Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

SETARA Institute Desak Pemerintah-DPR Setop TNI Bentuk Batalyon Non-Tempur

Ilustrasi prajurit TNI Angkatan Darat (AD). (ANTARA FOTO/Aprilio Akbar)
Ilustrasi prajurit TNI Angkatan Darat (AD). (ANTARA FOTO/Aprilio Akbar)
Intinya sih...
  • Kebijakan TNI AD membentuk batalyon non-tempur dinilai mendistorsi fungsi pertahanan nasional
  • Pemerintah dan DPR didesak untuk menghentikan rekrutmen besar-besaran calon Tamtama
  • TNI AD tetap fokus pada fungsi utama sebagai satuan tempur meskipun merekrut untuk fungsi teritorial
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Organisasi Setara Institute turut menyoroti kebijakan TNI Angkatan Darat (AD) yang hendak membentuk batalyon pembangunan teritorial. Hal itu lantaran TNI justru menempatkan fungsi-fungsi non-pertahanan sebagai wilayah kerja batalyon tersebut, seperti peternakan, perikanan, pertanian hingga kesehatan.

Peneliti HAM dan sektor keamanan Setara Institute, Ikhsan Yosarie mengatakan, meski mendapat kritikan dari publik sejak awal Juni lalu, wacana pembentukan batalyon pembangunan teritorial semakin mendekati ranah implementasi. Salah satunya dengan merekrut calon tamtama mencapai 24 ribu orang.

"Wacana ini secara nyata mendistorsi fungsi pertahanan yang diamanatkan oleh konstitusi kepada TNI dengan dalih stabilitas keamanan dan kesejahteraan masyarakat," ujar Ikhsan di dalam keterangan tertulis, Rabu (11/6/2025).

Setara Institute pun mengetahui alasan TNI AD merekrut besar-besaran calon Tamtama karena berdalih ingin menjawab kebutuhan masyarakat, mulai dari ketahanan pangan hingga pelayanan kesehatan. Calon Tamtama pun disiapkan dan dilatih untuk mendukung stabilitas di 514 kabupaten atau kota.

Apa masukan dari Setara Institute soal rekrutmen besar-besaran calon Tamtama?

1. Kebijakan rekrutmen calon Tamtama TNI AD memperlebar ketimpangan jumlah personel antar matra

Ilustrasi prajurit TNI (instagram.com/puspentni)
Ilustrasi prajurit TNI (instagram.com/puspentni)

Lebih lanjut, Ikhsan mengatakan, pembentukan Batalyon Pembangunan Teritorial itu malah mengakibatkan distorsi fungsi pertahanan. Ketika dunia tengah memperkuat postur militer berbasis teknologi, kapasitas dan kualitas prajurit, alutsista hingga kesejahteraan tentara, TNI malah fokus ke arah yang berbeda.

"TNI malah menambah ribuan prajurit Tamtama untuk menjalankan fungsi-fungsi sipil yang notabene sudah ada beberapa otoritas sipil untuk menanganinya. Seandainya perlu dibentuk satuan baru dengan jumlah personel yang proporsional semestinya diarahkan untuk memperkuat logistik pertahanan nasional," kata Ikhsan.

Apalagi kondisi logistik pertahanan nasional dalam keadaan stagnan, seperti perencanaan pengelolaan sumber daya strategis untuk memastikan kecukupan amunisi, logistik makanan hingga distribusinya. "Bukan malah menjalankan fungsi-fungsi sipil yang telah menjadi domain otoritas non-militer," tutur dia.

Di sisi lain, rekrutmen calon Tamtama dalam jumlah besar yang bukan fokus ke isu pertahanan semakin memperlihatkan orientasi pertahanan yang membelakangi laut dan udara. Padahal, lebih penting untuk memperkuat matra laut dan udara untuk menghadapi lanskap geopolitik kawasan.

"Mulai dari meningkatnya ketegangan di Laut Natuna Utara, sengketa di Laut China Selatan hingga maraknya pelanggaran wilayah udara di kawasan timur," katanya.

Kebijakan tersebut, kata Ikhsan, malah akan menambah lebar ketimpangan jumlah personel antar matra. Dominasi TNI AD dianggap semakin jauh melampaui TNI AL dan TNI AU.

2. Pemerintah dan DPR didesak menyetop pembentukan batalyon non-tempur

Ilustrasi prajurit TNI. (www.instagram.com/@puspomtni)
Ilustrasi prajurit TNI. (www.instagram.com/@puspomtni)

Setara Institute kemudian mendorong pemerintah dan DPR untuk mengevaluasi rekrutmen massal calon Tamtama itu. Bahkan, Setara juga mendesak agar pembentukan batalyon-batalyon non-tempur segera disetop.

"Sebab, hal itu melanggar garis batas peran militer dalam negara demokratis dan regresif terhadap reformasi TNI," kata Ikhsan.

Ia pun menilai penambahan puluhan ribu prajurit TNI AD dapat berdampak bertambahnya beban anggaran, terutama untuk gaji, infrastruktur dan pembinaan. "Semestinya fokus anggaran dapat diarahkan kepada aspek-aspek penting seperti penguatan alutsista dan kesejahteraan prajurit," tutur dia.

3. TNI AD tak lupakan fungsi utama menjadi satuan tempur

20250611_132955.jpg
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen TNI Wahyu Yudhayana di JI Expo Kemayoran, Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)

Sementara, ketika diminta tanggapannya kepada Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, ia menegaskan, prajurit TNI AD tetap profesional meski calon Tamtama direkrut untuk fungsi teritorial. Ia mengatakan, meski fungsi teritorial akan dijalankan bukan berarti TNI AD lupa dengan fungsi pertempuran.

"Fungsi utama teritorial itu, kami melaksanakan kegiatan sebagai bagian dari masyarakat sebagai prajurit TNI Angkatan Darat (AD) yang di dalam jati dirinya melekat bahwa TNI berasal dari rakyat, sehingga kami menyatu dengan rakyat," ujar Wahyu ketika menjawab pertanyaan IDN Times di Kemayoran, Jakarta Pusat pada Rabu (11/6/2025).

Ia menjelaskan, sistem pertahanan keamanan di Indonesia unik sebab menyangkut sistem pertahanan keamanan rakyat semesta. Di mana ketika waktu damai, TNI menyiapkan rakyat untuk sewaktu-waktu bersama-sama dengan komponen utama melaksanakan pertahanan negara.

"Penyiapannya itu tidak selalu atau tidak dalam bentuk penyiapan teknis pertempuran atau teknis peperangan," kata jenderal bintang satu itu.

Ia pun mengklaim kemampuan TNI AD tidak akan berkurang dan melemah karena membuka diri untuk fungsi teritorial. "Kami tetap mengasah, meningkatkan dan memelihara kemampuan profesionalisme prajurit," imbuhnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us