Pigai: Penulisan Sejarah Ulang Bernada Positif Artinya Sesuai Fakta

- Menteri HAM Natalius Pigai menegaskan penulisan sejarah harus berdasarkan data dan informasi otentik, bukan narasi yang dipelintir sesuai kepentingan.
- Penulisan ulang sejarah bertujuan menghadirkan fakta peristiwa apa adanya dengan pendekatan bernada positif, bukan untuk memihak atau memberi kesan positif pada semua peristiwa sejarah.
- Kementerian HAM akan terlibat dalam mengontrol kebenaran peristiwa sejarah untuk mencegah penutupan peristiwa tertentu yang dianggap tidak adil.
Jakarta, IDN Times - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai mengatakan penulisan ulang sejarah dengan nada yang positif bertujuan untuk memihak atau memutihkan masa lalu, melainkan kata dia, adalah untuk menghadirkan fakta-fakta secara apa adanya. Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan, penulisan sejarah ulang yang dilakukan pemerintah memiliki nada positif namun bukan untuk mencari-cari kesalahan di masa lalu.
"Tone positif yang dimaksud Menteri Kebudayaan itu adalah mengungkap fakta peristiwa apa adanya. Itu tone positif. Tone negatif adalah fake news, fake history. Bisa paham kan?" kata dia kepada awak media, di kantor Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Selasa (3/6/2025).
1. Sebut pada data dan informasi otentik

Dia mengatakan, penulisan sejarah yang benar adalah yang didasarkan pada data dan informasi otentik, bukan narasi yang dipelintir sesuai kepentingan.
"Fake news, fake history itu adalah tone negatif. Tapi tone positif adalah berdasarkan fakta peristiwa apa adanya. Itu yang dimaksudkan oleh Fadli Zon," katanya.
Dia juga mengatakan, penulisan ulang bukan untuk memihak atau memberi kesan positif pada semua peristiwa sejarah.
"Itu artinya tidak bermaksud mempositifkan semua peristiwa. Semua peristiwa itu kan up and down, ada titik tertentu baik, titik tertentu jelek gitu kan. Tapi ketika kita menulis fakta peristiwa apa adanya, itu yang namanya tone positif," katanya.
2. Pihaknya akan mengontrol kebenaran peristiwa

Saat ditanya apakah Kementerian HAM akan terlibat dalam penulisan sejarah ulang ini, dia menjawab pemerintah itu seirama dan senasib, maka pihaknya akan mengontrol kebenaran peristiwa.
"Ya, kami kan satu pemerintah. Seirama dan senasib. Karena itu, kalau soal, kalau kami lebih kepada mengontrol kebenaran peristiwa, kebenaran peristiwa," katanya.
"Ketika ada peristiwa tertentu yang ditutupi itu injustice. Peristiwa itu diungkap secara fakta, apa adanya, itu justice," katanya.
3. Sebut sejarah selama ini tergantung versi penulis

Dia menyoroti sejarah selama ini sangat tergantung pada versi penulis. Dia mengatakan, penulisan ulang yang berdasarkan fakta akan membantu membentuk historiografi yang lebih utuh.
"Historiografi itu juga terjadi titiknya, ada peristiwa baik, ada peristiwa tidak baik, yang menurut versi yang A ini baik, tapi yang versi yang B ini yang tidak baik. Kalau semuanya diungkapkan secara fakta, itu bagus," katanya.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan, penulisan ulang sejarah oleh pemerintah akan dilakukan dengan pendekatan bernada positif, bukan untuk mengungkit-ungkit kesalahan masa lalu. Pernyataan ini disampaikan Fadli sebagai tanggapan atas isu yang menyebutkan bahwa kerangka acuan (TOR) penulisan sejarah yang disusun pemerintah hanya memuat dua kasus pelanggaran HAM berat.