Legislator PKB Ingatkan Dampak Buruk Pembukaan Lahan Sawit di Papua

- Ingatkan risiko bencana ekologis yang lebih besarDaniel menekankan pentingnya mempertimbangkan kontur tanah di Papua agar tidak memicu bencana seperti banjir dan tanah longsor.
- Pemerintah sebaiknya maksimalkan lahan eksistingPemerintah seharusnya memaksimalkan 16 hektare lahan yang sudah ada untuk produksi sawit, serta memanfaatkan lahan-lahan bermasalah di daerah yang telah diambil alih negara.
- Prabowo dorong penanaman sawit di PapuaPresiden Prabowo Subianto mendorong penanaman kelapa sawit, tebu, dan singkong di Papua sebagai bagian dari strategi swasembada energi untuk menghemat anggaran negara.
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, menyoroti rencana pemerintah yang ingin membuka lahan baru untuk konsesi sawit di Papua. Ia pun mengingatkan dampak kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan.
Daniel mengatakan, pengalaman pahit di berbagai daerah, termasuk di Sumatra, bahwa alih fungsi hutan untuk sawit dan tambang telah memicu banjir, banjir bandang, dan krisis ekologis lainnya. Pengalaman pahit ini harus menjadi pelajaran serius bagi pemerintah.
Karena itu, ia menekankan, pembukaan lahan baru untuk konsesi sawit di Papua harus dilakukan dengan penuh hati-hati. Di samping itu, harus ada kajian lingkungan yang ketat, tata ruang yang jelas dan perlindungan masyarakat adat.
"Kemandirian energi tidak boleh dibayar dengan kerusakan lingkungan permanen dan penderitaan rakyat Papua di masa depan," kata Daniel kepada wartawan, Jumat (19/12/2025).
1. Ingatkan risiko bencana ekologis yang lebih besar

Daniel menambahkan, pembukaan lahan baru untuk sawit harus mempertimbangkan kontour tanah di Papua. Jangan sampai, kata dia ada pembukaan hutan baru apalagi di daerah pegunungan hingga Daerah Aliran Sungai (DAS).
Ia mengingatkan, apabila pemerintah tidak bisa mengontrol dengan ketat, maka akan memicu potensi bencana seperti banjir dan tanah longsor. Namun, ia tidak mempermasalahkan, penanaman sawit tersebut dilakukan di lahan eksisting.
"Bahwa tidak boleh ada pembukaan hutan baru untuk lahan sawit. Papua bukan sekadar ruang kosong untuk ekspansi komoditas, melainkan benteng ekologi terakhir Indonesia dengan fungsi hidrologis yang sangat vital," kata Ketua DPP PKB itu.
Daniel menekankan, bila pembukaan hutan dilakukan tanpa kehati-hatian, perlindungan hutan dan wilayah adat, risiko bencana ekologis yang kini terjadi di Sumatera, Aceh berpotensi terulang, bahkan dengan dampak yang lebih besar.
2. Pemerintah sebaiknya maksimalkan lahan eksisting

Daniel mengatakan, pemerintah seharusnya cukup memaksimalkan 16 hektare lahan yang sudah ada untuk memaksimalkan energi dari sawit.
Selain itu, dia menilai, pemerintah juga bisa memaksimalkan lahan-lahan bermasalah di daerah yang telah diambil alih negara.
"Ini yang harus dimaksimalkan produksinya sehingga tidak ada lagi membuka hutan/lahan untuk perkebunan sawit," kata Daniel.
3. Prabowo dorong penanaman sawit di Papua

Presiden Prabowo Subianto mendorong penanaman kelapa sawit, tebu, dan singkong di Papua, sebagai bagian dari strategi swasembada energi. Ia menargetkan, seluruh daerah bisa mandiri melalui pemanfaatan sumber daya lokal untuk produksi bahan bakar dan energi dalam lima tahun ke depan.
"Kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM dari kelapa sawit. Juga tebu menghasilkan etanol. Singkong, kasava juga untuk menghasilkan etanol," kata Prabowo.
Prabowo menyatakan, kebijakan swasembada energi berpotensi menghemat anggaran negara hingga ratusan triliun rupiah setiap tahun. Selama ini, pemerintah masih mengeluarkan dana besar untuk subsidi dan impor BBM dari luar negeri.
"Kalau kita bisa tanam kelapa sawit, tanam singkong, tanam tebu, pakai tenaga surya dan tenaga air, bayangkan berapa ratus triliun kita bisa hemat tiap tahun," tutur Prabowo.



















