Mega Korupsi di Pertamina, DPR Minta Menteri BUMN Tanggung Jawab

- Asep Wahyuwijaya mendorong pertanggungjawaban Menteri BUMN, Erick Thohir terkait kasus korupsi PT Pertamina Patra Niaga yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
- Komisi VI DPR RI Fraksi Partai NasDem menekankan perlunya Kejagung menuntaskan kasus korupsi di Pertamina hingga ke akar-akarnya karena merugikan negara dan rakyat luas.
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai NasDem, Asep Wahyuwijaya, mendorong adanya pertanggungjawaban dari Menteri BUMN, Erick Thohir terkait kasus korupsi PT Pertamina Patra Niaga yang ditaksir merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
“Soal apakah hal itu akhirnya melibatkan Kementerian BUMN atau tidak, kita serahkan sepenuhnya hal tersebut di ranah pro justisia oleh Kejagung,” kata Asep, Rabu (5/3/2025).
1. Minta Kejagung bersih-bersih korupsi di Pertamina

Asep menekankan agar Kejagung menuntaskan kasus korupsi di Pertamina hingga ke akar-akarnya. Dia mengatakan, korupsi di Pertamina merugikan negara hingga rakyat luas.
Ia mengatakan, kejahatan korupsi di Pertamina merupakan bentuk kejahatan yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis.
“Karena modus operandi kejahatan luar biasa yang dilakukan para pejabat Pertamina ini merugikan negara dan rakyat secara sekaligus. Membobol subsidi dan menipu rakyat,” kata dia.
2. Mafia migas di Pertamina harus dibersihkan

Asep menekankan, pengungkapan mega korupsi di Pertamina oleh Kejagung juga harus dilakukan secara fundamental. Hal ini, kata Asep, perlu dilakukan untuk mendorong pembersihan mafia migas di Pertamina.
“Menciptakan keadaan baru yang jauh lebih proper bagi Pertamina agar ke depannya Pertamina bisa betul-betul memberikan sumbangsih untuk negara dan menguntungkan rakyat Indonesia. Kepercayaan publik harus dikembalikan,” kata Asep.
3. Kejagung prediksi kerugian negara capai Rp193 T

Sementara, Kejagung mengungkapkan, kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang PT Pertamina (Persero) mencapai Rp193,7 triliun selama satu tahun atau selama 2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar. Angka tersebut masih bersifat sementara dan kemungkinan bisa lebih besar, tergantung pada perhitungan akhir dari para ahli keuangan.
"Nah, di beberapa media kita sampaikan bahwa yang dihitung sementara, kemarin yang sudah disampaikan di rilis, itu Rp193,7 triliun. Itu tahun 2023,” ujar Harli, Rabu (26/2/2025).
Kerugian ini dihitung berdasarkan lima komponen utama yang sebelumnya telah dipaparkan. Namun, perlu dilakukan pengecekan lebih lanjut untuk memastikan apakah modus yang sama juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, seperti 2018, 2019, dan seterusnya.
"Misalnya, apakah setiap komponen itu pada 2023, juga berlangsung pada 2018, 2019, 2020, dan seterusnya. Kan ini juga harus dilakukan pengecekan. Misalnya, apakah kompensasi itu berlaku setiap tahun? Apakah subsidi misalnya tetap nilainya setiap tahun? Nah, itu barangkali pertimbangannya. Nah, apakah ahli nanti bisa men-trace ke 2018? Nah, itu,” kata Harli.