Fakta-fakta THAAD: Sistem Antirudal AS yang Dikirim ke Israel

- THAAD adalah sistem pertahanan antirudal canggih AS yang dapat menghadang rudal balistik jarak pendek, menengah, dan jauh.
- THAAD menggunakan radar AN/TPY-2 yang mampu mendeteksi rudal pada jarak hingga 3 ribu kilometer dan memiliki tingkat keberhasilan yang nyaris sempurna dalam pengujian.
- THAAD memiliki kemampuan untuk menghadang rudal baik di dalam maupun di luar atmosfer Bumi serta unggul dalam hal integrasi dengan sistem pertahanan rudal AS lainnya.
Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS) baru-baru ini mengirimkan sistem pertahanan rudal canggih THAAD ke Israel, beserta sekitar 100 tentara untuk mengoperasikannya. Langkah ini diambil untuk memperkuat pertahanan udara Israel pasca serangan rudal Iran pada awal bulan ini.
THAAD merupakan salah satu sistem antirudal paling canggih dalam arsenal militer AS. Dikembangkan oleh Lockheed Martin, THAAD dirancang untuk melindungi area-area penting dari ancaman rudal balistik jarak pendek, menengah, dan jauh. Berikut fakta-fakta THAAD yang menjadi andalan pertahanan udara AS ini.
1. Sistem antirudal THAAD tidak menggunakan hulu ledak
THAAD merupakan sistem pertahanan antirudal canggih yang dikembangkan AS untuk menghadapi ancaman rudal balistik. Sistem ini dapat menghadang rudal pada jarak 150 hingga 200 kilometer dengan tingkat keberhasilan yang nyaris sempurna dalam pengujian.
Satu unit THAAD terdiri dari beberapa komponen utama. Dilansir CNN, komponennya mencakup enam peluncur yang dipasang di atas truk, masing-masing dilengkapi dengan delapan pencegat. Selain itu, terdapat sistem radar canggih, kontrol tembakan dan komunikasi yang terintegrasi.
Cara kerja THAAD sangat unik dan efektif. Pencegat THAAD tidak menggunakan hulu ledak, melainkan mengandalkan energi kinetik untuk menghancurkan target. Ini berarti THAAD menghancurkan rudal yang masuk dengan cara menabraknya secara langsung. Metode ini dikenal sebagai "hit-to-kill".
THAAD memiliki kemampuan untuk menghadang rudal baik di dalam maupun di luar atmosfer Bumi. Fleksibilitas ini memungkinkan sistem untuk menghancurkan rudal selama fase terminal penerbangan mereka, yaitu ketika rudal mulai turun menuju targetnya.
2. Radar canggih THAAD mampu deteksi rudal hingga 3 ribu km

Keunggulan utama THAAD juga terletak pada sistem radarnya yang sangat canggih. Dilansir Al Jazeera, THAAD menggunakan radar AN/TPY-2 yang mampu mendeteksi rudal pada jarak hingga 3 ribu kilometer.
THAAD juga unggul dalam hal integrasi sistem. Sistem ini dapat berkomunikasi dan berkoordinasi dengan sistem pertahanan rudal AS lainnya. Beberapa diantaranya seperti, Aegis yang biasanya ditempatkan di kapal perang dan sistem Patriot yang dirancang untuk menghadapi target jarak lebih pendek.
Model produksi sistem THAAD diklaim belum pernah gagal menghadang target yang masuk dalam pengujian. Tingkat keberhasilan yang luar biasa ini menjadikan THAAD sebagai salah satu sistem pertahanan antirudal paling andal yang tersedia saat ini.
Meski demikian, THAAD memiliki keterbatasan. Sistem ini tidak efektif melawan senjata yang lebih kecil dan sederhana seperti drone.
3. Satu unit THAAD bernilai hingga Rp27 triliun dan butuh 100 personel

THAAD juga dikenal akan kemudahan mobilitasnya. Sistem antirudal ini dapat dikerahkan dengan cepat menggunakan pesawat kargo Angkatan Udara AS seperti C-17 dan C-5.
Namun, pengoperasian THAAD memerlukan sumber daya yang cukup besar. Dilansir BBC, satu unit THAAD membutuhkan sekitar 95–100 personel terlatih untuk pengoperasiannya. Biaya satu unit THAAD juga cukup mahal, berkisar antara Rp15 triliun hingga Rp27 triliun.
Saat ini, AS telah mengerahkan tujuh unit THAAD, termasuk di lokasi strategis seperti Korea Selatan dan Guam. Penempatan THAAD di berbagai negara sering juga memiliki implikasi geopolitik.
Misalnya, ketika AS menempatkan THAAD di Korea Selatan pada 2017, langkah ini mendapat penentangan keras dari China. Para ahli berpendapat bahwa Beijing khawatir radar THAAD dapat digunakan untuk memata-matai aktivitas di dalam wilayah China.
Minat terhadap THAAD juga terus meningkat di kalangan negara-negara yang menghadapi ancaman rudal. Ukraina telah menyatakan keinginannya untuk mendapatkan sistem ini untuk menghadapi serangan rudal Rusia. Arab Saudi juga dilaporkan telah memesan sistem ini sebagai bagian dari upaya memperkuat pertahanan udaranya.