Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Demo Mahasiswa Berlanjut di Bangladesh, 17 Orang Tewas

Potret Bangladesh (pixabay.com/rahmatullah77)
Potret Bangladesh (pixabay.com/rahmatullah77)
Intinya sih...
  • Mahasiswa bentrok dengan kepolisian di Dhaka terkait sistem kuota pekerjaan pemerintah.
  • Korban tewas akibat bentrokan meningkat menjadi 17 orang, sementara otoritas memblokir layanan seluler.
  • Protes mahasiswa atas kuota pekerjaan sektor publik telah berlangsung berminggu-minggu dan menimbulkan kekerasan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ribuan mahasiswa yang membawa tongkat serta batu bentrok dengan kepolisian Bangladesh di ibu kota Dhaka sejak dua hari lalu, usai unjuk rasa besar-besaran di negara tersebut terkait dengan sistem kuota pekerjaan pemerintah.

Dilansir Al Jazeera, Jumat (19/7/2024), korban tewas pun meningkat menjadi 17 orang per tadi malam usai bentrok terbaru, lantaran otoritas setempat memblokir layanan seluler di sebagian Bangladesh.

Sebanyak 11 orang yang tewas ada di Dhaka, sementara sisanya ada di sejumlah kota di negara tersebut seperti di Narayanganj serta Chittagong.

1. Pengunjuk rasa akan tetap protes sampai tuntutan dipenuhi

Kekerasan pecah pada Rabu lalu, setelah pasukan keamanan dikerahkan di luar Dhaka University, ketika para mahasiswa meneriakkan yel-yel 'Kami tidak akan membiarkan darah saudara-saudara kami terbuang sia-sia'.

Sementara itu, koordinator protes antikuota, Nahid Islam, mengatakan polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet serta melemparkan granat suara ke arah para mahasiswa, ketika mereka berbaris membawa peti mati sebagai bentuk solidaritas terhadap pengunjuk rasa yang terbunuh.

2. Faktor pemicu protes mahasiswa di Bangladesh

Negara Asia Selatan tersebut telah diguncang protes selama berminggu-minggu atas kuota pekerjaan sektor publik, yang mencakup kuota pekerjaan 30 persen untuk anggota keluarga pejuang dalam perang kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan pada 1971.

Hal ini telah memicu kemarahan di kalangan mahasiswa yang menghadapi tingkat pengangguran kaum muda yang tinggi. Hampir 32 juta anak muda Bangladesh tidak bekerja atau bersekolah, dari total populasi 170 juta jiwa.

Saat ini, 56 persen pekerjaan pemerintah di Bangladesh disediakan berdasarkan berbagai kuota. Ini termasuk 10 persen untuk perempuan, 10 persen untuk orang-orang dari distrik terbelakang, 5 persen untuk masyarakat adat, dan 1 persen untuk penyandang disabilitas.

Demonstrasi pun meningkat setelah Hasina menolak tuntutan para pengunjuk rasa dan menyatakan bahwa masalah tersebut kini sedang dibawa ke pengadilan. Hasina juga melabeli para pengunjuk rasa yang menentang kuota sebagai 'razakar', yakni istilah yang digunakan untuk mereka yang diduga bekerja sama dengan tentara Pakistan selama perang kemerdekaan.

Protes berubah menjadi kekerasan pekan ini, ketika ribuan pengunjuk rasa antikuota di seluruh negeri bentrok dengan para anggota sayap mahasiswa partai Liga Awami yang berkuasa. Polisi melaporkan, 6 orang termasuk 3 mahasiswa tewas dalam bentrokan pada Selasa.

3. Protes terjadi di seluruh Bangladesh

Aksi unjuk rasa tersebut merupakan tantangan signifikan pertama bagi pemerintahan Hasina sejak ia mendapatkan masa jabatan keempatnya berturut-turut, pada Januari dalam sebuah pemilu yang diboikot oleh oposisi, Partai Nasionalis Bangladesh (BNP).

Menurut para ahli, kerusuhan tersebut terkait dengan stagnasi pertumbuhan lapangan kerja di sektor swasta, sehingga membuat pekerjaan di pemerintahan menjadi semakin sulit. Sementara itu, pekerjaan di sektor pemerintah menawarkan kenaikan upah secara teratur dan hak-hak istimewa lainnya.

Protes tidak hanya terjadi di Dhaka, ibu kota Bangladesh, tetapi juga di banyak tempat lain di seluruh negeri. Para mahasiswa memblokir jembatan dan menyebabkan kemacetan sepanjang 10 km.

Polisi menuturkan, mereka harus menembakkan gas air mata guna membubarkan para aktivis BNP, yang melemparkan batu dalam sebuah protes di Dhaka.

Share
Topics
Editorial Team
Aria Hamzah
Sunariyah Sunariyah
Aria Hamzah
EditorAria Hamzah
Follow Us