Marak Jual Beli Video Gay Anak, KemenPPPA: Bukan Hal Baru

Ada temuan transkasi Rp114 miliar terkait pornografi anak

Jakarta, IDN Times - Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Nahar, mengatakan maraknya penjualan video gay anak atau VGK di media sosial bukanlah hal baru.

"VKG di masyarakat lebih dikenal dengan pornografi online anak. Masalah ini muncul sebagai akibat dari dinamisnya perkembangan teknologi yang tidak diimbangi dengan pengawasan yang baik saat anak menjadi pengguna internet," ujar dia kepada IDN Times, Jumat (29/7/2023) malam.

1. Bisa berkembang jadi prostitusi online

Marak Jual Beli Video Gay Anak, KemenPPPA: Bukan Hal BaruNahar sebagai Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA (dok. Kemen PPPA)

Dia mengatakan Kemen PPPA sampai saat ini masih belum menerima aduan langsung tentang peredaran dan jual beli VGK. Nahar juga mengatakan jika kekerasan berbasis online pada anak dapat berkembang menjadi prostitusi online.

"Kekerasan berbasis online ini dapat berkembang menjadi prostitusi online jika tidak diselesaikan secara tuntas," ujarnya.

Baca Juga: Polisi Bakal Tindak Pelaku Jual Beli Video Gay Anak

2. PPATK temukan transaksi Rp114 miliar terkait pornografi anak pada 2022

Marak Jual Beli Video Gay Anak, KemenPPPA: Bukan Hal BaruIlustrasi uang (IDN Times/Dok. Zainul Arifin)

Melansir dari ANTARA, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pernah mengungkapkan adanya perdagangan video porno dan seksual anak. Angka penjualan konten porno anak mencapai Rp114,26 miliar selama 2022.

PPATK juga menemukan pelaku kasus pornografi anak memakai dompet digital untuk bertransaksi. Salah satunya seperti Gopay, OVO dan Dana. Fitur ini digunakan untuk tampung pembayaran dari para pembeli konten pornografi anak.

3. Diaturnya kekerasan seksual berbasis elektronik di UU TPKS.

Marak Jual Beli Video Gay Anak, KemenPPPA: Bukan Hal Baruilustrasi undang-undang (IDN Times/Aditya Pratama)

Nahar menjelaskan Kemen PPPA bersama berbagai mitranya, seperti kementerian dan lembaga, pemerintah daera, hingga masyarakat bersinergi untuk melakukan upaya pencegahan. Hal ini dilakukan agar anak tidak jadi korban kekerasan seksual berbasis online.

Mulai adalah meratifikasi Protokol Opsional tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak melalui Undang-Undang No.10 Tahun 2012. Memastikan isu kekerasan berbasis online masuk pada regulasi. Hal ini dibuktikan dengan diaturnya kerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) di UU TPKS.

Pihaknya juga menggarap Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring dan sediakan layanan hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 untuk aduan kekerasan dan kekerasan seksual.

Baca Juga: Pemain Republik Ceko Jakub Jankto Mengaku Seorang Gay

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya