Pemprov DKI Jakarta Hadapi Tantangan Fiskal dengan Creative Financing

- Pemprov DKI menyiapkan strategi creative financing agar pembangunan Jakarta tetap berjalan.
- Gubernur Pramono memastikan gaji ASN hingga PPPK tidak terdampak penyesuaian APBD.
- Pemprov DKI Jakarta memastikan program-program prioritas tetap berjalan normal.
Sosok Purbaya Yudhi Sadewa langsung jadi sorotan setelah resmi dilantik sebagai Menteri Keuangan (Menkeu). Belum lama menjabat, ia langsung tancap gas dengan berbagai langkah strategis. Salah satunya menemui Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, buat menyelaraskan kebijakan fiskal antara pusat dan daerah. Dalam momen itu, keduanya sepakat mendukung upaya efisiensi di berbagai sektor.
Menkeu Purbaya menjelaskan tentang pengurangan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat untuk DKI Jakarta yang nilainya sekitar Rp16 triliun. Menanggapi hal itu, Gubernur Pramono menyampaikan skema pendanaan kreatif (creative financing) melalui Jakarta Collaboration Fund (JCF).
Pertanyaannya, apa sih yang dimaksud dengan creative financing dan apa saja dampaknya? Yuk, simak selengkapnya supaya paham, lewat poin-poin di bawah ini!
1. Creative Financing, solusi penyesuaian APBD DKI Jakarta 2026

Saat bertemu Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, di Balai Kota Jakarta, pada Selasa (7/10), Gubernur DKI Jakarta Pramono menyatakan Pemprov DKI mengikuti sepenuhnya kebijakan fiskal pemerintah pusat dengan menyesuaikan Anggaran Pendapatan Belanja dan Daerah (APBD) DKI Jakarta Tahun Anggaran 2026.
Gubernur Pramono menjelaskan, APBD DKI Jakarta Tahun Anggaran 2026 disesuaikan dari Rp95 triliun menjadi Rp79 triliun. Pemprov DKI menyiapkan strategi creative financing agar pembangunan Jakarta tetap berjalan.
Beberapa inovasi creative financing di antaranya adalah membentuk JCF, penerbitan obligasi daerah, serta pemanfaatan likuiditas Rp200 triliun melalui Bank Himbara untuk mendukung pembiayaan bisnis Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta.
Pembentukan JCF diharapkan mengurangi ketergantungan terhadap APBD DKI dalam membiayai berbagai proyek pembangunan di ibu kota. Pemprov DKI Jakarta siap menjadi role model dalam transparansi penggunaan APBD.
Pramono mengaku akan mencari pembiayaan kreatif dan kemitraan strategis, seperti menggunakan dana Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dan Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan/Lokasi (SP3L).
"Hal-hal yang bisa dibangun dengan partnership, bekerja sama, mitra strategis, ataupun dari dana KLB, SLF, SP3L, dan sebagainya tetap akan dilakukan," kata Pramono.
2. Gaji ASN hingga PPPK tidak terdampak

Gubernur Pramono memastikan, penyesuaian fiskal dalam APBD DKI Jakarta Tahun Anggaran 2026 tidak akan berdampak pada gaji aparatur sipil negara (ASN) dan non-ASN, baik Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), maupun Penyedia Jasa Lainnya Perseorangan (PJLP). Namun, kondisi ini berdampak pada peluang rekrutmen baru PJLP tahun 2026 yang akan disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah.
“Seperti kemarin Damkar, kita buka 1.000 (lowongan), Pasukan Oranye 1.100, Pasukan Putih 500. Karena ada pengurangan ini, untuk tahun depan, peluang (rekrutmen) itu akan berkurang. Tetapi, untuk tahun ini, tahun 2025, jumlahnya tidak mengalami perubahan,” terangnya.
Mengenai hal ini, Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Alia Noorayu Laksono menyampaikan dukungannya terhadap kebijakan tidak memotong gaji ASN di lingkungan Pemprov DKI.
“Karena kalau tanpa ASN, Pemprov ini tidak bisa jalan. Jadi selayaknya mereka diberi perhatian. Tapi yang penting, DBH itu bisa tetap dialokasikan untuk mendukung program-program prioritas pembangunan di Jakarta,” tandasnya.
3. Program prioritas tetap berjalan

Gubernur Pramono menegaskan, pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat tidak akan mengganggu keberlanjutan program-program prioritas yang menyentuh kepentingan rakyat. Ia memastikan, program Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU), dan pemutihan ijazah akan tetap berjalan.
"Tentunya saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk KJP, KJMU, pemutihan ijazah, program-program yang berkaitan dengan kepentingan rakyat banyak, tidak terganggu," tegas Pramono, di SMP Strada Santo Fransiskus Xaverius 1, Koja, Jakarta Utara.
Sementara itu, Menkeu Purbaya mengapresiasi Pemprov DKI Jakarta yang mendukung kebijakan fiskal berupa penyesuaian DBH. Kebijakan ini dilakukan karena adanya keterbatasan pemerintah pusat dalam sisi fiskal. Ia menyebut perekonomian nasional masih bertumbuh dengan baik. Tidak tertutup kemungkinan pemerintah pusat nantinya akan mengembalikan sebagian alokasi dana ke daerah, termasuk ke DKI Jakarta.
Menanggapi penyelarasan kebijakan fiskal ini, beberapa warga DKI Jakarta mengaku lega jika program prioritas tetap berjalan.
“Saya senang mendengar program seperti KJP dan KJMU tetap jalan meski anggaran dipangkas. Buat orang tua seperti saya, program itu sangat membantu pendidikan anak,” ujar Rani (43), seorang ibu dan salah satu warga Jakarta Selatan.
Ahmad (40), warga Jakarta Timur juga menanggapi soal inovasi pendanaan yang diupayakan Pemprov DKI Jakarta. “Menurut saya, langkah Pemprov untuk cari cara kreatif biayai pembangunan itu bagus. Jadi, meski dana dari pusat berkurang, layanan ke masyarakat gak terganggu,” tutupnya. (WEB)