Jelang Konferensi PBB, Inggris, Australia, dan Kanada Akui Palestina

- Inggris, Australia, dan Kanada akui Palestina sebagai negara merdeka menjelang Konferensi PBB
- Australia dan Kanada ikuti jejak Inggris dalam mengakui Palestina sebagai langkah menuju perdamaian
- Israel kecam pengakuan Palestina, sementara PBB bersiap gelar konferensi dua negara untuk mendorong solusi perdamaian
New York, IDN Times – Inggris, Australia, dan Kanada, resmi mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Langkah bersejarah ini diumumkan hanya beberapa hari sebelum pekan tingkat tinggi Sidang Majelis Umum PBB (UNGA) ke-80 dimulai di New York pada Selasa (23/9/2025).
Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, memastikan pihaknya kini secara resmi mengakui Palestina.
"Kami harus menyalurkan upaya bersama, bersatu dalam harapan, demi masa depan damai yang kita inginkan, pembebasan sandera, diakhirinya kekerasan, diakhirinya penderitaan, dan kembali pada solusi dua negara sebagai harapan terbaik bagi perdamaian dan keamanan semua pihak," kata Starmer, Minggu (21/9/2025).
Starmer menegaskan, langkah ini bukanlah bentuk penghargaan untuk Hamas.
"Pengakuan ini bukan hadiah untuk Hamas. Hamas tidak akan punya peran dalam pemerintahan Palestina di masa depan," ujarnya dikutip dari Euronews.
1. Australia dan Kanada ikuti jejak Inggris

Beberapa jam setelah pengumuman Inggris, Australia menyusul dengan pengakuan resminya. Perdana Menteri Anthony Albanese dan Menteri Luar Negeri Penny Wong menegaskan, keputusan tersebut mencerminkan komitmen lama Australia terhadap perdamaian.
"Australia mengakui aspirasi sah rakyat Palestina untuk memiliki negara mereka sendiri. Pengakuan hari ini mencerminkan komitmen jangka panjang Australia pada solusi dua negara, yang selalu menjadi satu-satunya jalan menuju perdamaian dan keamanan abadi bagi rakyat Israel dan Palestina," demikian bunyi pernyataan resmi keduanya.
Dari Ottawa, Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, juga mengumumkan langkah serupa. Dia menyebut keputusan ini untuk menjaga prospek solusi dua negara yang kian tergerus oleh perkembangan politik dan konflik beberapa tahun terakhir.
"Selama beberapa dekade, komitmen Kanada terhadap solusi dua negara didasarkan pada harapan bahwa hasil ini pada akhirnya akan dicapai sebagai bagian dari penyelesaian yang dinegosiasikan,”)" kata Carney.
Namun, dia menilai harapan itu kini semakin terancam.
"Kemungkinan tersebut telah terkikis secara serius oleh sejumlah perkembangan, termasuk serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, resolusi parlemen Israel yang mendukung aneksasi Tepi Barat, dan blokade brutal di Gaza yang melarang masuknya pangan dan bantuan penting selama berbulan-bulan," ujar Carney.
2. Israel kecam pengakuan Palestina

Keputusan tiga negara ini langsung mendapat kecaman keras dari Israel. Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang Israel menuduh Inggris, Australia, dan Kanada menutup mata atas fakta, 48 sandera masih ditahan Hamas di Gaza.
Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, menyebut pengakuan itu sebagai hadiah untuk ‘teroris Nukhba’. Dia mengancam akan mengajukan rencana aneksasi penuh Tepi Barat pada rapat kabinet mendatang.
"Pengakuan oleh Inggris, Kanada, dan Australia terhadap negara Palestina, sebagai hadiah bagi para teroris pembunuh, memerlukan langkah balasan segera. Yaitu penerapan kedaulatan penuh di Yudea dan Samaria, serta pembubaran total Otoritas Palestina," kata Ben-Gvir.
3. PBB gelar konferensi dua negara

Pengumuman pengakuan Palestina ini muncul di tengah persiapan PBB menggelar High-Level International Conference on the Peaceful Settlement of the Question of Palestine and the Implementation of the Two-State Solution, Senin (22/9/2025), di Markas Besar PBB, New York.
Konferensi ini dipimpin bersama oleh Prancis dan Arab Saudi, serta merupakan kelanjutan dari pertemuan yang telah digelar pada Juli 2025. Tujuannya untuk menegaskan kembali komitmen internasional terhadap solusi dua negara dan mendorong dukungan lebih luas bagi pengakuan resmi Palestina.
Question of Palestine telah lama menjadi agenda utama PBB, terutama sejak konflik Gaza kembali memanas pasca serangan 7 Oktober 2023. Sekjen PBB António Guterres pada Juli lalu bahkan menyebut bahwa solusi dua negara kini lebih jauh dari sebelumnya.
Dengan lebih dari 65 ribu korban jiwa di Gaza dan puluhan sandera Israel yang masih ditahan Hamas, pertemuan 22 September dipandang sebagai momen krusial untuk menghidupkan kembali proses perdamaian.