Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Wamenag Ingin Lahirkan Santri yang Kuasai Agama dan Teknologi

Kementerian Agama (Kemenag) menggelar halaqah penguatan kelembagaan Direktorat Jenderal Pesantren di UIN Walisongo Semarang (dok. Kemenag)
Kementerian Agama (Kemenag) menggelar halaqah penguatan kelembagaan Direktorat Jenderal Pesantren di UIN Walisongo Semarang (dok. Kemenag)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Agama (Kemenag) menggelar halaqah penguatan kelembagaan Direktorat Jenderal Pesantren di UIN Walisongo Semarang. Wakil Menteri Agama (wamenag), Romo Muhammad Syafi'i, mengatakan pesantren harus bisa menyesuaikan kondisi zaman.

Menurutnya, pesantren di era kekinian harus bisa berjalan antara ilmu agama dan teknologi.

“Pesantren adalah peradaban, dengan Ditjen Pesantren, kita ingin melahirkan generasi yang menguasai agama sekaligus memimpin teknologi. Tradisi keilmuan harus berjalan seiring dengan inovasi,” ujar Wamenag dilansir dari laman resmi Kemenag, Kamis (27/11/2025).

1. Negara harus bisa membuka ruang bagi lulusan pesantren

Ilustrasi santri (dok. Kemenag)
Ilustrasi santri (dok. Kemenag)

Romo Syafi'i juga menyoroti peran vital santri maupun alumni dalam pembentukan opini publik, riset, serta pengambilan keputusan di berbagai bidang. Negara berkewajiban membuka akses lebih luas bagi lulusan pesantren guna mengisi sektor-sektor strategis sesuai kapasitas keilmuan mereka.

Ketua Rabitah Ma'ahid Islami PWNU Jawa Tengah, KH. A. Fadhullah Turmudzi, menyoroti urgensi pengakuan terhadap lulusan pesantren. Secara khusus, Fadhullah menyebut lulusan Ma’had Aly dengan kapasitas keilmuan mumpuni namun belum terserap optimal di ranah publik.

“Rekognisi terhadap alumni pesantren harus menjadi perhatian lebih. Selama ini belum maksimal. Alumni Ma’had Aly harus mengisi ruang publik sesuai kapasitas keilmuan. Kemenag harus memberi ruang dan fasilitas bagi mereka,” kata Fadhullah.

2. Ada perbedaan santri masa lalu dan masa kini

Ilustrasi santri di Pondok Pesantren Al Falah Ploso. (Dok. Pemkab Kediri)
Ilustrasi santri di Pondok Pesantren Al Falah Ploso. (Dok. Pemkab Kediri)

Ia menilai lulusan pesantren memiliki kesiapan peran lebih dari sekadar berdakwah, melainkan juga sebagai analis kebijakan, peneliti, konsultan syariah, pendidik publik, hingga fasilitator moderasi beragama. Oleh sebab itu, Kemenag perlu mendorong sistem penyetaraan, akses lapangan kerja, serta ruang aktualisasi lebih luas.

Pada sesi selanjutnya, Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah, KH Ubaidillah Shodaqah, memberikan pandangan mendalam terkait dampak teknologi terhadap pembelajaran. Ia mengingatkan tentang kemudahan akses informasi semestinya berjalan beriringan dengan kedalaman adab serta kontrol moral.

“Sesuatu yang dicapai dengan mudah akan hilang dengan mudah. Teknologi membantu, tetapi jangan sampai membuat tumpul dan menghilangkan semangat dalam mengkaji,” ucap kiai yang akrab disapa Mbah Ubed.

Mbah Ubed menjelaskan, perbedaan kondisi santri masa lalu yang memerlukan ketekunan tinggi demi mencari satu referensi kitab. Kondisi kini berbeda karena aplikasi digital memungkinkan pencarian cukup melalui kata kunci. Kemudahan tersebut hendaknya berfungsi sebagai alat bantu, bukan pengganti mujahadah atau kesungguhan.

Mbah Ubed meminta ruang digital terisi oleh suara pesantren. Santri berkewajiban mengambil peran dalam produksi konten keislaman sehat, moderat, serta berakar pada tradisi keilmuan pesantren.

“Santri dan pesantren harus mengisi ruang digital dengan konten kepesantrenan. Jangan biarkan ruang itu kosong dan diisi pihak yang tidak memahami pesantren,” kata dia.

3. Santri harus bisa mengontrol moral

Ilustrasi santri (dok. Kemenag)
Ilustrasi santri (dok. Kemenag)

Pembahasan berlanjut pada tantangan baru penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam proses belajar. Keterbukaan informasi tetap memerlukan batasan etika, maqashid syariah, serta bimbingan moral.

Menurut pandangan Mbah Ubed, tantangan terbesar saat ini bukan lagi soal akses pengetahuan. Isu utama justru terletak pada upaya menjaga moral, adab, serta tujuan belajar demi mencegah penyimpangan dari nilai-nilai pesantren.

“Tugas kita hari ini adalah mengontrol moral. Ilmu bisa didapat di mana saja, tetapi adab dan bimbingan kyai tidak bisa digantikan,” ujar dia.

Share
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us

Latest in News

See More

Polri Akan Studi Banding ke Inggris untuk Belajar Penanganan Demo

27 Nov 2025, 15:47 WIBNews