Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dikritik Trump, Zelenskyy Siap Ubah UU Ukraina Demi Pemilu

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy. (President Of Ukraine from Україна, Public domain, via Wikimedia Commons)
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy. (President Of Ukraine from Україна, Public domain, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Presiden Ukraina, Zelenskyy, siap mengubah undang-undang negaranya yang melarang pemilu selama masa perang.
  • Trump mendesak agar perang segera dihentikan dan mendorong Ukraina melepaskan sebagian wilayah ke Rusia sambil mengkritik komitmen demokrasi Zelenskyy.
  • Ukraina membutuhkan gencatan senjata guna menjamin keamanan pemilih dalam pemilu pascaperang, namun Putin menolak tanpa kesepakatan damai.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyatakan kesiapannya untuk mengubah undang-undang negaranya yang melarang pemilu selama masa perang. Langkah ini, katanya, bertujuan membantah tuduhan antidemokrasi sekaligus membuka jalan bagi jaminan keamanan yang lebih jelas dari AS dan Eropa.

Tekanan terhadap Zelenskyy semakin meningkat. Presiden Rusia Vladimir Putin menolak menandatangani perjanjian damai apa pun dengan Zelenskyy, yang ia sebut sebagai presiden ilegal.

Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendesak agar perang segera dihentikan, bahkan mendorong Ukraina melepaskan sebagian wilayah ke Rusia, sembari mengkritik komitmen demokrasi Zelenskyy.

“Mereka menggunakan perang untuk tidak mengadakan pemilu, tapi, uh, saya pikir rakyat Ukraina seharusnya punya pilihan itu. Dan mungkin Zelenskyy menang. Saya tidak tahu siapa yang akan menang. Tapi mereka sudah lama tidak mengadakan pemilu,” kata Trump dalam wawancara dengan POLITICO, Kamis (11/12/2025).

“Anda tahu, mereka bicara soal demokrasi, tapi sampai pada titik di mana itu bukan lagi demokrasi,” lanjutnya.

1. Zelenskyy: Tuduhan soal kursi kekuasaan itu absurd

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy. (commons.wikimedia.org/The Presidential Office of Ukraine, cc0)
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy. (commons.wikimedia.org/The Presidential Office of Ukraine, cc0)

Ukraina seharusnya menggelar pemilihan presiden pada 2024. Namun undang-undang melarang pemilu saat pemberlakuan darurat militer dan perang aktif karena Ukraina tidak dapat menjamin proses yang bebas, adil, dan aman—di tengah serangan rudal Rusia, pembatasan siaran TV, dan 20 persen wilayah yang masih diduduki.

“Isu pemilu di Ukraina adalah urusan rakyat Ukraina, bukan rakyat negara lain, dengan segala hormat kepada para mitra kita. Saya siap untuk pemilu. Saya mendengar bahwa saya pribadi mempertahankan kursi presiden, saya berpegang erat pada kekuasaan, dan ini konon menjadi alasan perang tidak berakhir. Ini, sejujurnya, cerita yang benar-benar absurd,” kata Zelenskyy kepada sejumlah jurnalis via pesan suara WhatsApp.

Menurut undang-undang Ukraina, masa jabatan presiden, parlemen, dan lembaga negara lainnya berlanjut hingga 30 hari setelah darurat militer dicabut, yang dimulai saat invasi Rusia pada 24 Februari 2022. Kiev telah mengkaji beberapa model pemilu pascaperang yang digunakan negara-negara Uni Eropa.

Zelenskyy menegaskan, siap mengubah undang-undang dan menggelar pemilu dalam 60–90 hari selama masa perang, tetapi memerlukan jaminan keamanan dari AS dan Eropa.

“Saya meminta para anggota parlemen menyiapkan usulan legislasi yang memungkinkan perubahan kerangka hukum dan undang-undang pemilu selama darurat militer, dan menyiapkannya untuk saya. Besok saya kembali ke Ukraina; saya mengharapkan usulan dari mitra kita, saya mengharapkan usulan dari anggota parlemen, dan saya siap mengikuti pemilu,” ujarnya.

2. Hambatan hukum, sikap Rusia dan risiko intervensi

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy dan Presiden AS, Donald Trump. (The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy dan Presiden AS, Donald Trump. (The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)

Untuk mengatasi hambatan hukum dan konstitusional, Ukraina membutuhkan gencatan senjata guna menjamin keamanan pemilih. Namun Putin berulang kali menolak gencatan senjata tanpa kesepakatan damai dan penyerahan wilayah.

“Jika diperlukan, pasal yang melarang pemilu dapat dicabut melalui pemungutan suara di parlemen, mayoritas sederhana dan dua kali pembacaan,” kata Igor Popov, pakar senior di Ukrainian Institute for the Future.

Parlemen Ukraina kemudian harus memutuskan mekanisme pemungutan suara bagi pengungsi di Eropa dan di dalam negeri, termasuk kemungkinan pemilu daring, yang membawa risiko besar peretasan oleh Rusia. Kampanye pemilu minimal harus berlangsung 90 hari.

Beberapa pakar Ukraina khawatir tekanan Trump agar Kiev segera menggelar pemilu bisa menjadi upaya mengganti pemimpin sah Ukraina, yang menang telak pada 2019, demi mendorong kesepakatan damai yang mengorbankan wilayah.

“Kami melihat adanya korelasi tertentu antara Donald Trump dan posisi Kremlin bahwa Ukraina membutuhkan pemimpin baru,” kata Olga Ajvazovska dari lembaga pemantau pemilu OPORA.

“Dalam pandangan dua pihak ini (AS dan Rusia), tampaknya mereka percaya bahwa harus ada presiden baru yang akan menandatangani dokumen perdamaian tertentu, dan bersedia menerima tuntutan yang tidak dapat diterima menurut kerangka konstitusional Ukraina maupun prinsip-prinsip perlindungan integritas teritorial dan kedaulatan,” tambahnya.

3. Pemilu bisa berbalik menguatkan Zelenskyy

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy. (President Of Ukraine, CC0, via Wikimedia Commons)
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy. (President Of Ukraine, CC0, via Wikimedia Commons)

Trump disebut hanya menekan soal pemilu presiden, tanpa mempertimbangkan bahwa Ukraina juga menunda pemilu legislatif pada 2023 dan pemilu lokal pada 2025. Draf rencana damai berisi 28 poin yang beredar dari tim Trump bahkan menuntut Ukraina menggelar pemilu dalam 100 hari setelah menandatangani kesepakatan—intervensi langsung terhadap kedaulatan negara.

“Soalnya, fokusnya diarahkan pada perubahan kepemimpinan Ukraina, yang dipersonifikasikan pada Zelenskyy. Tapi di sini Anda harus memahami masyarakat Ukraina dengan lebih baik. Sementara Trump cukup jauh dari realitas Ukraina,” kata Ajvazovska.

Jika pemilu benar-benar digelar, hasilnya belum tentu seperti yang diharapkan pihak yang ingin mengganti Zelenskyy. Meski popularitasnya turun akibat skandal korupsi energi bulan lalu, ia masih menjadi tokoh paling populer di Ukraina.

Survei terbaru Info Sapiens menunjukkan sekitar 20 persen pemilih tetap mendukungnya dalam skenario pemilu presiden. Pesaing terdekatnya adalah mantan panglima militer Ukraina, Valerii Zaluzhnyi, yang kini menjabat duta besar di Inggris.

Dengan tekanan luar negeri yang terus meningkat, intervensi Trump justru berisiko membuat publik Ukraina kembali solid mendukung Zelenskyy.

“Pernyataan-pernyataan seperti ini, ketika disampaikan secara agresif, justru membuat opini publik cenderung menolak pergantian kekuasaan demi kepentingan Rusia melalui Washington,” ujar Ajvazovska.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us

Latest in News

See More

Soal Izin Donasi Banjir Sumatra, Anggota DPR: Jangan Hambat Solidaritas

11 Des 2025, 15:19 WIBNews