Polwan Bakar Suami, Komnas Perempuan: Eskalasi Tekanan Rumah Tangga

- Briptu Fadhilatun Nikmah membakar suaminya sendiri, Briptu Rian Dwi Wicaksono, dalam kasus KDRT yang memunculkan perhatian publik.
- Komnas Perempuan menilai kasus ini sebagai eskalasi masalah dan respons reaktif istri terhadap tekanan dalam perkawinannya.
- Komisioner Komnas Perempuan mengingatkan risiko berujung kematian, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian dan tekanan psikis akibat judi online dan pinjol.
Jakarta, IDN Times - Briptu Fadhilatun Nikmah, Polwan Polres Mojokerto Kota membakar suaminya sendiri, Briptu Rian Dwi Wicaksono. Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ini menjadi perhatian publik.
Komnas Perempuan memandang agar kasus ini dapat diproses dengan fokus pada upaya pencegahan dan pemulihan keluarga. Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan kasus pembakaran suami oleh istri adalah bentuk eskalasi masalah yang ada di rumah tangga.
“Tindak pembakaran tersebut tampaknya merupakan eskalasi masalah dan respons reaktif istri pada tekanan yang semakin membesar di dalam perkawinannya,” ujarnya, dikutip Jumat (14/6/2024).
1. Intervensi lebih komprehensif pada persoalan KDRT

Belakangan diketahui, KDRT ini berawal dari tekanan berlapis pada FN baik dari sisi ekonomi atau psikis karena suami yang melakukan judi online. Belum lagi FN punya anak dua tahun dan dua anak kembar berusia empat bulan yang masih menyusui.
“Situasi kekerasan di dalam rumah tangga perlu menjadi perhatian yang lebih serius untuk ditangani segera agar tidak berkelanjutan dan berakibat fatal. Dalam hal ini, penghilangan nyawa maupun bunuh diri,” katanya.
Maka perlu ada intervensi lebih komprehensif pada persoalan KDRT bahkan di dalam institusi Kepolisian. Juga, dampak negatif dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, misalnya dalam bentuk judi online.
2. Polisi perlu segera rumuskan kebijakan penanganan perempuan berhadapan dengan hukum

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah menjelaskan, seluruh pejabat yang berwenang di setiap tingkat pemeriksaan wajib untuk memenuhi hak-hak perempuan berkonflik dengan hukum (PBH) sebagaimana dijamin dalam KUHAP.
Mengingat FN jadi korban kekerasan dalam rumah tangga dan kondisi psikologis pasca melahirkan, maka ada kebutuhan mendesak di polisi untuk segera merumuskan kebijakan penanganan perempuan yang berhadapan dengan hukum di tingkat penyelidikan dan penyidikan. Termasuk yang berlatar belakang kekerasan berbasis gender.
“Untuk kasus ini sendiri, kami merekomendasikan penanganan yang komprehensif dengan memenuhi hak-haknya sebagai tersangka, memperhatikan kebutuhan psikologis Polwan FN termasuk kemungkinan mengalami baby blues, sedapat mungkin mencegah penahanan berbasis rutan dan memastikan pemenuhan hak-hak anak-anak termasuk untuk mendapatkan perawatan dan air susu ibu,” kata dia.
3. Perlu langkah pencegahan untuk memutus keberulangan kasus judi online

Terkait dampak judi online dan pinjaman online (pinjol), Komisioner Komnas Perempuan Rainy M Hutabarat mengingatkan risiko berujung kematian, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian dan tekanan psikis.
Jumlah kasus bunuh diri akibat terlilit utang pinjol dan teror tagihan, relatif banyak.
“Karena itu Kominfo dan kementerian atau lembaga negara terkait perlu melakukan langkah-langkah pencegahan untuk memutus keberulangan dan mengeluarkan kebijakan untuk menyikapi dampak negatif tantangan era digital termasuk judi online, pinjol, tindak pidana perdagangan orang yang dimediasi teknologi, dan kekerasan seksual berbasis elektronik,” kata dia.