Duh! Perempuan El Salvador Ini Dipenjara 30 Tahun Gegara Keguguran

Jakarta, IDN Times - Seorang perempuan di El Salvador dijatuhi hukuman penjara lantaran mengalami keguguran pada Senin (9/5/2022). Pasalnya, negara Amerika Tengah tersebut mempunyai hukum yang melarang segala bentuk aborsi, sehingga keguguran bisa dimasukkan sebagai kasus pembunuhan.
Pada Februari lalu, seorang perempuan bernama Elsy dibebaskan setelah menjalani 10 dari 30 tahun vonis penjara lantaran mengalami keguguran. Perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga itu dianggap melakukan pembunuhan usai keguguran dalam usia kehamilan 22 bulan.
"Saya sangat bahagia. Karena saya sempat berpikir bahwa hari ini tidak akan pernah terwujud," tutur Elsy, setelah resmi dibebaskan dari lembaga permasyarakatan di Zacatecoluca, dilansir Vice News.
1. Divonis 30 tahun penjara atas kasus pembunuhan
Perempuan 28 tahun yang dikenal dengan nama Esme itu divonis hukuman 30 tahun penjara setelah mengalami keguguran di rumah sakit. Pasalnya, Esme disebut melakukan pembunuhan setelah menjalani serangkaian persidangan selama dua tahun lamanya.
Dilaporkan Daily Mail, Esme merupakan ibu satu anak dan seorang ibu rumah tangga sempat dibebaskan pada Oktober 2021. Namun, tanpa disangka pada Senin, pengadilan memutuskan bahwa ia bersalah atas kasus pembunuhan.
Sementara itu, pengacara Esme mengatakan bahwa ia dan kliennya akan mengajukan banding terhdap keputusan hakim. Hal ini sesuai dengan hukum di El Salvador yang melarang segala bentuk aborsi, termasuk kasus pemerkosaan dan mengancam nyawa perempuan tersebut.
Keputusan ini juga menjadi jeratan hukum pertama terkait kasus aborsi di bawah pemerintahan Presiden Nayib Bukele, yang sempat menyebut aborsi adalah bentuk genosida terbesar.
2. Pengadilan HAM Inter-Amerika sebut ini adalah kemunduran bagi El Salvador
Kasus ini bermula ketika perempuan 28 tahun itu dilarikan ke rumah sakit pada Oktober 2019 di saat ia hamil. Namun, pihak rumah sakit justru melaporkan kepada polisi bahwa Esme mengalami keguguran.
Presiden Pengadilan HAM Inter-Amerika, Morena Herrera, menyebut vonis hukum kepada Esme merupakan pukulan terbesar dalam upaya dekriminalisasi tindak aborsi di El Salvador. Ia juga menyebut masalah kehamilan seharusnya dapat ditangani selayaknya masalah kesehatan lainnya, dilansir dari Vice News.
Pada November lalu, Pengadilan HAM Inter-Amerika juga menyebut El Salvador sudah melakukan pelanggaran hak perempuan yang tewas di penjara pada 2010. Perempuan bernama Manuela itu dijerat kasus pembunuhan lantaran janinnya tewas dalam kandungan.
Organisasi itu juga menyebut seharusnya Pemerintah El Salvador membayar ganti rugi kasus kematian Manuela kepada keluarganya, dan meresmikan kebijakan untuk melindungi perempuan yang terdampak masalah kesehatan ketika akan melahirkan.
3. Lebih dari 180 perempuan di El Salvador bernasib sama dengan Esme
Selama dua dekade terakhir, lebih dari 180 perempuan di El Salvador mengalami nasib yang sama seperti Esme. Mereka kehilangan bayi mereka setelah usia kehamilan 20 minggu dan mendapatkan vonis hukum atas kasus pembunuhan. Meski tak semuanya ditahan, tapi belasan perempuan tetap dijatuhi hukuman pidana, dilaporkan The Guardian.
Hukum larangan aborsi di El Salvador sangat memberatkan warga miskin di pedesaan yang memiliki keterbatasan akses perawatan kehamilan. Seperti halnya, kasus Esme ini, di mana aktivis menyebutnya berada dalam kondisi miskin dan berasal dari pedesaan di bagian timur El Salvador.
Aktivis hak perempuan di El Salvador sudah berupaya untuk melawan dan membebaskan para perempuan yang divonis bersalah. Bahkan, para aktivis itu berhasil membebaskan lebih dari 60 perempuan sejak tahun 2009.
Sementara itu, Presiden Bukele menunjukkan penolakannya terhadap praktik aborsi. Dalam wawancaranya bersama seorang rapper asal Puerto Riko, Residente, ia mengatakan seseorang yang diperkosa tetap harus menjaga kehamilannya.
Namun, ia mengeskpresikan kepeduliannya terhadap perempuan yang secara tidak adil dituding melakukan aborsi lantaran mengalami masalah kesehatan pada masa kehamilannya.
"Satu hal yang saya tidak setuju di negara kita bahwa perempuan dikriminalisasi atas masalah keguguran. Hanya karena mereka miskin, mereka secara langsung dituduh melakukan praktik aborsi," ungkap Bukele.