Pecah Rekor Sejak MK Berdiri, Permohonan Perkara di 2025 Ada 249

- Permohonan perkara meningkat karena tingginya kebutuhan dan kesadaran masyarakat akan keadilan
- Ketua MK tidak mengaitkan peningkatan permohonan dengan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap MK
- MK meluncurkan Mahkamah Konstitusi Learning Center (MKLC) dan MKRI AI untuk meningkatkan edukasi dan aksesibilitas masyarakat
Jakarta, IDN Times - Jumlah permohonan perkara di Mahkamah Konstitusi (MK) meningkat pada 2025, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan data terbaru per 12 Desember 2025, total ada 249 permohonan yang diregistrasi pada tahun ini. Tahun 2024, tercatat hanya 189 perkara yang diregistrasi. Sedangkan di 2023 ada 168 perkara, tahun 2022 ada 121 perkara, dan pada 2021 sebanyak 71 perkara.
Jumlah permohonan terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Namun tahun 2025 "memecahkan rekor" dengan permohonan terbanyak selama MK berdiri sejak 2003 lalu.
1. Permohonan perkara meningkat kemungkinan karena tingkat kebutuhan dan kesadaran masyarakat

Ketua MK Suhartoyo mengatakan, MK tidak secara spesifik mengaitkan banyaknya permohonan dengan fenomena tertentu. Hanya saja, ia memprediksi adanya peningkatan permohonan perkara karena tingginya tingkat kebutuhan dan kesadaran masyarakat yang mencari keadilan.
"MK tidak secara khusus kemudian melihat itu sebagai fenomena apa, tapi memang barangkali memang hari ini tingkat kebutuhan dan kesadaran masyarakat pencari keadilan berkaitan dengan hak konstitusionalnya sudah semakin, semakin meningkat," kata dia kepada awak media saat ditemui di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi MK, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (12/12/2025) malam.
"Sehingga ketika menengerai ada hak konstitusional yang kemudian tercederai dengan berlakunya sebuah undang-undang, kemudian minta MK melakukan pengujian terhadap norma undang-undang yang diduga mengandung ketidakpastian atau ketidakadilan itu," sambungnya.
2. Kelakar Ketua MK tak ingin jumawa

Suhartoyo enggan mengaitkan apakah banyaknya permohonan perkara ini sebagai bentuk peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap MK. Ia berkelakar, tak ingin jumawa.
"Ya, seharusnya tidak MK yang mengatakan seperti itu, nanti MK jadi jumawa atau bagaimana," katanya sambil tertawa.
3. Luncurkan MKLC dan MKRI AI

Lebih lanjut, MK resmi meluncurkan Mahkamah Konstitusi Learning Center (MKLC) dan MKRI AI. Peluncuran ini merupakan tindak lanjut program Prioritas Nasional Bappenas terkait pembangunan e-learning kelembagaan dan penguatan ICT peradilan.
Platform MKLC dirancang untuk memberikan akses luas bagi masyarakat untuk memahami hukum acara MK secara gratis dan fleksibel. Sehingga publik bisa mempelajari persidangan MK tanpa batas ruang dan waktu secara gratis. Sistem ini diharapkan memperluas literasi konstitusi di masyarakat, khususnya terkait Pancasila, UUD 1945 dan kewenangan MK.
Sementara MKRI AI merupakan sistem big data yang memuat seluruh putusan MK sejak awal berdiri, konten situs resmi MK, serta regulasi terbaru seperti PMK Nomor 7/2025. Melalui sistem ini, masyarakat dapat memperoleh layanan konsultasi hukum secara real time. Masyarakat dapat menanyakan cara berperkara di MK maupun informasi putusan secara interaktif.
Suhartoyo mengatakan, program ini bertujuan untuk meningkatkan edukasi dan aksesibilitas masyarakat. Sehingga tak menutup kemungkinan publik yang semakin melek dengan kewenangan MK dan isu konstitusional bisa meningkatkan jumlah permohonan perkara ke depan.
"Mungkin salah satu dampaknya bisa ke situ, karena dengan e-learning kemudian memudahkan akses to justice, kemudian memudahkan pula para pencari keadilan untuk tidak harus jauh-jauh datang ke MK secara fisik, tapi bisa kemudian mengajukan permohonan secara digital dari jarak jauh, baik ketika mengajukan permohonan termasuk ketika bersidang, ketika mengajukan bukti, baik mengajukan saksi, ahli, dan lain sebagainya, sehingga para pihak tidak harus datang ke MK dengan biaya yang tinggi, tapi bisa sidang dengan cara menggunakan elektronik atau digital," imbuh dia.


















