ICC Laporkan Mongolia yang Gagal Menangkap Vladimir Putin

- Mongolia dilaporkan ke Pengadilan Kriminal Internasional karena gagal menangkap Presiden Rusia, Vladimir Putin.
- Pengadilan Internasional menegaskan kewajiban negara anggota dan pihak yang menerima yurisdiksi pengadilan untuk menangkap individu yang dikenakan surat perintah ICC.
- Kasus ini dirujuk ke Majelis Negara Anggota, badan pengawas yang akan bersidang pada bulan Desember di Den Haag. Langkah selanjutnya masih menunggu perkembangan dari pertemuan mendatang.
Jakarta, IDN Times - Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) melaporkan Mongolia pada Kamis (24/10/2024), atas kegagalannya menangkap Presiden Rusia, Vladimir Putin ketika ia berkunjung ke negara tersebut bulan lalu. Kunjungan ini merupakan kali pertama Putin mendatangi negara anggota ICC setelah dikeluarkannya surat perintah penangkapan terhadapnya tahun lalu.
Surat perintah tersebut dikeluarkan atas tuduhan kejahatan perang, khususnya terkait tanggung jawab pribadi Putin atas penculikan anak-anak dari Ukraina. Meskipun Rusia bukan anggota ICC, Mongolia sebagai anggota seharusnya mematuhi perintah tersebut.
1. ICC tegur Mongolia atas pelanggaran tanggung jawab
Pengadilan Internasional menegaskan bahwa negara anggota dan pihak yang menerima yurisdiksi pengadilan wajib menangkap individu yang dikenakan surat perintah ICC, tanpa memandang jabatan atau kebangsaan. Pernyataan resmi ini disampaikan menyusul kegagalan Mongolia dalam menangkap Putin selama kunjungan tersebut.
"Negara anggota ICC harus menangkap dan menyerahkan individu yang terkena surat perintah tanpa pengecualian," kata perwakilan ICC. Namun, Mongolia justru memberikan sambutan meriah bagi Putin, dengan upacara kehormatan di alun-alun utama ibu kota Ulaanbaatar.
Seorang pakar hukum internasional, Dr. Aisyah, mengatakan bahwa tindakan Mongolia ini jelas melanggar kewajiban mereka sebagai anggota ICC, dan ini akan membawa implikasi serius.
2. Sambutan hangat Mongolia saat kunjungan Putin
Selama kunjungan Putin, Mongolia mengabaikan seruan Ukraina untuk menyerahkan presiden Rusia tersebut kepada ICC. Putin bahkan disambut oleh pasukan kehormatan berpakaian ala prajurit Genghis Khan di Ulaanbaatar, memperlihatkan penghargaan simbolis kepada sang pemimpin Rusia.
Sebelum kunjungan, Ukraina telah menyatakan harapannya agar Mongolia menahan Putin. Uni Eropa juga menunjukkan kekhawatiran bahwa Mongolia mungkin tidak akan mematuhi surat perintah ICC. Namun, alih-alih melakukan penangkapan, pemerintah Mongolia justru memprioritaskan hubungan diplomatik dengan Rusia.
"Ini adalah keputusan politik yang menempatkan Mongolia dalam posisi sulit," ujar analis politik internasional, Budi Setiawan. "Namun, Mongolia tampaknya lebih mementingkan hubungan dengan Rusia daripada mengikuti hukum internasional," lanjutnya, dikutip dari The Guardian.
3. Langkah selanjutnya yang akan dilakukan ICC
Dengan kegagalan Mongolia dalam memenuhi kewajibannya, ICC merujuk kasus ini ke Majelis Negara Anggota, badan pengawas yang akan bersidang pada bulan Desember di Den Haag. Langkah apa yang akan diambil oleh majelis masih belum jelas, namun tindakan tegas bisa saja terjadi.
“Kasus ini akan menjadi preseden penting bagi negara-negara anggota lain, apakah mereka berani melawan tekanan politik demi hukum internasional,” ujar Dr. Andi Pratama, seorang pengamat hukum internasional. "Kegagalan Mongolia bisa mempengaruhi reputasi dan kerja sama negara-negara anggota lainnya di masa depan," lanjutnya, dikutip dari ABC News.
Majelis Negara Anggota ICC memiliki wewenang untuk mengambil tindakan apapun yang dianggap perlu terkait kasus ini, namun langkah selanjutnya masih menunggu perkembangan dari pertemuan mendatang.