MK: Anwar Usman Tetap Adili Sengketa Pileg yang Libatkan Pengacaranya

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) sepakat Anwar Usman dibolehkan ikut mengadili dan memutus sengketa Pemilu Legislatif 2024. Padahal, adik ipar Presiden Joko "Jokowi" Widodo itu sedang dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Anwar dilaporkan oleh advokat bernama Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak pada 13 Mei 2024 lalu, lantaran menggunakan pengacara yang disewa oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggugat putusan MKMK di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Nama pengacara yang disewa oleh Anwar untuk membelanya di PTUN bernama Muhammad Rullyandi. Putusan tersebut diambil dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
"Yang Mulia Anwar Usman tetap mengadili perkara PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum) Pileg di luar PSI (Partai Solidaritas Indonesia). Terkait Rullyandi tidak menyebabkan Anwar Usman tak mengadili," ujar Juru Bicara MK, Enny Nurbaningsih, di dalam keterangan tertulis, Senin (20/5/2024).
Apa alasan MK tetap membolehkan Anwar Usman ikut mengadili? Sebab, pengacara yang mewakili kepentingan KPU hadir di sidang panel yang dipimpin oleh Anwar Usman.
1. MK beralasan tak ada pihak yang keberatan dengan posisi Rully

Lebih lanjut, Enny beralasan, di dalam ruang sidang panel tidak ada satu pun pihak yang keberatan saat tahu Rully yang mewakili kepentingan KPU ternyata juga disewa Anwar di PTUN. "Tidak ada pihak yang menyatakan keberatan terkait hal tersebut," kata dia.
Sementara, menurut peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Ihsan Maulana, situasi saat ini semakin mencederai kepercayaan publik terhadap independensi MK ketika memutus perkara PHPU Pileg.
Setidaknya, ada dua perkara yang menempatkan Rullyandi sebagai kuasa hukum KPU menghadapi sengketa Pileg 2024 di MK. Perkara pertama berkaitan dengan perselisihan hasil Pileg DPRD Sumatra Selatan yang dimohonkan Sugondo, caleg Partai Golkar. Pada perkara ini, Anwar Usman bahkan merupakan hakim panel yang menangani langsung sengketa itu.
Perkara kedua berkaitan dengan perselisihan hasil Pileg DPRD Kabupaten Bekasi yang juga dimohonkan caleg Partai Golkar, Sarim Saefudin. Pada perkara ini, bertindak sebagai hakim panel yakni Suhartoyo, Daniel Yusmic, dan Guntur Hamzah.
Tetapi, meski tidak bertindak di dalam sidang panel, setiap gugatan sengketa akan diadili dan diputus oleh seluruh hakim konstitusi, termasuk Anwar.
2. MKMK diminta memecat Anwar Usman sebagai hakim konstitusi

Anwar sebelumnya dijatuhi sanksi teguran tertulis oleh MKMK pada akhir Maret 2024. Putusan itu tertuang dalam dokumen putusan MKMK Nomor 01/MKMK/L/03/2024. Penyebabnya, paman Gibra Rakabuming Raka itu dianggap melanggar kode etik, lantaran menggelar jumpa pers untuk menanggapi putusan MKMK yang memberhentikan dirinya dari posisi sebagai Ketua MK.
Anwar tidak dipecat sebagai hakim konstitusi lantaran khawatir bisa mengajukan banding. Di sisi lain, perbuatan Anwar yang menggugat putusan MKMK ke PTUN juga dianggap tidak pantas.
Zico sebagai pelapor menilai setelah dijatuhi sanksi teguran tertulis, Anwar bisa bersikap lebih mawas diri, melakukan instrospeksi diri untk berubah dan menunjukkan sikap kenegarawanan.
"Tetapi, pada kenyataannya Anwar tidak berubah. Ia malah kembali melakukan tindakan yang dipertanyakan kepantasan dan kesopanannya dengan meminta seorang pengacara yang sedang jadi pihak dalam sengketa yang diadilinya untuk menjadi ahli di perkaranya sendiri," tutur dia.
Atas dasar itu, Zico meminta MKMK menjatuhkan sanksi terberat bagi Anwar, yakni pemecatan. "Apabila laporan ini terbukti benar adanya, pelapor memohon agar dijatuhkan sanksi terberat," katanya.
3. Anwar Usman gugat ke PTUN karena tak terima dicopot dari posisi Ketua MK

Sebelumnya, Anwar mengajukan gugatan ke PTUN karena tidak terima dengan putusan MKMK yang mengangkat Suhartoyo sebagai Ketua MK. Gugatan Anwar ke PTUN tercatat dengan nomor perkara 604/G/2023/PTUN.JKT.
Di dalam gugatannya tersebut, Anwar meminta kepada PTUN agar memerintahkan Ketua MK saat ini, Suhartoyo untuk mencabut keputusan MK yang menetapkannya sebagai ketua.
"Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028," demikian isi petitum nomor 1 dalam pokok perkara gugatan Anwar, seperti yang tercantum dalam situs resmi PTUN Jakarta.
Petitum kedua, Anwar meminta PTUN Jakarta mewajibkan Ketua MK saat ini, Suhartoyo, mencabut Keputusan MK di atas. Ia juga meminta Ketua MK merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukannya sebagai Ketua MK serta membayar biaya perkara ini.