Kemenag Terbitkan Edaran Salat Idul Adha, Begini Aturannya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 15 Tahun 2021 tentang Penerapan Protokol Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Salat Hari Raya Idul Adha dan Pelaksanaan Kurban Tahun 1442 H/2021 M di tengah pandemik COVID-19.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, Surat Edaran itu diterbitkan untuk memberi rasa aman kepada umat Islam.
"Dalam penyelenggaraan Salat Hari Raya Idul Adha dan pelaksanaan Kurban tahun 1442 H/2021 M di tengah pandemik COVID-19, yang belum terkendali dan munculnya varian baru," ujar Yaqut dalam keterangan resminya, Rabu (23/6/2021).
SE tersebut dimaksudkan sebagai panduan untuk pencegahan, pengendalian, dan memutus mata rantai penyebaran COVID-19, pada semua zona risiko penyebaran COVID-19 dalam rangka melindungi masyarakat.
Baca Juga: MUI : Salat Idul Adha Berjamaah di Zona Merah Tidak Diperkenankan
1. Salat Hari Raya Idul Adha ditiadakan untuk zona merah dan oranye, ini aturan di zona aman
Dalam surat edaran tersebut tertulis Salat Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijjah 1442 H/2021 M di lapangan terbuka atau di masjid/musala pada daerah Zona Merah dan Oranye ditiadakan.
Salat Idul Adha di lapangan terbuka atau di masjid/musala hanya diperbolehkan bagi daerah yang dinyatakan aman dari COVID-19 atau di luar zona merah dan oranye dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Salat Hari Raya Idul Adha dilaksanakan sesuai dengan rukun salat dan penyampaian Khutbah Idul Adha secara singkat, paling lama 15 menit.
b. Jemaah Salat Hari Raya Idul Adha yang hadir paling banyak 50 persen dari kapasitas tempat agar memungkinkan untuk menjaga jarak antarshaf dan antarjemaah.
c. Panitia Salat Hari Raya Idul Adha diwajibkan menggunakan alat pengecek suhu tubuh dalam rangka memastikan kondisi sehat jemaah yang hadir
d. Bagi lanjut usia atau orang dalam kondisi kurang sehat, baru sembuh dari sakit atau dari perjalanan, dilarang mengikuti Salat Hari Raya Idul Adha di lapangan terbuka atau masjid.
e. Seluruh jemaah agar tetap memakai masker dan menjaga jarak selama pelaksanaan Salat Hari Raya Idul Adha sampai selesai.
f. Setiap jemaah membawa perlengkapan salat masing-masing seperti sajadah, mukena, dan lain-lain.
g. Khatib diharuskan menggunakan masker dan faceshiled pada saat menyampaikan khutbah Salat Hari Raya Idul Adha.
h. Seusai pelaksanaan Salat Hari Raya Idul Adha, jemaah kembali ke rumah masing-masing dengan tertib dan menghindari berjabat tangan dengan bersentuhan secara fisik.
Namun, sebelum menggelar Salat Hari Raya Idul Adha di lapangan terbuka atau masjid/musala, panitia Hari besar Islam atau panitia Salat Hari Raya Idul Adha wajib berkoordinasi dengan pemerintah daerah, satuan tugas penanganan COVID-19, dan unsur keamanan setempat, untuk mengetahui informasi status zonasi.
Serta menyiapkan tenaga pengawas agar standar protokol kesehatan COVID-19 dijalankan dengan baik, aman, dan terkendali.
2. Malam takbiran dapat dilaksanakan di semua masjid/musala dengan ketentuan tertentu
Malam takbiran menyambut Hari Raya Idul Adha dapat dilaksanakan di semua masjid/musala, namun dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dilaksanakan secara terbatas paling banyak 10 persen dari kapasitas masjid/musala, dengan memperhatikan standar protokol kesehatan COVID-19 secara ketat, seperti menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan mengindari kerumunan.
b. Kegiatan takbir keliling dilarang untuk mengantisipasi keramaian atau kerumunan
c. Kegiatan takbiran dapat disiarkan secara virtual dari masjid dan musala sesuai ketersediaan perangkat telekomunikasi di masjid dan musala.
3. Pelaksanaan kurban berlangsung dalam waktu tiga hari
Pelaksanaan kurban ketentuannya juga diatur dalam surat edaran, adapun ketentuan pelaksanaan kurban sebagai berikut:
a. Penyembelihan hewan kurban berlangsung dalam waktu tiga hari, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah untuk menghindari kerumunan warga di lokasi pelaksanaan kurban.
b. Pemotongan hewan kurban dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan Ruminasia (RPH-R). Dalam hal keterbatasan jumlah dan kapasitas RPH-R pemotongan hewan kurban dapat dilakukan di luar RPH-R dengan protokol kesehatan yang ketat.
c. Kegiatan penyembelihan, pengulitan, pencacahan daging, dan pendistribusian daging kurban kepada warga masyarakat yang berhak menerima wajib memperhatikan penerapan protokol kesehatan secara ketat, seperti penggunaan alat tidak boleh secara bergantian.
d. Kegiatan pemotongan hewan kurban hanya boleh dilakukan oleh panitia pemotongan hewan kurban dan disaksikan oleh orang yang berkurban.
e. Pendistribusian daging kurban dilakukan langsung oleh panitia kepada warga di tempat tinggal masing-masing dengan meminimalkan kontak fisik satu sama lain.
4. Pelaksanaan ketentuan dalam SE menyesuaikan kondisi tempat
Pelaksanaan SE ini, kata Yaqut, menyesuaikan dengan kondisi setempat dalam hal terjadi perkembangan ekstrem COVID-19, seperti terdapat peningkatan yang signifikan angka positif COVID-19 dan adanya mutasi varian baru COVID-19 di suatu daerah.
Selain itu, pelaksanaan SE dipantau oleh pejabat Kemenag di tingkat pusat secara hierarkis melalui instansi vertikal yang ada di bawahnya. Edaran ini ditujukan kepada Ditjen Bimas Islam, Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kankemenag Kab/Kota, Kepala KUA Kecamatan, pimpinan ormas Islam, pengurus masjid dan musala, panitia peringatan hari besar Islam, serta masyarakat muslim di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Kisah Nabi Ibrahim Diperintah Sembelih Ismail, Asal Mula Idul Adha