Mahfud Ungkap Lima Opsi Pemilu Nasional dan Lokal Dipisah

- Masa jabatan DPRD dan kepala daerah diperpanjang hingga 2031 tanpa pemilu
- Diangkat Pj kepala daerah dan digelar Pileg sela untuk DPRD hingga 2031
- Masa jabatan kepala daerah dan DPRD diperpanjang, atau pilkada dipilih melalui DPRD
Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengungkap lima alternatif mengenai Revisi UU Pemilu untuk mengakomodir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 Tahun 2024 yang memerintahkan agar pemilu nasional dan lokal/daerah dipisah.
Hal tersebut disampaikan Mahfud dalam acara diskusi dengan tema membahas soal Putusan MK 135/2024 di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
1. Masa jabatan DPRD dan kepala daerah diperpanjang melalui sebuah UU

Alternatif pertama yang bisa dilakukan ialah dengan memperpanjang masa jabatan DPRD dan kepala daerah tanpa menyelenggarakan pemilu. Artinya, kepala daerah dan DPRD periode 2024 akan diperpanjang hingga 2031. Sehingga jabatan mereka dari yang semula lima tahun, menjadi tujuh tahun.
Namun menurut Mahfud, perpanjangan jabatan itu harus diatur melalui undang-undang.
"Jabatan DPRD dan kepala daerah diperpanjang dengan sebuah undang-undang. Tanpa Pemilu. Apa boleh? Boleh. Karena ketentuan mengenai pemilu, perpanjangannya, penundaannya, dan sebagainya itu diatur dengan undang-undang. Misalnya sekarang buat undang-undang, masa transisi anggota DPRD dan kepala daerah semuanya diperpanjang," kata dia.
Ia tak memungkiri, opsi ini berpotensi menimbulkan kegaduhan. Khususnya bagi mereka yang sudah mempersiapkan diri maju di pilkada ataupun pileg.
"Tapi itu kan bisa ribut, 'lho saya sudah mau calon', ada calon yang sudah ingin ganti, ada yang sudah ingin menjadi kepala daerah, ingin menjadi DPRD, dan sebagainya. Itu ramai," ungkapnya.
2. Diangkat Pj kepala daerah dan digelar Pileg sela untuk DPRD

Alternatif kedua, pemerintah bisa mengangkat penjabat (Pj) kepala daerah sambil menunggu gelaran pilkada pada 2031. Sementara untuk posisi DPRD provinsi dan kabupaten/kota perlu diselenggarakan pemilu sela yakni menyelenggarakan pileg di luar jadwal resmi.
Sehingga pileg tetap diselanggarakan pada 2029, namun jabatannya hanya sampai 2031. Kemudian di 2031 digelar kembali Pileg DPRD.
"Kedua, kepala daerahnya sesuai dengan aturan sekarang diangkatnya cuma menjadi penjabat. Tapi DPRD-nya melalui pemilu sela. Pemilu sela itu pemilu di luar jadwal resmi. Jadi pemilu sela untuk dua tahun, atau dua setengah tahun. Masa jabatannya sampai 2031, setelah itu ada lagi pileg serentak bersama dengan kepala daerahnya," ujar dia.
3. Masa jabatan kepala daerah dan DPRD diperpanjang

Usulan alternatif ketiga, kepala daerah selesai masa jabatannya di tahun 2029. Kemudian dilanjutkan oleh Pj dan jabatan DPRD diperpanjang. Namun Mahfud tak memungkiri mekanisme ini bisa menimbulkan kegaduhan.
"Bisa juga ketiga, kepala daerahnya yang diperpanjang dengan penjabat. DPRD diperpanjang dengan undang-undang tanpa pemilu sela. Tapi ini juga akan ribut," tuturnya.
Alternatif keempat, pilkada dan pileg tetap digelar 2029. Namun dilaksanakan kembali pilkada dan pileg sela pada 2031.
"Lalu yang keempat, pemilu sela untuk DPRD dan kepala daerah sekaligus untuk periode peralihan," tuturnya.
Usulan terakhir yang paling ekstrem, pilkada tidak langsung, yakni dipilih melalui DPRD. Namun, Mahfud tidak menganjurkan alternatif ini
"Ada yang ekstrem. Kelima. Yang ekstrem itu kembali ke Pilkada oleh DPRD, karena itu dimungkinkan. Kenapa saya katakan bisa kembali ke DPRD? Pemilu itu ada dua rezim. Satu rezim pasal 22D UUD bahwa pemilu itu hanya untuk DPR, DPD, presiden, wakil presiden dan DPRD. Itu yang disebut Pemilu menurut pasal tentang Pemilu. Pilkada enggak masuk di situ," tutur Mahfud.
"Terus rezim pasal 18 UUD itu tentang Pilkada. Yang pasalnya dibedakan dengan pemilu, sehingga mereka memutuskan Pilkada itu boleh langsung, boleh lewat DPRD, boleh tidak langsung. Tapi oleh karena pemerintah dan DPR memilih langsung, maka kembali ke rezim sana tadi," imbuh dia.
Adapun, MK mengabulkan sebagian permohonan perkara 135/2024 terkait uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). MK menginstruksikan agar pemilu tingkat nasional dan daerah/lokal dipisah, dengan jeda paling cepat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan. Pemilu nasional itu meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPD RI. Sementara, pemilu daerah meliputi pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, wali kota-wakil wali kota, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota.
Dengan demikian, pemilu daerah baru diselenggarakan 2 tahun atau 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan presiden-wakil presiden, DPR RI, dan DPD RI. Dampak Putusan MK inilah yang menuai kontroversi, karena memungkinkan adanya kekosongan jabatan bagi kepala daerah, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Hingga saat ini, DPR dan pemerintah belum merevisi UU Pemilu, sehingga bagaimana mekanisme mengisi kekosongan jabatan di daerah tersebut belum ditentukan.