Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

10 Jam Tanpa Serangan Israel di Gaza, Buka Aliran Bantuan

anak-anak di Gaza berdesakan mengantri makanan. (Ashraf Amra, CC BY-SA 4.0 <https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0>, via Wikimedia Commons)
anak-anak di Gaza berdesakan mengantri makanan. (Ashraf Amra, CC BY-SA 4.0 <https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0>, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Jeda harian militer Israel di Gaza hanya berlaku di tiga area padat penduduk.
  • Kebijakan jeda dinilai tidak cukup. Jeda juga bukan gencatan senjata.
  • Serangan Israel masih terus berlanjut di wilayah lain dan menewaskan 27 warga Palestina di luar area jeda.

Jakarta, IDN Times - Militer Israel mengumumkan jeda taktis harian pada aktivitas militernya di sebagian wilayah Gaza. Jeda ini berlaku setiap hari selama sepuluh jam, mulai pukul 10.00 hingga 20.00 waktu setempat.

Kebijakan diterapkan di tiga area padat penduduk, yakni Kota Gaza, Deir al-Balah, dan kawasan al-Mawasi untuk memfasilitasi peningkatan jumlah bantuan kemanusiaan yang masuk.

Saat ini, Israel menghadapi tekanan global akibat krisis kelaparan parah yang melanda Gaza. Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan pihaknya hanya akan menyalurkan bantuan dalam jumlah terbatas, dilansir Al Jazeera, pada Minggu (27/7/2025).

1. Jeda bukan berarti gencatan senjata

Militer Israel menyatakan akan tetap melanjutkan operasi di wilayah lain untuk melawan Hamas. Sementara itu, truk-truk bantuan dari Mesir serta Yordania mulai bergerak masuk melalui perlintasan darat.

Selain jalur darat, bantuan juga disalurkan melalui udara oleh Israel, Yordania, dan Uni Emirat Arab. Namun, metode ini dikritik oleh lembaga bantuan dan warga karena dianggap tidak efisien serta telah menyebabkan korban jiwa.

Melansir NBC, Program Pangan Dunia (WFP) memiliki stok makanan yang cukup untuk memberi makan seluruh populasi Gaza selama hampir tiga bulan. Namun, menurut WFP, Gaza memerlukan gencatan senjata agar bantuan dapat sampai ke semua warga yang membutuhkan.

Sebelumnya, pihak PBB dan lembaga lain kerap mengeluhkan hambatan birokrasi Israel yang mengakibatkan ribuan truk bantuan menumpuk di perbatasan.

2. Kebijakan jeda dinilai tidak cukup

Warga Palestina di Gaza merespons pengumuman ini dengan skeptis. Mereka mengungkap belum ada perubahan signifikan pada ketersediaan barang pokok atau penurunan harga di pasar.

Seorang dokter menyatakan, Rumah Sakit al-Nasser belum menerima pasokan medis vital. Suplemen gizi untuk merawat pasien anak yang kekurangan gizi menjadi salah satu kebutuhan yang paling dibutuhkan rumah sakit.

Krisis ini terus memakan korban jiwa, dengan Kementerian Kesehatan Gaza mencatat sedikitnya 133 orang telah meninggal akibat malnutrisi. Dari jumlah tersebut, 87 korban di antaranya adalah anak-anak.

Organisasi kemanusiaan internasional menilai jeda ini tidak akan cukup untuk memperbaiki situasi kemanusiaan di Gaza.

"Apa yang dibutuhkan (Gaza) adalah pembukaan semua penyeberangan agar bantuan bisa masuk secara penuh, tanpa hambatan, dan aman di seluruh wilayah, serta gencatan senjata permanen. Apa pun yang kurang dari itu berisiko hanya menjadi gerakan taktis," kata Bushra Khalidi dari Oxfam, dilansir The Guardian.

3. Serangan Israel berlanjut di wilayah lain

Di luar area jeda, serangan Israel dilaporkan masih terus berlanjut dan menewaskan 27 warga Palestina. Setidaknya 17 orang tewas ketika menunggu kedatangan truk bantuan.

Di laut, Angkatan Laut Israel mencegat kapal bantuan "Handala" yang berupaya menembus blokade Gaza. Para aktivis di dalamnya ditahan dan seluruh kargo disita oleh pihak Israel.

Pihak Israel sendiri selalu membantah adanya kelaparan di Gaza dan menyebutnya sebagai hoaks. Mereka menuding kegagalan distribusi bantuan disebabkan oleh kelalaian pihak PBB.

Namun, seorang pejabat senior Hamas menilai penerapan jeda ini justru menjadi pengakuan Israel atas adanya kelaparan di Gaza. Ia menyebut tindakan ini bertujuan untuk memperbaiki citra Israel, bukan untuk menyelamatkan nyawa warga Gaza.

"Gencatan senjata (kemanusiaan) ini tidak akan berarti apa-apa jika tidak berubah menjadi kesempatan nyata untuk menyelamatkan nyawa. Setiap penundaan akan mengakibatkan lebih banyak kematian," ujar Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Gaza, Dr. Muneer al-Boursh, dilansir CBS.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us