu hanya, itu hanya dokumen saja. Apakah langsung, misalkan, dengan Arab misalkan dengan Aramco atau tidak. Nah seperti itu. Nah nanti kita akan kerja sama tentunya dengan beberapa, karena minyak itu tidak hanya dari negara-negara yang tadi disebutkan. Tentu juga dari negara-negara penghasil minyak ya," ujarnya.

3. KPK usut dugaan korupsi Petral sejak 2025

Gedung KPK (IDN Times/Aryodamar)
Gedung KPK (IDN Times/Aryodamar)

Sebelumnya, KPK pada 3 November 2025, mengumumkan penyidikan dugaan korupsi dalam pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang minyak oleh Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral) atau PT Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) tahun 2009-2015.

KPK mengatakan kasus tersebut bermula dari pengembangan dua perkara yang mulai dilakukan pada Oktober 2025.

Pertama, perkara dugaan suap terkait pengadaan katalis di PT Pertamina (Persero) tahun anggaran 2012–2014 yang melibatkan salah satu tersangkanya, yakni Chrisna Damayanto selaku mantan Direktur Pengolahan Pertamina yang merangkap komisaaris.

Kedua, pengembangan perkara dugaan suap terkait perdagangan minyak dan produk jadi kilang minyak tahun 2012-2014, dengan tersangka Bambang Irianto selaku Managing Director PT PES periode 2009-2013 yang sempat menjabat sebagai Direktur Utama Petral sebelum diganti pada 2015.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us

Latest in News

See More

Pramono Bentuk Satgas Jaga Jakarta Hadapi Ancaman Sampai Radikalisme

21 Nov 2025, 15:44 WIBNews