Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Facebook Sepakat Musyawarah dengan Australia 

PM Australia, Scott Morrison. (Instagram.com/scottmorrisonmp)

Canberra, IDN Times – Undang-undang kode media yang dibuat oleh pemerintah Australia telah membuat negara itu berhadap secara langsung dengan raksasa Google dan Facebook. Mereka bertikai mengenai “paksaan” raksasa teknologi membayar konten berita yang ada.

Google bersedia untuk membayar dan telah melakukan beberapa kesepakatan meski sebelumnya mengancam akan menutup layanan pencarian di negara tersebut. Tapi Facebook menantang dan memilih untuk memblokir semua akun berita dan melarang penggunanya berbagi berita.

Tapi dalam upaya pemblokiran tersebut, halaman-halaman yang terkena dampak tidak hanya milik akun berita namun juga milik lembaga amal dan bahkan lembaga kesehatan milik pemerintah. Kini setelah tekanan dan hujatan dari publik, sepertinya Facebook bersedia untuk “kembali duduk” di meja untuk berunding dengan pemerintah Australia.

1. Surat terbuka kecaman terhadap Facebook

Ilustrasi Facebook. (Pexels.com/pixabay)

Tindakan Facebook melakukan pemblokiran terhadap konten berita telah berdampak pada halaman-halaman lain yang non-berita dan itu menimbulkan kekhawatiran banyak pihak. Surat terbuka dari lusinan lembaga amal, media dan kelompok kampanye seperti Save the Children Australia dan Hope not Hate mengecam tindakan Facebook.

Akibat perseteruan antara BigTech milik Mark Zuckenberg dengan pemerintah Australia itu, Facebook bahkan termasuk memblokir layanan kesehatan pemerintah. Karenanya hal itu akan berdampak pada kampanye vaksinasi COVID-19 yang akan segera dilakukan.

Dalam surat terbuka itu, Facebook dianggap telah melakukan serangan terhadap demokrasi. Melansir dari laman The Guardian, “Akses ke informasi yang handal dan berkualitas merupakan bagian integral dari demokrasi kita dan masyarakat kita,” tulis surat terbuka itu.

Langkah pemblokiran Facebook dianggap memberikan ruang untuk informasi keliru dan perkataan kebencian untuk mengisi kekosongan yang telah diciptakan. Adanya halaman non-berita yang ikut terdampak pemblokiran, telah ditanggapi oleh Facebook dengan permintaan maaf dan kemungkinan akan pulih dalam minggu-minggu ke depan.

2. Facebook "kembali berteman" dengan Australia

Ilustrasi Facebook. (Pexels.com/Pixabay)

Platform media sosial Facebook secara resmi melakukan pemblokiran halaman dan konten berita di Australia serta menerapkan larangan bagi pengguna untuk berbagi berita, mulai pada hari Kamis (18/2). Langkah itu telah membuat Perdana Menteri Scott Morrison berang dan menulis di laman Facebooknya dengan mengatakan media sosial tersebut “tidak berteman dengan Australia” dan “arogan.”

Pada hari Sabtu (20/2), PM Morrison mengatakan Facebook telah membuat langkah baru. Melansir dari kantor berita Reuters, ia menyatakan bahwa perusahaan “untuk sementara berteman dengan kami lagi,” katanya dalam sebuah konferensi pers di Sydney.

Dalam konferensi pers itu, dia juga mengaku senang karena Facebook mau kembali ke meja perundingan. Sehari sebelumnya, bendahara Australia, Josh Frydenberg mengaku akan melakukan pembicaraan dengan pemilik Facebook pada akhir pekan tapi tidak dirinci apakah pertemuan itu sudah dilakukan dan apa yang akan dibicarakan.

Pihak Frydendberg dan Facebook sendiri menolak berkomentar ketika ditanya tentang pertemuan tersebut.

3. Facebook meminta maaf

Ilustrasi media sosial. (Pexels.com/Magnus Mueller)

Kisruh antara raksasa teknologi Facebook dan Australia telah menjadi sorotan khusus bagi seluruh dunia. Negara-negara lain mengawasi kabar perkembangan perseteruan tersebut dan Kanada, bahkan mengatakan akan melakukan pendekatan seperti apa yang dilakukan oleh Australia.

Pertengkaran yang terjadi antara perusahaan media sosial Facebook dengan Australia memang berpangkal pada masalah Facebook tidak mau membayar outlet berita. Dan Facebook juga menganggap bahwa pemerintah Australia tidak memahami realitas hubungan antara media sosial dengan outlet berita.

Facebook mengklaim, mereka hanya menyediakan layanan media sosial agar para outlet bisa berbagi berita dengan menautkan pranala, sehingga hal tersebut telah membantu perusahaan-perusahaan penerbit berita terhubung secara erat dengan pembaca.

Direktur kebijakan perusahaan Facebook untuk wilayah Asia Pasifik, Simon Milner mengaku bahwa perseteruan tersebut berdampak pada halaman non-berita. Melansir dari laman Sydney Morning Herald, sekitar 17 juta akun di Australia saat ini tidak lagi bisa melihat kabar dari media seperti Sydney Morning Herald, Guardian Australia, ABC dan outlet berita lain.

Tentang halaman non-berita yang terkena pemblokiran, Milner mengatakan “Kami belum pernah melakukan (pemblokiran) sebelumnya. Kami mohon maaf atas kesalahan yang kami buat dalam beberapa implementasi,” ujar Milner.

Milner juga menjelaskan bahwa Zuckerberg telah mengajukan amandemen mereka sendiri pada undang-undang tentang keberatan Facebook. Tapi hal itu masih rahasia. Milner menegaskan “Jika undang-undang terus melarang kami untuk memiliki berita di Facebook, tidak ada dasar yang dapat kami ubah.”

“Jika undang-undang diubah, maka hal itu menciptakan peluang bagi kami untuk yakin dapat memiliki berita tentang layanan tanpa dihukum secara tidak adil oleh undang-undang ini,” tambah Milner menjelaskan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us