Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

IMF: Lebanon Terancam Hiperinflasi

ilustrasi (Pixabay.com/Geralt)

Jakarta, IDN Times - Dana Moneter Internasional, IMF, pada Kamis (23/3/2023) memperingatkan Lebanon akan mengalami hiperinflasi yang berbahaya jika reformasi yang diharapkan mengalami kegagalan. IMF juga mengatakan bahwa pemerintah Lebanon harus berhenti meminjam utang dari bank sentral.

Dalam beberapa tahun terakhir, Lebanon dihantam krisis keuangan parah. Bahkan disebut sebagai krisis ekonomi terburuk di dunia. Perekonomian negara itu lumpuh karena runtuhnya mata uang pound Lebanon. IMF mengatakan bahwa pemerintah Beirut lamban dalam melakukan reformasi yang diharapkan, sehingga dapat memicu negara itu jatuh dalam krisis yang tidak pernah berakhir.

1. Terancam jatuh ke krisis yang tiada akhir

ilustrasi (Unsplash.com/Charbel Karam)

Sejak akhir 2019, ekonomi Lebanon jatuh. Akar masalahnya adalah korupsi dan salah urus negara selama puluhan tahun. Tiga perempat populasi negara itu, termasuk satu juta pengungsi, saat ini hidup dalam kemiskinan sementara inflasi terus merangkak naik.

Kepala misi IMF, Ernesto Ramirez Rigo, mengunjungi Lebanon selama sembilan hari. Dilansir Associated Press, dia melakukan konferensi pers pada Kamis dan mengatakan bahwa jika pemerintah lamban melakukan reformasi, Lebanon akan jatuh ke dalam krisis yang tiada akhir.

Kunjungan IMF ke Lebanon memiliki tujuan untuk penyelesaian paket dana talangan yang dibutuhkan negara itu, yang sebagian besar berhenti. IMF meminta dilakukan reformasi di banyak sektor, termasuk restrukturisasi utang negara, sistem perbankan, sistem kelistrikan publik dan tata kelola pemerintah.

2. Lebanon tidak menerapkan reformasi yang disepakati

Kunjungan IMF ke Lebanon adalah bagian dari penilaian rutin. Tahun lalu, IMF sepakat untuk menalangi sekitar 3 miliar dolar atau Rp45,3 triliun guna menolong negara tersebut. Tapi Ramirez Rigo mengatakan angka itu harus ditinjau kembali karena situasi ekonomi Lebanon telah berubah.

Kesepakatan yang dibuat bersama IMF, saat ini tampak jauh dari yang diharapkan. Bahkan menurut pengamat, reformasi yang diminta oleh IMF, tidak diterapkan sesuai kesepakatan.

"Bagi siapa pun yang mengamati Lebanon selama empat tahun terakhir, kemungkinan penerapan program IMF tampaknya tidak ada sama sekali," kata Mike Azar, konsultan keuangan dan pakar krisis keuangan Lebanon, dikutip France24.

"Tidak ada urgensi, tidak ada insentif, dan tidak ada tekanan pada pembuat keputusan untuk menerapkan reformasi dasar apa pun," tambahnya.

Saat ini Beirut belum memiliki undang-undang kontrol modal, belum mengesahkan undang-undang penyelesaian krisis perbankan dan tidak bisa menyatukan berbagai nilai tukar untuk mata uang pound Lebanon. Padahal itu semua adalah syarat yang diminta oleh IMF.

3. Terjadi dolarisasi di Lebanon

ilustrasi (Unsplash.com/Lena Balk)

Sebelumnya, Lebanon dilanda demonstrasi karena kondisi ekonomi yang semakin sulit. Para demonstran terutama pensiunan tentara dan polisi menuntut gaji lebih baik. Mereka terlibat bentrok dengan polisi anti huru-hara.

Para pensiunan tentara menyerukan protes karena hanya memiliki akses terbatas ke tabungan mereka, usai bank lokal memberlakukan kontrol modal. Kontrol ini, menurut VOA News, membatasi penarikan tunai. Para penabung dengan dolar, juga hanya dapat melakukan sejumlah kecil penarikan dalam pound Lebanon, dengan nilai tukar jauh lebih rendah dari pasar gelap.

Secara resmi, nilai mata uang Lebanon adalah 15.000 pound per dolar AS. Tapi di pasar gelap, satu dolar AS bernilai lebih dari 100 ribu pound Lebanon. Dan hal itu, digunakan di hampir semua transaksi.

Dengan mata uang pound yang terus menurun, sebagian besar toko dan restoran serta bisnis lain kini memilih memberi harga barang dan jasa dalam dolar. Meski dolarisasi memiliki tujuan meredakan inflasi dan stabilitas ekonomi, tapi juga mengancam lebih banyak orang jatuh ke dalam kemiskinan dan memperdalam krisis.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ernia Karina
EditorErnia Karina
Follow Us