Politikus Golkar: Pergantian Panglima TNI Diprediksi Usai KTT G-20

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, hingga 11 November 2022 lalu belum ada surat presiden yang masuk ke parlemen terkait calon Panglima TNI untuk menggantikan Jenderal TNI Andika Perkasa. Padahal, per 21 Desember 2022, Andika telah memasuki masa pensiun. Sementara pada 16 Desember 2022, DPR kembali memasuki masa reses.
Meski begitu, ia memahami lantaran saat ini Presiden Joko "Jokowi" Widodo tengah fokus untuk menjadi tuan rumah puncak KTT G-20 yang digelar pada 15 November-16 November 2022.
"Kami sedikit memahami (belum ada surat yang masuk), karena sedang persiapan untuk G-20. Mungkin setelah KTT G-20, karena kami juga tak mengharapkan ada pergantian Panglima TNI sebelum G-20," ungkap Bobby dalam diskusi virtual Total Politik yang dikutip, Sabtu (12/11/2022).
Ia menambahkan, bisa saja pemilihan calon Panglima TNI dilakukan di masa reses DPR. Tetapi, berdasarkan kebiasaan-kebiasaan sebelumnya, pemilihan calon Panglima TNI sudah rampung sebelum reses.
Ia pun mengakui, selama ini baru lima kali Panglima TNI bukan berasal dari matra darat. Sebanyak tiga kali Panglima TNI dari matra Angkatan Udara (AU) dan dua kali dari matra Angkatan Laut (AL). Sedangkan, selama Presiden Joko "Jokowi" Widodo berkuasa, matra AL belum pernah memegang tongkat Panglima TNI.
"Meski itu semua menjadi hak prerogatif presiden. Tetapi, kalau dari kami (di Golkar), karena berasal dari partai koalisi pemerintah, jadi saya oke saja (apa pilihan presiden). Kami pasti mendukung apapun pilihan presiden (untuk posisi Panglima TNI)," tutur politikus Partai Golkar itu.
Di sisi lain, ketentuan Pnglima TNI dapat dijabat secara bergantian sering kali menimbulkan perspektif berbeda dari masing-masing presiden. Tak semuanya berpikir, pucuk pimpinan TNI harus diduduki secara bergiliran.
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais), Laksda (Purn) Soleman B. Ponto menilai, justru panglima TNI selanjutnya sudah sepatutnya berasal dari matra AL. Mengapa demikian?
1. Eks Kabais usulkan frasa 'Panglima TNI dapat dijabat secara bergiliran' dihapus saja

Lebih lanjut, Soleman menilai, frasa di dalam UU TNI bahwa jabatan Panglima TNI dapat dijabat secara bergiliran banyak membuat ketidakpastian. Hal itu lantaran frasa tersebut dapat diinterpretasikan secara berbeda-beda. Di kepemimpinan Jokowi, matra AL belum pernah kebagian tongkat kepemimpinan sebagai Panglima TNI.
"Kalau memang yang dilihat adalah faktor hak prerogatif presiden dan tidak lagi menengok aturan di perundang-undangan, ya cabut saja itu kata bergantian. Itu lebih bagus bagi perwira atau anggota TNI. Jadi, mereka tidak berharap, terserah mau dipilih atau tidak," ungkap Soleman di diskusi yang sama.
Di sisi lain, bila frasa dapat dipilih secara bergantian tetap ada dan matra AL tak dipilih sebagai Panglima TNI, kata Soleman, hal tersebut bakal menimbulkan masalah.
"Kan, jadi muncul pertanyaan, apakah tidak dipilih karena bakti AL tidak terlihat. Besok-besok dia akan tarik atau ditahan semua kapal di laut, biar terlihat baktinya," kata dia.
Ia menyindir sikap pemerintah yang seolah-olah tak menganggap serius keberadaan AL. Menurutnya, bakti TNI AL tidak bisa terlihat jelas bila sedang berada di darat.
"Tetapi, kami bisa biarkan saja itu masuk perampok-perampok lewat jalur laut ke darat," tutur dia sambil melempar guyon.
2. Bila matra AL tak pernah dapat tongkat Panglima TNI di era Jokowi, akan jadi catatan khusus

Lebih lanjut, Soleman mengatakan, akan ada catatan khusus bila di era kepemimpinan Jokowi, matra AL tidak diberikan kepercayaan memegang tongkat Panglima TNI. Jokowi, kata Soleman, dapat dianggap melanggar aturan di dalam undang-undang. Lantaran, di sana tertulis Panglima TNI dapat dijabat secara bergiliran.
"Bisa-bisa nanti terbentuk pola pikir waduh Pak Jokowi tidak menganggap TNI Angkatan Laut itu ada. Jadi, ada tapi tiada. Karena ketika kewenangan memilih (Panglima TNI) diberikan kepada sang presiden, artinya (sosok Panglima TNI) yang dipilih punya arti bagi dia," kata dia.
Publik akan memaknainya berbeda bila tongkat Panglima TNI dipegang secara bergantian dari matra yang berbeda. "Kalau tidak dipilih, bisa jadi dimaknai kita tidak bermanfaat (bagi presiden)," tutur dia lagi yang menyuarakan persepsi sejumlah perwira di TNI AL.
TNI AL justru bisa menerima lebih legawa bila pemerintahan masih dipegang Soeharto. Ketika itu, tidak ada aturan tongkat Panglima TNI harus dijabat secara bergantian.
3. Deretan Panglima TNI di era kepemimpinan Jokowi

Perkara Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian dari matra yang berbeda tertuang di dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 Pasal 13. Berikut isinya:
- TNI dipimpin oleh seorang Panglima.
- Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh
- Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
- Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.
- Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
Namun, di era Jokowi, matra AL belum pernah kebagian menjabat Panglima TNI. Saat Jokowi resmi dilantik jadi presiden Oktober 2014 lalu, Panglima TNI ketika itu dijabat oleh Moeldoko yang dipilih oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, usai Moeldoko, Jokowi kembali memilih Panglima TNI dari matra Angkatan Darat (AD).
Berikut daftar Panglima TNI di era kepemimpinan Jokowi:
1. Matra Angkatan Darat
Jenderal Moeldoko menjabat 30 Agustus 2013 hingga 8 Juni 2015
2. Matra Angkatan Darat
Jenderal Gatot Nurmantyo menjabat 8 Juli 2015 hingga 8 Desember 2017
3. Matra Angkatan Udara
Marsekal Hadi Tjahjanto menjabat 8 Desember 2017 hingga 18 November 2021