Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Inggris Akan Mulai Deportasi Pencari Suaka ke Rwanda pada 24 Juli

Bendera Inggris Raya. (Unsplash.com/simon frederick)
Intinya sih...
  • Kebijakan deportasi pencari suaka Inggris ke Rwanda dimulai 24 Juli setelah penetapan pengacara pemerintah.
  • Jumlah pencari suaka yang tiba di Inggris mencapai rekor tertinggi tahun ini, meningkat dari tahun sebelumnya.
  • Partai Konservatif ingin mencegah perahu kecil melintasi Selat Inggris, sementara Partai Buruh dan lainnya menentang kebijakan tersebut.

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Inggris menetapkan 24 Juli sebagai tanggal dimulainya deportasi pencari suaka ke Rwanda. Penetapan tanggal tersebut disampaikan pengacara pemerintah dalam sidang di Pengadilan Tinggi London pada Senin (3/6/2024).

Kebijakan pengiriman pencari suaka ilegal ke Rwanda akan tetap berlaku jika Partai Konservatif dari Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak tetap berkuasa. Namun, partai itu menghadapi tantangan berat dari oposisi Partai Buruh yang ingin membatalkan kebijakan.

1. Pemerintah mengubah jadwal deportasi

Dilansir Reuters, dalam dokumen yang diserahkan ke pengadilan sebagai bagian dari perlawanan terhadap kebijakan yang dilakukan oleh badan amal Asylum Aid, pengacara pemerintah awalnya menyampaikan niat deportasi ke Rwanda pada 23 Juli 2024. Sebelumnya, Sunak mengatakan penerbangan tidak akan dilakukan sebelum pemilu 4 Juli.

Namun, kemudian pengacara pemerintah Edward Brown mengatakan kepada pengadilan ada pembaruan operasional dari Kementerian Dalam Negeri yang menetapkan penerbangan pertama akan dimulai pada 24 Juli.

Skema tersebut pertama kali dibuat oleh salah satu pendahulu Sunak, Boris Johnson pada tahun 2022 untuk mencegah pencari suaka melakukan perjalanan berbahaya dengan perahu kecil dari Perancis.

Jumlah pencari suaka yang melintasi Selat Inggris telah meningkat hingga mencapai rekor tertinggi pada tahun ini, dengan lebih dari 10 ribu orang yang tiba sejauh ini, setelah jumlahnya turun sepertiga pada tahun lalu.

2. Hasil pemilu menentukan kebijakan deportasi

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Dilansir BBC, hakim Chamberlain, seorang hakim senior yang mengawasi tantangan terhadap kebijakan pemerintah, mengatakan kebijakan deportasi ini akan bergantung pada hasil pemilu. Namun, dia menyampaikan tidak dapat membuat prediksi apa pun mengenai hal tersebut.

"Ada kepentingan publik dalam penentuan masalah ini sebelum tanggal penerbangan paling awal."

Partai Konservatif mengatakan penting untuk menghentikan perahu-perahu kecil yang melintasi Selat Inggris dan akan bertindak sebagai pencegah penyelundupan manusia, tapi Partai Buruh mengatakan hal itu adalah tipu muslihat yang mahal, dan Sir Keir Starmer pemimpin partai itu berjanji untuk segera membatalkannya.

Partai Demokrat Liberal juga berjanji untuk membatalkan skema Rwanda, menyebutnya sebagai kebijakan yang gagal, sementara SNP, Partai Hijau, dan Plaid Cymru semuanya mengkritik kebijakan tersebut.

Richard Tice, mantan pemimpin Reformasi Inggris, mengkritik pihak-pihak yang menentang skema Rwanda, dengan menyatakan pada bulan April bahwa "ambil dan kirim kembali" adalah satu-satunya kebijakan yang akan menghentikan perahu.

3. Pencari suaka mengajukan tantangan hukum

Ilustrasi palu pengadilan. (Unsplash.com/Tingey Injury Law Firm)

Selain menghadapi tantangan dari oposisi kebijakan itu juga masih dapat menghadapi tantangan hukum selama berbulan-bulan hingga ke Mahkamah Agung.

Pengadilan spesialis yang menangani kasus imigrasi sejauh ini telah membebaskan sedikitnya 24 orang yang telah ditahan sejak April untuk penerbangan pertama ke Rwanda. Permohonan jaminan lainnya diperkirakan akan didengar dalam beberapa hari mendatang.

Setidaknya 20 orang tampaknya telah memulai gugatan hukum yang besar terhadap rencana Rwanda, siapa pun di antaranya dapat membawa kasus ke Mahkamah Agung.

Saat menetapkan jadwal untuk salah satu kasus tersebut hari ini, hakim mengatakan bahwa seorang pria yang tiba di Inggris pada Mei 2022, mengaku disiksa di Sudan, dan akan membawa kasusnya ke sidang besar dalam beberapa minggu mendatang. Hakim mengatakan ada kemungkinan migran lain akan mempertimbangkan untuk melakukan tantangan serupa dan bergabung dalam kasus ini.

Serikat pekerja FDA, yang mewakili pejabat senior pemerintah, secara terpisah meminta hakim untuk memutuskan apakah skema relokasi memaksa pegawai negeri tersebut melanggar hukum.

November lalu, Mahkamah Agung Inggris menyatakan kebijakan tersebut melanggar hukum, sehingga mendorong Sunak untuk menandatangani perjanjian baru dengan Rwanda dan mengeluarkan undang-undang baru untuk mengesampingkan hal tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us