Menata Transportasi Massal di Jakarta, Akankah Seperti Tokyo?

Tokyo, IDN Times - Pengembangan transportasi massal telah menjadi elemen penting untuk membangun keberlanjutan kawasan perkotaan dan mobilitas bagi penduduknya. Kemacetan lalu lintas, tingkat polusi udara yang tinggi, dan kebutuhan konektivitas antarwilayah telah mendorong banyak kota di dunia, termasuk Jakarta untuk mengubah paradigma pembangunannya.
Atase Perhubungan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo Ikhsandy Wanto Hatta menuturkan, Jepang telah lama menjadi panutan bagi banyak negara di Asia termasuk Indonesia, untuk mengembangkan layanan transportasi massal berbasis rel.
Dia mengatakan, Jepang telah memiliki sistem kereta api yang mencakup seluruh wilayah negara dan menyediakan jaringan transportasi yang sangat luas. Salah satu karakteristik paling mencolok di negara ini, kata dia, adalah sistem kereta api yang dibangun secara terintegrasi.
“Ini mencerminkan budaya masyarakat Jepang yang cenderung mengutamakan transportasi umum, yang pada gilirannya membantu mengurangi kemacetan lalu lintas di kota-kota besar,” kata Ikhsandy saat ditemui di Shinjuku, Tokyo, Jumat (16/11/2023) lalu.
1. Sistem transportasi di Tokyo sudah terintegrasi satu sama lain

Layanan kereta api di Tokyo salah satunya dikelola oleh Japan Railways (JR) East, yang bernaung di bawah Japan Railways Group. Di luar JR East terdapat juga perusahaan swasta lain yang juga mengoperasikan layanan kereta.
Kendati ada sejumlah layanan kereta api, semua layanan tersebut sudah terbangun secara terintegrasi baik secara fisik maupun sistem pembayarannya.
Selain terintegrasi, sejumlah stasiun di Tokyo telah dibangun dengan menggunakan prinsip Transit Oriented Development (TOD).
Konsep TOD merupakan pengembangan kawasan yang mengintegrasikan penggunaan lahan dan transportasi di sekitar pusat transportasi.
Pengembangan TOD di Tokyo telah berhasil menciptakan kawasan dengan konektivitas yang tanpa batas, dari satu tempat menuju tempat lainnya (seemless conectivity).
Manfaat lainnya, pengembangan TOD dapat merevitalisasi kawasan perkotaan, meregenerasi kawasan pinggiran kota, mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.
2. Jepang kembangkan TOD berdasarkan karakter wilayah

Pengembangan TOD di Jepang dibagi ke dalam dua tipe, yaitu TOD di pusat kota dan TOD yang ada di kawasan penyangga (sub-urban). Adapun pembangunannya juga telah disesuaikan berdasarkan karakteristik masing-masing wilayah.
Melalui kelas Media Fellowsip Program (MFP) 2023, IDN Times berkesempatan mengunjungi sejumlah pembangunan TOD, salah satunya kota mandiri bernama Minami-Machida Grandberry Park di selatan Kota Tokyo, Jepang.
Minami-Machida Grandberry Park merupakan bagian dari kota aglomerasi Tokyo, yang dapat ditempuh selama 30 menit dari pusat kota Shibuya dengan menggunakan kereta api.
Kota ini menggabungkan fungsi kawasan dan langsung terhubung dengan stasiun kereta api. Di dalam satu kawasan ini sudah terdapat area lahan terbuka hijau, pusat perbelanjaan, dan area pemukiman warga.
Senior Manajer Tokyu Corporation, Noraki Nakayama menjelaskan, Minami-Machida Grandberry Park merupakan proyek kerja sama antara Pemkot Machida dan Tokyu Corporation sejak tahun 2016 silam.
Nakayama menjelaskan, pengembangan kawasan ini bertujuan untuk menciptakan pusat kehidupan baru bagi masyarakat perkotaan di wilayah aglomerasi Tokyo.
Menurut dia, setelah pandemik COVID-19, pemulihan ekonomi di kawasan ini tumbuh cukup cepat dibandingkan Shnjuku dan Shibuya yang ada di pusat Tokyo.
“Setelah pandemik COVID-19, pemulihan kawasan ini lebih cepat dibandingkan dengan Ginza, Shinjuku, dan Shibuya,” kata dia.
3. TOD di kawasan lahan reklamasi

Selain Minami-Machida Grandberry Park, TOD lain yang berkembang begitu pesat di daerah aglomerasi Tokyo adalah TOD Minato Mirai 21 di Yokohama. Minato Mirai 21 merupakan kota modern yang dikembangkan oleh pemerintah Jepang melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Urban Renaisance Agency.
Kota modern Minato Mirai 21 berada di pesisir laut Yokohama dengan luas lahan mencapai 186 hektare. Sebanyak 76 hektare lahan lainnya merupakan kawasan reklamasi.
Director of Business Promotion Urban Renaisance Agency Kano Junkichi menuturkan, proyek Minato Mirai 21 termasuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui sistem pembiayaan kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Pemerintah Jepang membangun sejumlah proyek perumahan. Bahkan sebanyak 1,5 juta unit rumah dibangun di kawasan reklamasi tersebut.
Kemudian terdapat 4,1 kilometer rel kereta yang melintang di kawasan pesisir Yokohama. Menariknya, Stasiun Minato Mirai 21 dibangun di bawah kawasan pusat perbelanjaan Queen Mal.
Dengan begitu, masyarakat setempat maupun wisatawan dengan sangat mudah menjangkau sejumlah fasilitas publik seperti sekolah, gelanggang olahraga dan tempat-tempat hiburan.
Secara keseluruhan, Minato Mirai 21 dulunya merupakan kawasan pelabuhan, namun sekarang telah menjadi kawasan tepi laut bergaya futuristik dengan gedung-gedung pencakar langit.
"Proyek kereta api baru serta pengembangan kota telah dilakukan bersama-sama sebagai TOD,” ujarnya.
“Jalur Minato Mirai dioperasikan langsung ke jalur Tokyu dari stasiun terminal Yokohama," kata dia lagi.
4. Tantangan pengembangan TOD di Jakarta

Kepala Divisi TOD PT MRT Jakarta (perseroda) Gunawan Supriyadi menjelaskan, secara aturan regulasi yang dimiliki oleh MRT untuk mengembangkan kawasan TOD di Jakarta telah mengikuti standar yang dijalankan di Jepang. Dia mengatakan, MRT Jakarta telah mendapatkan mandat dari Pemprov DKI Jakarta untuk mengembangkan TOD.
“Ketika bicara TOD kita sudah legal, kita sudah punya kedudukan hukum di enam kawasan yaitu Lebak Bulus, Fatmawati, Blok M ASEAN, Istora Senayan Mandiri, Dukuh Atas, dan Bundaran HI,” ujar dia.
Kendati demikian, Gunawan mengakui, untuk mengembangkan TOD di sejumlah stasiun MRT di Jakarta memang tidak mudah, sebagaimana yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan kereta api di Jepang. Pihaknya, saat ini masih menghadapi sejumlah kendala, salah satu yang terbesar yakni masalah kepemilikan lahan.
"Salah satu kendala yang dihadapi selain regulasi adalah MRTJ tidak memiliki lahan sendiri. Kendala lainnya adalah biaya investasi," kata dia.