Mengenal Dinda Syarif, Wakil Indonesia di Kontes Kecantikan Transgender Kelas Dunia

JAKARTA, Indonesia — Menjadi seorang transgender di Indonesia tentu bukan hal yang mudah. Banyak stigma-stigma negatif yang cenderung dilekatkan pada mereka membuat seorang transgender sering kali kehilangan hak sebagai warga negara. Di kehidupan sehari-hari, banyak dari para transgender yang mendapatkan diskiminasi, bullying, bahkan pelecehan.
Hidup sebagai transgender di Indonesia memang sulit, tetapi bukan berarti mereka yang memilih untuk mengubah gendernya patah arang. Transgender, meskipun sering dipandang sebelah mata, tetapi ingin menunjukan bahwa mereka berdaya.
Salah satunya adalah Dinda Syarif, seorang transgender yang membanggakan Indonesia di kancah dunia. Dinda, yang lahir sebagai laki-laki di Jakarta, 2 Juli 1996 ini menceritakan kisah hidupnya sejak kecil hingga berhasil membawa gelar Best National Costume dari kontes kecantikan transgender tingkat dunia, Miss International Queen pada awal Maret lalu.
Berikut kisah Dinda seperti yang dituturkan kepada Rappler pekan lalu.
Fisik laki-laki, batin perempuan

Aku lahir di Jakarta sebelum akhirnya pindah ke Cirebon bersama keluargaku. Di sana aku sekolah hingga tamat SMA dan baru setelah itu aku kembali ke Jakarta.
Sejak kecil, aku sudah merasa ada yang tidak biasa dalam diriku. Sejak dulu aku sudah merasa bahwa meskipun lahir sebagai laki-laki tapi batinku perempuan. Dari kecil aku lebih banyak bermain bersama teman-teman perempuan, lebih sering menghabiskan waktu bermain boneka Barbie. Sejak SD itu pun aku sudah mulai sering mencoba pakaian dan lipstik milik kakak perempuanku, tentunya di dalam kamar yang pintunya aku tutup rapat-rapat.
Tetapi, sama seperti orang tua Indonesia pada umumnya, orang tuaku sering kali memintaku untuk tidak terlalu banyak bermain bersama perempuan, meskipun aku tidak pernah mendapatkan perlakuan yang buruk dari mereka.
Di sekolah aku sering mendapatkan bully-an dari teman-teman, khususnya dari anak laki-laki. Mereka sering meledekku karena gayaku yang kemayu dan lebih banyak bermain bersama anak perempuan. Guruku juga sering menasehati agar aku tidak berlaku seperti perempuan. Tapi aku tidak terlalu menghiraukan itu, karena bagaimana pun aku nyaman menjadi diriku sendiri.
Mencari jati diri

Pada saat aku lulus SMA, rasanya sudah tak terbentung lagi. Aku semakin nyaman saat berpenampilan seperti perempuan. Akhirnya aku memutuskan untuk berbicara kepada kedua orang tuaku. Sambil menangis, aku bilang kepada mereka, “Pa, Ma, aku enggak bisa jadi kayak begini terus. Fisik aku laki-laki tapi batin aku perempuan dan aku lebih nyaman jadi perempuan.”
Alhamdulillah, karena mereka memang sudah menyadari perbedaanku sejak kecil, mereka pun menerimaku apa adanya. Mereka hanya berpesan agar aku tetap menjalani hidup sebaik mungkin.
Setelah itu aku mulai melakukan banyak perubahan. Aku mulai melakukan hair extention, pakai high heels, serta mengenakan pakaian perempuan setiap harinya, selain tentunya perubahan secara fisik yang aku jalankan.
Sejak SMP aku sudah mulai secara diam-diam mengonsumsi pil KB milik Mamaku. Saat aku mulai bekerja sebagai make up artist di Jakarta selepas SMA, aku semakin banyak bertemu dengan orang-orang yang sama denganku. Dari mereka aku banyak mendapatkan saran mengenai apa saja yang harus aku lakukan sebagai transgender. Banyak yang aku dapat dari mereka sampai akhirnya aku seperti ini.
Dunia modeling

Berkat pekerjaanku sebagai make up artist langganan sebuah stasiun televisi, aku jadi berkenalan dengan banyak orang. Karena memang tertarik dengan dunia hiburan, aku pun selalu mengambil kesempatan casting yang ada. Hingga akhirnya ada sebuah manajemen model yang bersedia mengangkat aku sebagai model mereka.
Pada awalnya mereka kira aku adalah perempuan, tapi sejak awal aku tidak ingin menutupi identitas genderku. Untungnya mereka tetap menerimaku sebagai transgender dan bersedia mengirimkan foto-fotoku ke beberapa majalah.
Saat berpose untuk berbagai majalah aku sempat dilanda dilema. Ternyata pihak agensiku tidak memberitahu klien bahwa aku seorang transgender. Aku menjadi pendiam setiap sedang sesi pemotretan karena suaraku yang memang tidak seperti perempuan. Akupun akhirnya meminta pada manajemenku untuk tidak menutupi status transgender yang aku miliki. Alhamdulillah, saat ini klienku sudah tau kondisiku yang sebenarnya dan aku lebih nyaman.
Predikat Best National Costume di ajang 'Miss International Queen'

Aku sudah tertarik untuk mengikuti ajang Miss International Queen sejak tahun 2015. Saat itu aku hanya bisa menyaksikan lewat internet saja. Lalu aku memutuskan untuk mengikuti kontes Miss Waria Indonesia pada tahun 2016 dan aku masuk lima besar. Forum Komunitas Waria menjanjikan bahwa para lima besar Miss Waria Indonesia yang memiliki potensi akan dikirim ke Miss International Queen. Karena aku sudah mengimpikannya, aku pun mendaftarkan diri untuk mewakili Indonesia di kontes kecantikan transgender perempuan yang dihelat sejak tahun 2004 tersebut, dan akhirnya akupun resmi menjadi perwakilan Indonesia di ajang Miss International Queen 2018.
Sebelum berangkat ke Thailand, aku melakukan persiapan selama kurang lebih tujuh bulan. Pada saat itu aku mencari-cari desainer yang cocok untuk merancang national costume yang akan aku kenakan. Akhirnya, lewat seorang teman, aku pun bertemu dengan seorang desainer yang juga transgender. Kami pun sangat cocok dan bisa berkomunikasi dengan mudah.
Aku mengenakan busana nasional dengan tema Mustika of Kelana, terinspirasi dari Tari Topeng Kelana, sebuah tarian tradisional khas kota Cirebon. Beratnya mencapai 30 kilogram.
Aku benar-benar tak menyangka saat nama Indonesia disebutkan sebagai Best National Costume. Aku pikir Vietnam dan Laos berkesempatan untuk meraih gelar tersebut. Apalagi Laos dengan national costume-nya yang besar. Tapi aku rasa keberuntungan memang sedang berpihak kepadaku. Aku pun berhasil meraih gelar Best National Costume Miss International Queen 2018 dan membuat sebagian masyarakat Indonesia ikut bangga dengan prestasiku.
Transgender harus terus menggali potensi
Dengan kondisi masyarakat di Indonesia, menjadi transgender memang masih menjadi pro dan kontra. Tapi bagi saya, hidup adalah pilihan. Jadi inilah pilihan hidupku. Sebelum memutuskan untuk menjadi transgender pun aku sudah memikirkan pro dan kontra yang akan muncul serta kesulitan yang akan saya hadapi.
Tetapi mau bagaimana pun sulitnya menjadi seorang transgender di Indonesia, aku lebih nyaman dengan kondisi seperti ini. Aku tidak menjadikan status gender ini sebagai kesulitan dalam hidupku. Aku selalu berpikir bahwa masih banyak jalan untukku meraih cita-cita, salah satunya adalah dengan mengikuti ajang Miss International Queen kemarin. Kesuksesanku meraih gelar Best National Costume di ajang kontes kecantikan khusus transgender perempuan itu pun ikut membuktikan bahwa seorang transgender juga bisa berprestasi.
Aku berharap ke depannya akan ada semakin banyak transgender dan kaum LGBT lainnya yang terus berusaha menggali potensinya. Gali potensi kita sebaik-baiknya hingga bisa membuat orang-orang yang memandang sebelah mata justru menjadi kagum pada kita. Terus lah berprestasi, terus lah berkarya. Dan jangan melakukan hal-hal yang tidak baik.
—Rappler.com