Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

BRICS Kompak Lawan Dominasi Dagang AS dalam KTT Brasil

Foto para Pemimpin dari KTT BRICS ke-9 di Xiamen, China, pada 04 September 2017.( Foto: Beto Barata/PR, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)
Foto para Pemimpin dari KTT BRICS ke-9 di Xiamen, China, pada 04 September 2017.( Foto: Beto Barata/PR, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Menlu BRICS serukan penguatan kerja sama multilateral di tengah gejolak ekonomi global akibat kebijakan dagang AS.
  • BRICS perlu memimpin dengan memberi contoh, sementara Brasil menunda rencana mata uang tunggal demi fokus pada perdagangan lokal.
  • Menlu China dan Rusia sepakat untuk memperkuat kemitraan guna mempercepat perubahan dalam tatanan global.

Jakarta, IDN Times – Para Menteri Luar Negeri (Menlu) BRICS menyerukan penguatan kerja sama multilateral di tengah gejolak ekonomi global yang diperparah kebijakan dagang Amerika Serikat (AS). Seruan ini disampaikan saat pertemuan BRICS di Istana Itamaraty, Rio de Janeiro, Senin (28/4/2025). Mereka menyebut blok ini harus menjadi kekuatan positif di dunia yang makin terfragmentasi.

Menlu Brasil Mauro Vieira mengatakan bahwa jalan menuju perdamaian tidaklah mudah dan BRICS harus memimpin dengan memberi contoh.

“BRICS harus memimpin dengan memberi contoh, menegaskan kepercayaan kami pada dunia multipolar di mana keamanan adalah hak semua orang, bukan hak istimewa segelintir orang,” kata Vieira, dikutip dari South China Morning Post, Rabu (30/4/2025).

Vieira juga menyampaikan bahwa perluasan anggota BRICS kini mencerminkan hampir separuh populasi dunia dan sekitar 40 persen PDB global. Ia menyebut keberagaman geografis dan budaya BRICS menjadikannya unik untuk mendorong stabilitas.

1. China dan Rusia tekankan kerja sama di sela-sela forum

Di sela-sela pertemuan, Menlu China Wang Yi dan Menlu Rusia Sergey Lavrov mengadakan pertemuan bilateral. Keduanya sepakat untuk memperkuat kemitraan guna mempercepat perubahan dalam tatanan global. Wang memuji solidaritas antarnegaranya dan menyebut BRICS sebagai kekuatan pembentuk sistem pemerintahan global yang lebih adil.

Lavrov menambahkan bahwa negara-negara BRICS dan Organisasi Kerja Sama Shanghai kini berada di garis depan dalam perjuangan menuju keadilan dan kesetaraan global. Komitmen itu disebut mencerminkan transformasi geopolitik yang sedang berlangsung.

Pertemuan tersebut digelar di tengah kekecewaan Presiden AS Donald Trump terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, usai serangan rudal Moskow ke Kyiv meski negosiasi perdamaian masih berlangsung.

2. India absen karena serangan di Kashmir, Pakistan disorot

Menlu India Subrahmanyam Jaishankar tidak hadir dalam forum, digantikan perwakilan BRICS dari New Delhi, Dammu Ravi. Ketidakhadirannya terjadi saat India tengah merespons serangan bersenjata mematikan di Kashmir yang menewaskan lebih dari 25 orang.

Farwa Aamer dari Asia Society menilai absennya Jaishankar kemungkinan merupakan sinyal politik terhadap China, mengingat negara itu baru-baru ini menyatakan dukungan terhadap Pakistan. Aamer juga menyebut Kashmir kini jadi sorotan penting, meskipun isu perdagangan mendominasi pertemuan.

Namun menurut Sarang Shidore dari Quincy Institute, ketidakhadiran India bukanlah sinyal ke BRICS, melainkan respons atas krisis domestik. Ia mengatakan bahwa BRICS bukan aliansi keamanan dan anggotanya cenderung menghindari isu bilateral dalam agenda resmi.

3. Brasil tolak mata uang tunggal, fokus ke perdagangan lokal

Brasil memilih menunda rencana mata uang tunggal BRICS demi fokus pada promosi perdagangan dengan mata uang lokal. Langkah ini bertujuan mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.

Sementara itu, BRICS sedang merundingkan komunike bersama yang diperkirakan akan mengecam kebijakan sepihak AS. Meski China disebut ingin bahasa yang lebih tegas, dokumen final diprediksi tetap menghindari nada konfrontatif.

Isu pembiayaan iklim juga mengemuka dalam pertemuan tersebut. Brasil mendesak negara-negara maju agar menunaikan tanggung jawab pendanaan iklim dan tidak mengalihkan beban kepada negara berkembang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us