Wacana Pilkada Dipilih DPRD Tidak Cocok dengan Sistem di Indonesia

- Djayadi Hanan menilai wacana Prabowo agar kepala daerah dipilih melalui DPRD tidak cocok dengan sistem demokrasi Indonesia.
- Prabowo mengusulkan kepala daerah dipilih oleh DPRD sebagai solusi atas biaya besar dan efisiensi pemilihan kepala daerah di Indonesia.
Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, menilai wacana yang diusulkan Presiden Prabowo Subianto agar kepala daerah dipilih melalui DPRD tidak cocok dengan sistem yang saat ini berjalan di Indonesia.
Akademisi Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) itu mengkritisi pernyataan Prabowo yang mencontohkan kepala daerah dipilih DPRD sudah berjalan di negara seperti India, Singapura, dan Malaysia.
Padahal, kata Djayadi, Singapura dan Malaysia bukan tergolong negara demokrasi seperti yang dianut Indonesia sehingga perbandingan yang dilontarkan tidak setimpal.
"Yang disampaikan oleh Pak Prabowo itu kemarin kan dia mencontohkan India, Singapura, Malaysia, ya, ada dua isu di situ. Pertama, menurut saya, Singapura dan Malaysia belum tergolong ke dalam negara demokrasi ya. Jadi contohnya itu tidak apple to apple dengan Indonesia," ucap Djayadi dalam acara Indonesia Electoral Reform Outlook Forum 2024 yang diselenggarakan Perludem di Jakarta, Rabu (18/12/2024).
1. Negara yang dicontohkan Prabowo menganut sistem parlementer

Selain itu, kata dia, negara yang dicontohkan Prabowo menganut sistem parlementer. Sejak awal rakyatnya tahu ketika mereka milih DPR, nantinya DPR itu akan memilih pimpinan pemerintahan. Dengan begitu, rakyat juga memahami pimpinan pemerintahannya yang terpilih akan berasal dari politisi yang terpilih.
"Nah kalau di kita (Indonesia) kan rakyat gak tahu bahwa nanti mereka akan memilih kan gak dikasih tahu. Lalu siapa itu yang akan dipilih kan gak tahu. Kalau misalnya di sistem parlementer memang milihnya DPR, tapi kita tahu salah satu di antara mereka akan menjadi kepala pemerintahan," ucap dia.
2. Dikhawatirkan menimbulkan polemik

Oleh sebab itu, Djayadi meyakini, apabila sistem kepala daerah dipilih oleh DPRD, maka berpotensi menimbulkan polemik terkait mekanisme demokrasi perwakilan.
Ia mengusulkan, apabila berniat mengubah sistem pemilihan kepala daerah, maka pemerintah harus mengganti sistem di Indonesia dari presidensial menjadi parlementer.
"Tapi kalau pakai pola seperti yang tidak langsung sebagaimana wacana itu, pernah diterapkan di Indonesia tahun 2000 sampai 2005, itu rakyat milih anggota DPR. Itu rakyat tahu bahwa anggota DPR akan memilih kepala daerah, tapi mereka nggak tahu siapa kepala daerahnya, berasal dari mana dia," kata dia.
"Dengan demikian ada problem dalam pengertian democratik representatif, kecuali kalau memang sistem kita diubah jadi sistem parlementer," ucap dia.
3. Usul Prabowo soal kepala daerah dipilih DPRD

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengakui perlu ada evaluasi dalam sistem politik Indonesia, termasuk dalam hal pemilihan kepala daerah. Ia pun mengusulkan agar kepala daerah seperti gubernur dan bupati dipilih oleh DPRD.
Usulan itu merespons pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia yang menyoroti pelaksanaan Pilkada 2024 seperti pilkades. Oleh karena itu, Bahlil menyarankan agar perlu evaluasi yang menyeluruh terkait demokrasi Indonesia di masa yang akan datang.
Gayung bersambut, Prabowo juga mengakui pelaksanaan pilkada di Indonesia membutuhkan biaya yang sangat besar, baik yang dikeluarkan oleh negara maupun partai politik itu sendiri.
Prabowo pun mengajak seluruh pihak untuk memikirkan dengan cermat untuk merevisi sistem politik Indonesia. Ia lantas membandingkannya dengan beberapa negara lain, seperti Malaysia, Singapura hingga India yang pelaksanaan pemilunya dianggap efisien.
"Saya lihat negara tetangga kita efisien Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, ya sudah DPRD itu lah yang milih gubernur bupati. Efisien tidak keluar duit keluar duit," kata Prabowo, di SICC, Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024).