Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

162 Tenaga Medis dari Gaza Masih Ditahan di Penjara Israel

ilustrasi tahanan penjara (pexels.com/Donald Tong)

Jakarta, IDN Times - Organisasi medis Palestina, Healthcare Workers Watch (HWW), menyatakan 162 tenaga kesehatan dari Gaza, termasuk beberapa dokter senior, masih ditahan di penjara Israel.

Direktur HWW, Muath Alser, mengatakan bahwa penahanan para dokter, perawat, paramedis dan tenaga kesehatan lainnya dari Gaza merupakan tindakan yang melanggar hukum internasional. Menurut organisasi tersebut, Israel telah menahan 339 petugas medis sejak meletusnya perang di Gaza pada Oktober 2023.

"Penargetan tenaga kesehatan oleh Israel dengan cara seperti ini berdampak buruk terhadap penyediaan layanan kesehatan bagi warga Palestina, menyebabkan penderitaan luas, banyak kematian yang sebenarnya bisa dicegah, serta penghapusan efektif seluruh spesialisasi medis," kata Alser, dilansir dari The Guardian.

1. Para dokter alami penyiksaan di penjara

Pengacara yang mewakili Hussam Abu Safiya, direktur Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza utara, pekan lalu diizinkan untuk pertama kalinya mengunjungi dokter tersebut di penjara Ofer, Ramallah. Dalam pertemuan itu, Abu Safiya mengaku disiksa, dipukuli, dan tidak diberikan perawatan medis sejak penangkapannya pada Desember 2024.

"Meskipun menyangkal semua tuduhan terhadapnya, dia dipukuli dengan tongkat listrik oleh tentara Israel untuk mendapatkan pengakuan darinya,” kata Samir al-Mana’ama, seorang pengacara dari Pusat Hak Asasi Manusia Al Mezan, dilansir dari Al Jazeera.

Tujuh dokter senior di Gaza juga memberikan kesaksian serupa dalam wawancara dengan The Guardian dan Arab Reporters for Investigative Journalism (ARIJ). Sebagian besar dari mereka ditangkap di dalam rumah sakit saat bekerja, sementara lainnya ditahan dari ambulans atau di pos pemeriksaan setelah diidentifikasi sebagai tenaga kesehatan. 

“Sejujurnya, tidak peduli seberapa banyak saya berbicara tentang apa yang saya alami di tahanan, itu hanya sebagian kecil dari apa yang sebenarnya terjadi,” kata Mohammed Abu Selmia, direktur rumah sakit al-Shifa, yang ditahan selama 7 bulan di penjara Israel sebelum dibebaskan tanpa dakwaan.

“Saya berbicara tentang pemukulan dengan pentungan, dipukul dengan popor senjata, dan diserang oleh anjing. Hampir tidak ada makanan, tidak ada kebersihan pribadi, tidak ada sabun di dalam sel, tidak ada air, tidak ada toilet, tidak ada tisu toilet. Saya melihat orang-orang sekarat di sana. Saya dipukuli dengan sangat parah hingga tidak bisa menggunakan kaki atau berjalan. Tidak ada satu hari pun yang berlalu tanpa penyiksaan," ungkapnya.

2. PBB desak Israel agar bebaskan tenaga medis yang ditahan secara sewenang-wenang

Direktur Jenderal Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengecam penahanan tenaga medis yang dilakukan oleh Israel, dan menyatakan keprihatinan mendalam terhadap kesejahteraan mereka.

Berdasarkan Konvensi Jenewa, dokter seharusnya dilindungi selama konflik dan harus diizinkan untuk terus memberikan perawatan medis kepada mereka yang membutuhkan.

“Tenaga kesehatan, fasilitas tempat mereka bekerja, dan pasien yang mereka rawat tidak boleh menjadi sasaran. Faktanya, berdasarkan hukum humaniter internasional, mereka harus dilindungi secara aktif," kata Tedros.

Kantor hak asasi manusia PBB (UNOCH) juga mendesak Israel untuk segera membebaskan tenaga medis yang ditahan secara sewenang-wenang, dan mengakhiri semua praktik yang mengarah pada penghilangan paksa, penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya.

Sejauh ini, dua dokter senior di Gaza, Iyad al-Rantisi, konsultan dokter kandungan dan ginekolog di rumah sakit Kamal Adwan, dan Adnan al-Bursh, kepala departemen ortopedi di rumah sakit al-Shifa, telah meninggal dalam tahanan Israel.

Menurut keterangan mantan tahanan Palestina, Bursh tewas akibat penyiksaan dan mengalami kekerasan seksual yang parah beberapa jam sebelum kematiannya.

3. Israel klaim bahwa rumah sakit di Gaza dijadikan markas Hamas

Israel selalu membela serangannya terhadap sistem kesehatan di Gaza dengan mengklaim bahwa Hamas menggunakan rumah sakit sebagai pusat komando militer. Berdasarkan hukum internasional, fasilitas kesehatan dapat kehilangan status perlindungannya dan menjadi target militer jika digunakan untuk tindakan yang berbahaya oleh musuh.

Namun, Komisaris tinggi PBB untuk hak asasi manusia, Volker Turk, mengatakan bahwa hingga saat ini, Israel belum memberikan bukti yang mendukung tuduhan tersebut.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan bahwa operasi militer di Gaza bertujuan memulihkan keamanan bagi warga Israel, membawa pulang para sandera dan mencapai tujuan perang sambil tetap berpedoman pada hukum internasional. Mereka juga mengklaim bahwa setiap tahanan diberikan pakaian yang layak, kasur, makanan dan minuman secara teratur, serta akses ke perawatan medis.

“IDF bertindak sesuai dengan hukum Israel dan internasional untuk melindungi hak-hak para tahanan di fasilitas penahanan dan interogasi,” kata IDF, seraya menambahkan bahwa mereka juga menyelidiki kasus kematian tahanan di dalam penjara.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us