KPK Tahan Eks Petinggi Adhi Karya Terkait Korupsi Proyek Kampus IPDN

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan eks Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya tahun 2011, Dono Purwoko. Dono merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan dan proyek pembangunan kampus IPDN di Sulawesi Utara pada Kementerian Dalam Negeri tahun 2011.
“Untuk kepentingan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka DP (Dono Purwoko) selama 20 hari pertama,” ujar Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (10/11/2021).
1. KPK menetapkan eks direktur operasi pada PT Waskita Karya sebagai tersangka

Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan mantan direktur operasi pada PT Waskita Karya, Adi Wibowo, sebagai tersangka. Selain itu, KPK juga menyematkan status tersangka kepada pejabat Kementerian Dalam Negeri, Dudy Jocom.
“Penetapan tersangka ini hasil pengembangan kasus korupsi pembangunan gedung IPDN di Kabupaten Agam, Sumatara Barat, dan Rokan Hilir, Riau,” ujarnya.
2. Ada kesepakatan pembagian pekerjaan sebelum lelang

Karyoto menjelaskan Dono, Adi dan Dudy diduga memperkaya diri atau orang lain atau korporasi terkait pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan gedung kampus IPDN di Minahasa, Sulawesi Utara, dan Gowa, Sulawesi Selatan.
Pada 2010, Dudy melalui kenalannya diduga menghubungi beberapa kontraktor, kemudian memberitahukan akan ada proyek pembangunan kampus IPDN.
Sebelum lelang, diduga telah disepakati pembagian pekerjaan, yaitu PT Waskita Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Selatan dan PT Adhi Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Utara.
3. Para tersangka meminta fee tujuh persen

Pemenang lelang ditetapkan pada September 2011, kemudian Dudy dan kontraktor menandatangani kontrak proyek. Dudy dan kawan-kawan diduga meminta fee sebesar tujuh persen.
Meski pekerjaan belum selesai, pada Desember 2011, Dudy diduga meminta pembuatan berita acara serah terima pekerjaan 100 persen untuk dua proyek IPDN tersebut. Hal itu agar dana dapat dibayarkan.
Dari kedua proyek tersebut, diduga negara mengalami kerugian total Rp 21 miliar yang dihitung dari kekurangan volume pekerjaan pada kedua proyek. Atas perbuatannya, ia disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.