TNI Berulang Lakukan Kekerasan, Imparsial Desak Revisi UU Militer

- Pentingnya revisi Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
- Anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum seharusnya diadili.
- Mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi Undang-Undang No. 31.
Jakarta, IDN Times – Lembaga pemantau HAM Imparsial mengecam keras dugaan tindak kekerasan dan kriminalitas yang melibatkan oknum anggota TNI secara berulang. Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra memandang, adanya pola yang berulang terkait keterlibatan oknum TNI dalam tindak kekerasan dan kriminalitas.
"Keberulangan ini jelas merupakan alarm serius yang menunjukkan masih lemahnya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas dalam tubuh TNI, serta belum tuntasnya agenda reformasi TNI. TNI harus mengambil langkah konkrit untuk menghentikan budaya kekerasan yang masih melibatkan anggotanya," tegasnya dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/9/2025).
1. Pentingnya revisi Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Ardi mengatakan keterlibatan anggota TNI dalam kasus tindak kekerasan dan kriminalitas, kembali menegaskan betapa pentingnya revisi Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
"Aturan tersebut hingga kini masih memberikan kewenangan bagi peradilan militer untuk mengadili prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum. Sementara, praktik ini berpotensi melanggengkan impunitas, karena proses peradilan militer yang cenderung tertutup, tidak transparan, dan tidak akuntabel bagi publik," ucapnya.
2. Anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum seharusnya diadili

Imparsial memandang, tanpa melanjutkan agenda reformasi TNI, termasuk merevisi UU Peradilan Militer, maka kasus-kasus yang melibatkan oknum anggota TNI akan terus berulang.
"Tidak boleh ada warga negara yang berada di atas hukum. Oleh karena itu, anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum, seperti penganiayaan atau pembunuhan, seharusnya diadili melalui peradilan umum sebagaimana warga sipil lainnya," katanya.
TAP MPR No. VII Tahun 2000 dan UU No. 34 Tahun 2004 telah memandatkan agenda reformasi Peradilan Militer. Hal ini juga menegaskan bahwa tindak pidana umum yang dilakukan oleh anggota TNI harus tunduk pada hukum yang berlaku bagi seluruh warga negara.
Namun hingga kini, implementasi mandat tersebut masih belum terlaksana karena belum direvisinya UU Peradilan Militer. Hal ini akan terus membuka celah impunitas, karena anggota TNI yang melalukan tindak pidana umum masih sering diproses melalui peradilan militer yang cenderung tertutup dan tidak transparan.
3. Mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi Undang-Undang No. 31

Untuk itu, imparsial mendesak agar memproses anggota TNI yang terlibat dalam tindak pidana dan kekerasan melalui sistem Peradilan Umum, untuk menjamin keterbukaan, akuntabilitas, dan penghormatan terhadap hak-hak korban.
"Mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang mandek selama lebih dari 20 tahun," katanya.
Sebelumnya seorang pengemudi ojek online di Pontianak diduga menjadi korban pemukulan yang dilakukan oleh seorang oknum anggota TNI, dan mengakibatkan korban mengalami luka fisik akibat insiden tersebut.
Selain itu, pada Selasa, 16 September 2025, Polisi Militer Kodam Jayakarta mengungkap adanya keterlibatan dua anggota TNI dalam kasus penculikan dan pembunuhan Kepala Cabang Bank BRI Cempaka Putih.