Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Partai Buruh Bakal Dukung Salah Satu Capres, tapi Emoh Koalisi

Massa Partai Buruh salat Jumat di depan kantor KPU pada Jumat (12/8/2022). (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Massa Partai Buruh salat Jumat di depan kantor KPU pada Jumat (12/8/2022). (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Jakarta, IDN Times - Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Said Salahudin memastikan partainya tak akan berkoalisi pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.

Kendati demikian, Partai Buruh memasikan pada waktunya akan memberikan dukungan kepada capres dan cawapres tertentu.

"Pada waktunya, Partai Buruh pasti akan memberikan dukungan kepada salah satu pasangan capres-cawapres yang kelak ditetapkan oleh KPU. Tetapi dukungan itu tidak dilakukan dalam format koalisi partai politik," kata dia kepada IDN Times, Senin (24/4/2023).

1. Partai Buruh tak ingin berkoalisi dengan parpol pendukung omnibus law

ilustrasi Partai Buruh (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
ilustrasi Partai Buruh (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Said Salahudin menjelaskan, ada dua alasan yang mendasari Partai Buruh dalam mendukung salah satu pasangan calon tanpa dilakukan melalui model koalisi. Pertama, karena alasan politik.

Sebagaimana yang terdapat dalam program prioritas Partai Buruh ialah mencabut undang-undang tentang cipta kerja. Konsekuensinya, Partai Buruh mengambil posisi berseberangan dengan partai-partai politik pendukung omnibus law.

"Nah, oleh karena aturan pesidential threshold ternyata memberi kesempatan lebih besar kepada parpol pendukung omnibus law dalam menentukan pasangan capres-cawapres yang akan berkompetisi, maka kami menghindari berkoalisi dengan parpol-parpol yang telah menyakiti hati rakyat kecil tersebut," ujar dia.

2. Secara hukum pengertian koalisi merupakan parpol yang memenuhi ambang batas

Ilustrasi calon presiden (capres) saat berkampanye (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Kemudian alasan kedua, berkaitan dengan hukum.

Said Salahudin menuturkan, dalam penyelenggaraan pilpres, pengertian koalisi merujuk pada ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, yaitu gabungan partai politik yang bekerja sama guna memenuhi aturan ambang batas sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 222 UU Pemilu.

Sehingga, dia menilai secara normatif koalisi hanya berlaku bagi gabungan parpol yang memperoleh kursi DPR paling sedikit 20 persen, atau memperoleh suara minimal 25 persen dari total suara sah nasional di Pemilu 2019.

"Buruh bukan peserta Pemilu 2019. Oleh sebab itu, secara yuridis tidak mungkin kami menjadi bagian dari gabungan parpol atau berkoalisi dengan parpol-parpol tersebut," kata Said.

"Dengan adanya aturan pesidential threshold, sokongan partai politik terhadap pasangan capres-cawapres terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok parpol pengusung dan kelompok parpol pendukung," lanjut dia.

3. Partai Buruh merupakan parpol pendukung

Koordinator Kuasa Hukum Partai Buruh Said Salahudin di Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Koordinator Kuasa Hukum Partai Buruh Said Salahudin di Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Said Salahudin menilai, parpol pengusung merujuk pada partai politik atau gabungan partai politik yang berkoalisi secara resmi dalam mengusulkan pasangan calon kepada KPU. Kelompok parpol ini secara bersama-sama kelak akan menandatangani dokumen pendaftaran yang ditetapkan KPU.

"Adapun parpol pendukung adalah partai politik yang menyatakan dukungan kepada satu pasangan calon, tetapi tidak ikut menandatangani dokumen pendaftaran pasangan capres-cawapres yang ditetapkan oleh KPU. Mereka bisa berasal dari parpol peserta Pemilu 2019, bisa juga dari parpol nonpeserta Pemilu 2019," tutur dia.

Sehingga, dia menyimpulkan jika Partai Buruh berada pada kelompok parpol pendukung. Pihaknya menegaskan dalam hal ini yang didukung ialah pasangan capres dan cawapres.

Partai yang identik dengan warna oranye itu tidak ada urusannya dengan parpol yang mengusung atau mengusulkan pasangan yang nantinya didukung.

"Dengan kata lain, Partai Buruh hanya akan bekerja sama dengan capres-cawapres, bukan bekerja sama atau membangun koalisi dengan parpol lain, khususnya parpol pendukung omnibus law," ujar Said Salahudin.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yosafat Diva Bayu Wisesa
EditorYosafat Diva Bayu Wisesa
Follow Us