FITRA: Status WTP Bukan Jaminan Tak Ada Korupsi di Laporan Keuangan

Kepala daerah berlomba-lomba ingin dapat status WTP

Jakarta, IDN Times - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengajak masyarakat untuk lebih jeli lagi dalam melihat laporan keuangan daerah dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Sebab, belum tentu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) betul-betul menggambarkan tidak terjadi penyimpangan atau korupsi dalam pengelolaan keuangan daerahnya.

Sering kali di lapangan, ditemukan daerah yang pengelolaan keuangannya buruk tetapi tetap mendapatkan opini WTP di laporannya. "Sebab, status WTP bisa menjadi alat untuk memuluskan kepentingan para kepala daerah. Salah satunya, mereka bisa mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID) dari pemerintah pusat bila meraih opini WTP," ungkap Sekjen FITRA, Misbah Hasan di dalam keterangan tertulis pada Jumat (29/4/2022). 

Ia menjelaskan untuk mengejar status WTP, maka instansi terkait perlu memenuhi kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan. Instansi terkait, kata Misbah, juga perlu melengkapi kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian di internal. 

"Keempat prasyarat itu bukan perkara mudah bagi instansi yang sejak awal bermental korup. Hal ini, menjadi celah untuk mengakali opini BPK," kata dia. 

Hal itu lah yang kini terjadi di Kabupaten Bogor. Sang bupati, Ade Yasin ditangkap oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 27 April 2022 lalu. Ia diduga menyuap jajaran BPK perwakilan Jawa Barat dengan total uang mencapai Rp1,9 miliar. Ketua KPK Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri menyebut suap diberikan dalam bentuk uang mingguan dengan total Rp10 juta. 

Lalu, apa masukan dari FITRA untuk mencegah kongkalikong status WTP ini kembali terulang?

1. Perkuat mekanisme pengawasan agar proses audit BPK bisa lebih transparan

FITRA: Status WTP Bukan Jaminan Tak Ada Korupsi di Laporan Keuangan(Ilustrasi Badan Pemeriksa Keuangan) ANTARA FOTO

Salah satu hal yang diusulkan oleh FITRA yakni memperkuat mekanisme pengawasan dan jaminan kualitas. Selain itu, masyarakat harus mendesak pemda agar dibuka ruang terkait proses audit BPK. 

"Dengan demikian proses auditnya bisa lebih transparan dan tidak dimonopoli salah satu bagian atau auditor saja," ungkap Misbah. 

Hal tersebut, kata dia bisa mencegah adanya ruang gelap yang berpotensi menjadi celah korupsi atau suap. Ia juga mengingatkan masyarakat bahwa opini WTP hanya bersifat administratif. Jadi, jangan mau dibodohi. 

"Alih-alih sekedar status WTP, yang dibutuhkan oleh masyarakat justru akuntabilitas dan efektivitas anggaran yang tepat sasaran," ujarnya. 

Sebab, pada kenyataannya, kata Misbah, banyak daerah yang mendapat opini WTP tetapi kemiskinannya justru masih sangat tinggi. Hal itu juga terjadi di Kabupaten Bogor.

Baca Juga: Video Momen Penangkapan Bupati Ade Yasin yang Diduga Direkam Anaknya

2. BPK harus mulai bersih-bersih di dalam instansinya

FITRA: Status WTP Bukan Jaminan Tak Ada Korupsi di Laporan KeuanganIlustrasi Koruptor (IDN Times/Mardya Shakti)

Hal lain yang disarankan oleh FITRA yaitu BPK wajib memperkuat integritas para pejabatnya. Mereka, kata Misbah, harus mulai bersih-bersih terhadap para pejabatnya yang berada di daerah atau pusat. Khususnya mereka yang mudah menerima suap atau sengaja meminta suap kepada pemerintah atau pemerintah daerah atau instansi yang dijadikan obyek audit. 

Di sisi lain, BPK langsung mencopot Kepala BPK Perwakilan Jawa Barat (Jabar) Agus Khotib. Pencopotan itu dilakukan buntut operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan Bupati Bogor Ade Yasin dan pegawai BPK Perwakilan Jabar.

"Sejalan dengan hal tersebut, kami sudah menonaktifkan kepala perwakilan BPK Provinsi Jawa Barat," ungkap Ketua BPK Isma Yatun ketika memberikan keterangan pers di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, 27 April 2022 lalu. 

Tak hanya itu, Isma juga mencopot pemeriksa dalam kasus tersebut. Bahkan, ia mengaku tidak segan-segan bakal memproses seluruh pegawai yang diduga terlibat dalam kasus ini.

"Kami juga akan memproses seluruh pegawai yang diduga terlibat dalam peristiwa ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku melalui majelis kehormatan kode etik di BPK," tutur dia. 

3. FITRA desak KPK audit ulang daerah yang berpotensi suap demi dapat opini WTP

FITRA: Status WTP Bukan Jaminan Tak Ada Korupsi di Laporan KeuanganIlustrasi gedung KPK (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Masukan lain dari FITRA yakni mendesak KPK agar mengaudit ulang daerah-daerah yang berpotensi melakukan tindakan yang sama dengan Pemda di Kabupaten Bogor. Sebab, kasus seperti Bupati Ade Yasin juga pernah terjadi pada 2017 lalu. 

Namun, ketika itu, menimpa Inspektur Jenderal di Kementerian Desa PDTT, Sugito. Ia terbukti menyuap Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Ali Sadli, selaku Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara.

Kedua pejabat di BPK itu diberi suap senilai Rp240 juta. Tujuannya sama agar laporan keuangan di Kemendes pada 2016 mendapatkan opini WTP. 

"Kami juga mendesak agar ada ruang pengawasan oleh masyarakat terhadap proyek-proyek pemerintah dan pemerintah daerah. Sebab, banyak proyek yang tidak jelas manfaatnya bagi masyarakat tetapi malah secara administratif dinyatakan baik.

Baca Juga: [BREAKING] Kronologi Bupati Bogor Ade Yasin Kena OTT KPK di Rumah

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya