Harga Barang Pokok Naik, Warga Palestina di Gaza Makin Frustasi

Jakarta, IDN Times - Harga barang pokok di pasar-pasar Jalur Gaza melonjak tajam belakangan ini, menyebabkan warga makin frustrasi di tengah krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung.
Dilansir dari The New Arab, harga sayuran naik hingga 30 persen, sementara harga beberapa barang impor melonjak lebih dari 40 persen. Para pedagang mengaitkan kenaikan ini dengan situasi ekonomi yang rapuh, ketegangan politik yang terus berlanjut, rantai pasokan yang terganggu, serta biaya transportasi yang meningkat akibat blokade.
1. Lonjakan harga terjadi usai pengumuman Hamas soal penundahan penyerahan sandera
Kenaikan harga ini terjadi menyusul pernyataan Hamas pada Senin (10/2/2025) yang mengatakan akan menunda penyerahan sandera akibat pelanggaran gencatan senjata oleh Israel.
"Sejak pernyataan itu, kami melihat lonjakan harga yang tiba-tiba. Kini, orang-orang hanya membeli yang benar-benar diperlukan karena khawatir situasi ini akan berlanjut," kata Mahmoud Al-Saqa, pemilik toko kelontong di lingkungan Shujaiya.
Situasi ini semakin menambah bagi penderitaan bagi warga Palestina di Gaza, yang menggambarkan kehidupan sehari-hari mereka sebagai perjuangan untuk bertahan hidup. Banyak dari mereka menuduh para pedagang memanfaatkan keadaan untuk menimbun barang dan menciptakan kelangkaan buatan.
"Israel bukan satu-satunya yang memerangi kami. Keserakahan beberapa pedagang juga mencekik kami dan membuat anak-anak kami kelaparan. Situasi ini sudah tidak tertahankan," kata Rizq Al-Kulak, seorang warga Palestina di Gaza.
2. Organisasi hak asasi manusia dan ekonomi minta pihak berwenang lakukan intervensi
Kegelisahan serupa juga dirasakan oleh Umm Mohammed al-Aqad, ibu dari lima anak. Ia mengaku tidak mampu lagi membeli bahan makanan pokok, sementara bantuan yang mereka terima tidak cukup untuk menopang kehidupan keluarganya.
"Harga naik dua kali lipat setiap beberapa hari, dan bantuan kemanusiaan tidak cukup untuk menopang kehidupan kami. Kami terus-menerus hidup dalam ketakutan akan apa yang mungkin terjadi di masa depan,” keluhnya.
Organisasi hak asasi manusia dan ekonomi telah menyerukan tindakan segera, mendesak otoritas untuk menerapkan pengawasan pasar yang lebih ketat, memberlakukan sanksi terhadap praktik monopoli, dan meningkatkan kerja sama dengan kelompok bantuan internasional.
“Tanpa intervensi, krisis ini bisa menjadi tidak terkendali, sehingga memperburuk penderitaan masyarakat,” ujar Sami al-Abed, seorang ekonom Palestina yang berbasis di Gaza.
3. Hamas umumkan akan bebaskan sandera selanjutnya pada Sabtu
Pada Kamis (13/2/2025), Hamas mengumumkan bahwa mereka akan membebaskan sekelompok sandera Israel sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Hal ini terjadi usai mediator Mesir dan Qatar berjanji untuk menghilangkan hambatan dalam pelaksanaan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.
Dilansir dari Anadolu, juru bicara Hamas, Abdul Latif al-Qanoua, mengonfirmasi bahwa kelompok tersebut akan membebaskan sandera pada Sabtu (15/2/2025) jika Israel mematuhi ketentuan gencatan senjata.
“Jika Israel tidak mematuhi ketentuan perjanjian, proses pertukaran tahanan tidak akan terjadi. Hamas berkomitmen terhadap apa yang telah dicapai, namun tidak akan menerima pelanggaran apa pun yang dilakukan Israel yang dapat mengganggu proses pertukaran,” ujarnya.
Pihak berwenang Palestina telah melaporkan serangkaian pelanggaran yang dilakukan Israel terhadap kesepakatan tersebut, termasuk penembakan terhadap warga sipil dan penolakan akses terhadap bantuan kemanusiaan, seperti tenda dan karavan bagi warga sipil yang mengungsi.