Banjir Bandang Landa Kota Tua Hoi An Vietnam, Tewaskan 35 Orang

- Ribuan rumah terendam, hewan ternak tersapu arus
- Hoi An lumpuh, berubah jadi ‘kota air’
- Banjir ekstrem jadi bukti nyata krisis iklim
Jakarta, IDN Times - Banjir besar melanda wilayah tengah Vietnam pada Minggu (2/11/2025) dan menewaskan sebanyak 35 orang. Otoritas penanggulangan bencana Vietnam menyebut lima orang lainnya masih hilang akibat curah hujan ekstrem yang memicu banjir terparah dalam beberapa dekade terakhir.
Hujan deras mulai mengguyur provinsi pesisir tengah Vietnam sejak akhir pekan lalu, dengan curah mencapai rekor 1,7 meter hanya dalam 24 jam. Korban jiwa dilaporkan berasal dari provinsi Hue, Da Nang, Lam Dong, dan Quang Tri, menurut laporan Vietnam Disaster and Dyke Management Authority (VDDMA)..
Kota tua Hoi An, yang menjadi situs warisan dunia UNESCO, kini terendam air setinggi pinggang. Sungai Thu Bon yang melintasi kota meluap hingga mencapai level tertinggi dalam 60 tahun terakhir.
"Semua orang masih syok setelah banjir ini. Kami sudah bersiap, tapi tak menyangka air akan naik setinggi itu," kata warga Hoi An, Chuong Nguyen, dilansir dari Channel News Asia.
Dia menyarakan banyak rumah tak sempat menyelamatkan barang-barang berharga karena air naik begitu cepat.
"Banyak yang merasa putus asa karena kerusakan sangat parah," ujarnya.
1. Ribuan rumah terendam, hewan ternak tersapu arus
Data dari VDDMA mencatat lebih dari 16.500 rumah masih terendam hingga hari ini. Selain itu, lebih dari 40 ribu hewan ternak dan unggas tersapu banjir, serta 5.300 hektare lahan pertanian terendam air.
Kementerian Lingkungan Hidup Vietnam menyebut, sejak awal pekan, sudah lebih dari 100 ribu rumah terdampak dan 150 tanah longsor terjadi di berbagai wilayah pegunungan. Foto-foto yang beredar di media sosial menunjukkan warga Hoi An dan Hue menavigasi jalanan dengan perahu kayu, sementara toko-toko dan rumah-rumah ditutup total.
Beberapa wilayah di Quang Nam dan Da Nang juga dilaporkan kehilangan akses listrik dan komunikasi sejak Jumat malam waktu setempat (31/10/2025). Pemerintah daerah menyiapkan tempat penampungan sementara bagi ribuan warga yang mengungsi. Otoritas setempat memperingatkan bahwa debit air sungai utama masih tinggi dan risiko longsor di daerah pegunungan belum menurun.
2. Hoi An lumpuh, berubah jadi kota air
Kota tua Hoi An, yang biasanya ramai oleh wisatawan mancanegara, kini berubah menjadi kota sunyi yang hanya bisa dilalui dengan perahu. Bangunan kuno dan rumah kayu di tepi sungai tenggelam hingga setengah dinding. Beberapa warga memindahkan barang ke lantai dua rumah untuk menyelamatkan sisa harta bendanya.
"Banjir kali ini benar-benar berbeda. Saya tinggal di sini seumur hidup, tapi belum pernah melihat air setinggi ini," kata pedagang suvenir lokal, Le Thi Hoa.
Pemerintah kota Hoi An mengatakan butuh waktu lama untuk memulihkan kerusakan di kawasan bersejarah yang menjadi magnet pariwisata tersebut. Beberapa bangunan berusia ratusan tahun kini terancam runtuh karena fondasi terendam air terlalu lama.
Kementerian Kebudayaan Vietnam juga telah mengirim tim konservasi untuk menilai dampak banjir terhadap struktur bersejarah dan cagar budaya di kawasan tersebut.
3. Banjir ekstrem jadi bukti nyata krisis iklim
Para ilmuwan menilai intensitas hujan yang memicu banjir besar ini tak lepas dari dampak perubahan iklim. Menurut mereka, pemanasan global membuat badai tropis dan curah hujan ekstrem semakin sering terjadi di Asia Tenggara.
"Vietnam berada di salah satu wilayah paling aktif secara siklon tropis di dunia. Ketika suhu laut naik, potensi badai besar juga meningkat," kata pakar iklim regional, Nguyen Minh, kepada media lokal.
Biasanya, Vietnam menghadapi sekitar 10 badai atau topan tropis setiap tahun, tetapi pada 2025 jumlahnya sudah mencapai 12. Sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, bencana alam di Vietnam, termasuk badai, banjir, dan longsor, telah menewaskan atau membuat hilang 187 orang, dengan total kerugian ekonomi mencapai lebih dari 610 juta dolar AS.
Pemerintah Vietnam kini menyerukan kerja sama internasional untuk memperkuat sistem peringatan dini dan adaptasi perubahan iklim, agar bencana seperti ini tidak terus berulang dengan dampak sebesar sekarang.


















