Naming Rights Sumbang 40 Persen Pendapatan Non-Tiket MRT Jakarta

- Iklan penting untuk keberlangsungan transportasi umum
- Naming rights sumbang 30-40 persen pendapatan non-farebox MRT Jakarta
- Perusahaan dapat tanamkan citra prestisius melalui kerja sama naming right
Jakarta, IDN Times – Naming rights terbukti menjadi salah satu sumber pendapatan signifikan bagi PT MRT Jakarta (Perseroda) di luar tiket atau farebox. Direktur Pengembangan Bisnis PT MRT Jakarta, Farchad Mahfud, mengungkapkan kontribusi naming rights mencapai hingga 40 persen dari total pendapatan non-farebox MRT Jakarta.
"Kalau dibilang naming right, kontribusinya signifikan gak ya? Cukup signifikan ya, naming right ini sebenarnya masuk kategori bisnis advertisement. Secara bisnis advertisement, secara suruhannya yang paling-paling signifikan dikontributing," ucap Direktur Pengembangan Bisnis MRT Jakarta, Farchad H. Mahfud, dalam MRT Jakarta Fellowship Program di Transport Hub, Jakarta, Kamis (7/8/2025).
1. Advertising penopang keberlangsungan transportasi umum

Farchad menekankan publik perlu memahami pentingnya sektor iklan sebagai penopang keberlangsungan transportasi publik.
"Jadi kalau concern dengan pengembangan public transport, maka concern-lah dengan industri advertisement. Dia harus sehat, dia harus dibaguskan, dia harus dihidupkan," lanjutnya.
2. Sumbang sampai 40 persen

Meski tidak membeberkan angka pasti secara keseluruhan, Farchad menyampaikan, kontribusi naming rights secara non-farebox berkisar antara 30 hingga 40 persen.
"Kalau dalam konteks, saya gak melihat secara keseluruhan. Tapi secara non-fairbox, saya kasih range yang ada 30-40 itu ada di situ. Tapi prinsipnya sih, dia sangat signifikan," ujarnya.
3. Tanamkan citra publik yang prestisius

Farchad menjelaskan melalui kerja sama naming right, sebuah perusahaan dapat menanamkan citranya di infrastruktur publik yang prestisius, tanpa perlu membangun atau memiliki fisik dari infrastruktur tersebut. Ia menyebut model ini menghadirkan persepsi kepemilikan yang kuat bagi brand.
“Nah ini, naming right ini, sebetulnya bisnis bilang begini ya, kalau gak mau naming infrastruktur yang begitu mahal, tapi seperti memiliki. Iya kan? Ya, bisnis naming right inilah,” lanjutnya.
Farchad mencontohkan beberapa stasiun MRT Jakarta yang saat ini telah menyandang nama perusahaan, seperti Stasiun Dukuh Atas BNI dan Stasiun Setiabudi Astra.
“Stasiun di Dukuh Atas BNI gitu ya. Seperti punya BNI, tapi sebenarnya bukan BNI yang bangun. Iya kan? Terus Setiabudi Astra, seperti punya Astra, tapi bukan Astra yang bangun.” ujarnya.