Diduga Pesta Natal Saat Lockdown, Boris Johnson Dikecam

Jakarta, IDN Times - Downing Street, kantor dan kediaman resmi Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson, diduga telah menggelar pesta Natal pada tahun 2020 lalu. Padahal saat itu, Inggris sedang berada dalam penguncian level tiga.
Salah satu aturan level tiga adalah melarang diadakannya acara sosial yang melibatkan banyak orang. Tapi, ada tuduhan bahwa Downing Street menggelar pesta yang terdiri dari 40 hingga 50 orang untuk menandai Natal.
Kasus ini terungkap saat Allegra Stratton, sekretaris pers PM saat itu, dalam sebuah video yang beredar, dia tertawa dan bercanda tentang sebuah pesta di Downing Street selama penguncian COVID-19 Natal tahun lalu.
1. Keberadaan pesta Natal rahasia yang akhirnya bocor ke publik
Allegra Stratton, juru bicara PM Inggris yang telah mengundurkan diri, bercanda dalam sebuah siaran televisi ketika sedang berlatih melakukan konferensi pers. Dalam latihan tersebut, ada candaan yang dikeluarkan Stratton berkaitan dengan pesta di Downing Street, kantor dan kediaman PM, jelang Natal tahun lalu.
Saat itu, pemerintah Inggris sedang memperketat aturan dengan menerapkan penguncian level tiga, yang itu berarti pertemuan sosial sangat dilarang. Dugaan pesta yang dilakukan di Downing Street itu saat ini sedang dalam penyelidikan.
Dilansir CNN, setelah melakukan konfirmasi dengan beberapa pejabat Inggris, media tersebut menyimpulkan bahwa memang ada pertemuan pada tanggal 27 November dan 18 Desember tahun 2020.
PM Boris Johnson sendiri disebut memberikan pidato dadakan pada hari pertama dan menyebut pertemuan itu penuh sesak dengan orang-orang. Sumber lain juga mengonfirmasi bahwa orang-orang yang diundang dalam acara 18 Desember disuruh untuk membawa hadiah rahasia Sinterklas untuk dipertukarkan.
Dalam candaan Stratton yang disiarkan televisi, dia mengatakan bahwa pertemuan itu adalah "pesta fiktif ini adalah pertemuan bisnis dan tidak ada jarak sosial." Setelah itu, esok harinya Stratton menawarkan pengunduran diri dan sambil berlinang air mata mengatakan "Saya memahami kemarahan dan frustrasi yang dirasakan orang-orang" terkait candaan yang menimbulkan kekisruhan.
2. PM Boris Johnson sebut tidak ada pelanggaran aturan penguncian COVID-19 di Downing Street
PM Inggris Boris Johnson telah tersangkut banyak skandal selama lebih dari dua tahun menjabat. Tapi kali ini dianggap skandal yang paling parah.
Jika pesta sebelum dan menjelang Natal itu benar-benar dilakukan di Downing Street, maka akan banyak warga Inggris yang merasa kecewa dengan pemerintah. Sebab, saat itu Inggris sedang dalam penguncian level tiga dan orang-orang tidak bisa merayakan Natal, bahkan dengan tetangga dekat atau kerabat.
Beberapa anggota parlemen, termasuk dari konservatif yang mendukung Johnson juga marah dengan informasi yang beredar tersebut. Partai Buruh yang oposisi, lebih marah lagi.
Namun, menurut BBC, Downing Street terus bersikeras tidak ada pesta yang terjadi dan tidak ada peraturan penguncian COVID-19 yang dilanggar.
Saat ini penyelidikan tentang pesta tersebut sedang dilakukan dan PM Boris Johnson akan menghadapi pertanyaan tentang dugaan pelanggaran aturan itu di depan parlemen Inggris.
Mantan ketua Konservatif, Baroness Warsi, mengatkan bahwa jika tuduhan itu betul terbukti, maka setiap staf pemerintahan yang berada di pesta Natal itu harus mengundurkan diri. "Tidak ada jika, tidak ada tetapi," katanya dengan tegas.
3. PM Boris Johnson meminta maaf
Skandal yang saat ini menyandung Boris Johnson telah menimbulkan kemarahan banyak orang, tidak hanya publik Inggris tapi juga para pejabat pemerintah dan anggota parlemen.
Sebelumnya, Downing Street telah menghadapi beberapa skandal seperti tentang perbaikan apartemen, evakuasi kacau dari Afghanistan, dan mantan Menteri Kesehatan Matt Hancock yang melakukan kontak dengan mencium sekretarisnya pada bulan Juni lalu, ketika aturan COVID-19 mengharuskan orang melakukan jaga jarak sosial.
Skandal dugaan pesta di kantor sekaligus kediaman PM Boris Johnson kali ini benar-benar membuat marah oposisi, khususnya Partai Buruh. Pemimpin partai tersebut yang bernama Keir Starmer, menurut Reuters, menuduh Johnson "menganggap publik sebagai orang bodoh."
Petinggi Partai Nasional Skotlandia, Ian Blackford bahkan menyuruh Johnson untuk mengundurkan diri.
Dengan kekacauan dugaan pelanggaran yang terjadi di Downing Street, Johnson kemudian memintaa maaf. Dia mengatakan "saya meminta maaf tanpa syarat atas pelanggaran yang telah terjadi di seluruh negeri, dan saya meminta maaf atas kesan yang ditimbulkannya."
Dalam permintaan maafnya itu, Johnson menegaskan sekali lagi bahwa "saya telah berulang kali meyakinkan sejak tuduhan ini muncul, bahwa tidak ada pesta dan tidak ada aturan COVID yang dilanggar."