Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dianggap Hina Kerajaan, Kartunis Arab Saudi Dihukum 23 Tahun Penjara

ilustrasi palu hakim (unsplash.com/Tingey Injury Law Firm)
ilustrasi palu hakim (unsplash.com/Tingey Injury Law Firm)
Intinya sih...
  • Kartunis Arab Saudi, Mohammed al-Ghamdi dijatuhi hukuman 23 tahun penjara karena karyanya dianggap menghina kerajaan.
  • Al-Ghamdi bekerja untuk surat kabar Qatar, Lusail, dan ditangkap pada Februari 2018 serta dijatuhi hukuman 23 tahun penjara yang tidak dapat diajukan banding.
  • Pembela hak asasi manusia menuduh bahwa penguasa Arab Saudi meningkatkan pengawasan terhadap kebebasan berekspresi sejak berkuasa. Kasus Al-Ghamdi menjadi salah satu contoh penindasan tersebut.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Seorang kartunis Arab Saudi yang pernah bekerja untuk surat kabar Qatar dijatuhi hukuman 23 tahun penjara karena karyanya dianggap menghina kerajaan.

Mohammed al-Ghamdi, 48 tahun, menggambar dengan nama pena Al-Hazza. Beberapa karyanya menyajikan humor ringan tentang tantangan selama bulan suci Ramadhan, serta sesekali menyentuh isu politik di Timur Tengah. Namun, sebagaimana isi surat kabar berbahasa Arab di negara-negara Teluk, kartun politik harus berhati-hati dalam membahas penguasa otoriter di kawasan tersebut, bahkan dalam situasi yang paling kondusif sekalipun.

1. Ditangkap pada 2018

Dilansir Associated Press, al-Ghamdi bekerja untuk surat kabar Qatar, Lusail, ketika boikot diplomatik yang dipimpin oleh Arab Saudi terhadap Qatar dimulai pada 2017 dan berakhir pada 2021. Ia ditangkap pada Februari 2018.

Pengadilan Kriminal Khusus (SCC) Arab Saudi awalnya menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada al-Ghamdi atas sejumlah tuduhan, termasuk bahwa karyanya diduga menghina kerajaan. Namun, kasus tersebut dibuka kembali pada Desember 2023, dan ia dijatuhi hukuman 23 tahun penjara yang tidak dapat diajukan banding. Tidak ada pengacara yang hadir selama persidangannya. Ia saat ini ditahan di Penjara Pusat Dhahban di Jeddah.

“Situasi ini menggarisbawahi perlunya tindakan internasional yang mendesak untuk melindungi kebebasan artistik dan hak asasi manusia di Arab Saudi. Kasus al-Ghamdi menggambarkan iklim yang mengkhawatirkan di Arab Saudi, di mana tidak ada yang benar-benar aman; dia menjadi target hanya karena statusnya sebagai seorang seniman, tidak lebih dari itu,” kata SANAD, sebuah organisasi hak asasi manusia yang berbasis di Inggris.

2. Al-Ghamdi bantah karyanya menyinggung kerajaan

Al-Ghamdi sendiri membantah tuduhan bahwa karyanya menyinggung pemerintah Arab Saudi. Ia mengatakan kepada jaksa bahwa semua karikatur yang digunakan sebagai bukti berasal dari masa-masa ia bekerja di Lusail, bukan setelah dimulainya krisis diplomatik. Ia juga mengklaim bahwa beberapa bukti tersebut palsu.

“SANAD menegaskan bahwa meskipun hal ini terbukti, hal tersebut bukan merupakan kejahatan tetapi akan termasuk dalam kebebasan berekspresi yang dilindungi secara hukum,” kata kelompok hak asasi manusia tersebut.

Menurut SANAD, al-Ghamdi telah menghadapi banyak pelanggaran hak asasi manusia sejak penahanannya, termasuk penghilangan paksa selama berbulan-bulan, pembatasan kunjungan keluarga, perlakuan yang merendahkan martabat dan pengabaian medis.

Kelompok itu menambahkan bahwa seniman tersebut menderita diabetes sebelum penahanannya, dan kesehatannya kini semakin memburuk karena pengabaian medis. Al-Ghamdi merupakan ayah dari lima anak. Anak bungsunya lahir setelah ia ditahan.

3. Pangeran bin Salman dituding menekan kebebasan berekspresi

SCC, yang menjatuhkan vonis kepada al-Ghamdi, merupakan lembaga yudisial yang diperkenalkan setelah Mohammed bin Salman menjadi putra mahkota dan penguasa de facto Arab Saudi pada 2017.

Pembela hak asasi manusia di Arab Saudi menuduh bin Salman meningkatkan pengawasan terhadap kebebasan berekspresi sejak ia berkuasa, termasuk dengan mengenalkan SCC dan undang-undang kontra-terorisme yang telah dikritik oleh Human Rights Watch (HRW) karena definisi terorismenya yang terlalu luas.

Dua lembaga baru yang digunakan untuk menekan para aktivis, Presidensi Keamanan Negara dan Kantor Kejaksaan, juga didirikan melalui dekrit kerajaan pada tahun yang sama.

“Rezim Saudi terus melakukan penindasan sistematis dan pelanggaran hak asasi manusia. Kasus Mohammed al-Hazzaa adalah salah satu contoh penindasan terhadap kebebasan berekspresi di Arab Saudi, yang tidak luput dari siapa pun, termasuk para seniman," kata Samer Alshumrani, manajer operasi SANAD kepada Middle East Eye.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ernia Karina
EditorErnia Karina
Follow Us