Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Inggris Larang Penjualan Minuman Energi untuk Anak di Bawah 16 Tahun

ilustrasi minuman berenergi (pexels.com/Emre Akyol)
ilustrasi minuman berenergi (pexels.com/Emre Akyol)
Intinya sih...
  • Partai Buruh Inggris melarang penjualan minuman energi berkafein tinggi kepada anak di bawah 16 tahun untuk mengatasi masalah obesitas, gangguan tidur, kecemasan, dan kesulitan konsentrasi.
  • Larangan mendapat dukungan luas dari tenaga kesehatan, serikat guru, dan pakar gigi serta akan membuka konsultasi publik selama 12 minggu mulai 3 September 2025.
  • Guru melaporkan adanya masalah perilaku pada siswa akibat konsumsi minuman energi, sementara riset menunjukkan kaitan antara minuman energi dengan sakit kepala, iritabilitas, kelelahan, gangguan pencernaan, dan masalah emosional.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Pemerintah Inggris yang dipimpin Partai Buruh menetapkan larangan penjualan minuman energi berkafein tinggi kepada anak-anak di bawah 16 tahun. Kebijakan ini diberlakukan melalui peraturan turunan di bawah Food Safety Act 1990 dengan tujuan mengatasi masalah obesitas, gangguan tidur, kecemasan, dan kesulitan konsentrasi. Aturan tersebut akan mencakup penjualan di toko, kafe, restoran, mesin penjual otomatis, hingga platform daring.

Larangan ini berlaku untuk produk dengan kadar kafein lebih dari 150 mg per liter, seperti Red Bull, Monster, Relentless, dan Prime Energy. Sementara itu, minuman berkafein lebih rendah seperti Coca-Cola, Diet Coke, Pepsi, teh, dan kopi tidak terdampak aturan.

Pemerintah menargetkan kelompok anak usia 11–16 tahun yang paling rentan terhadap konsumsi rutin minuman energi. Menteri Kesehatan Inggris, Wes Streeting, menyoroti dampak serius konsumsi minuman tersebut.

“Bagaimana kita bisa mengharapkan anak-anak berprestasi baik di sekolah jika mereka memiliki setara dengan double espresso di tubuh mereka setiap hari? Minuman energi mungkin tampak tidak berbahaya, tetapi tidur, konsentrasi, dan kesejahteraan anak-anak saat ini semuanya terdampak, sementara versi dengan gula tinggi merusak gigi mereka dan berkontribusi pada obesitas,” ujarnya dikutip The Guardian.

1. Dukungan luas dan latar belakang kebijakan

ilustrasi minuman berenergi (pexels.com/Erick Mclean)
ilustrasi minuman berenergi (pexels.com/Erick Mclean)

Larangan yang diumumkan Rabu (3/9/2025) ini, merealisasikan janji manifesto Partai Buruh pada pemilu tahun lalu. Kebijakan tersebut mendapat dukungan luas dari tenaga kesehatan, serikat guru, hingga pakar gigi yang menilai langkah ini akan meningkatkan kesejahteraan fisik, mental, dan kesehatan gigi anak-anak. Direktur Obesity Health Alliance (OHA), Katharine Jenner, menyebut aturan ini sebagai tonggak penting berbasis bukti.

“Minuman energi berkandungan kafein tinggi tidak memiliki tempat di tangan anak-anak. Ini adalah langkah berbasis bukti yang masuk akal untuk melindungi kesehatan fisik, mental, dan gigi anak-anak. Kebijakan batasan usia seperti ini memiliki catatan terbukti dalam mengurangi akses ke produk yang tidak cocok untuk anak-anak,” kata Jenner dikutip dari The Guardian.

Sejak 2018, sejumlah supermarket besar seperti Tesco, Sainsbury’s, Waitrose, Morrisons, dan Asda sudah berhenti menjual minuman energi untuk anak di bawah 16 tahun. Namun, toko-toko kecil masih ada yang membolehkan penjualan tersebut. Untuk memperkuat implementasi, pemerintah juga membuka konsultasi publik selama 12 minggu mulai 3 September 2025 agar kebijakan ini mendapat masukan dari ahli kesehatan, pendidik, pelaku ritel, produsen, hingga masyarakat.

2. Dampak konsumsi minuman energi terhadap perilaku di sekolah

ilustrasi belajar (pexels.com/Kimmi jun)
ilustrasi belajar (pexels.com/Kimmi jun)

Guru-guru di Inggris melaporkan adanya masalah perilaku pada siswa akibat konsumsi minuman energi, termasuk anak-anak yang tampak sangat hiperaktif di kelas. Menteri Pendidikan, Bridget Phillipson, menilai aturan tersebut dibuat untuk mengatasi perilaku buruk di ruang belajar yang sebagian besar dipicu efek berbahaya dari minuman berkafein tinggi.

Survei yang dilakukan National Association of Schoolmasters Union of Women Teachers (NASUWT) menemukan 71 persen guru khawatir dengan penyalahgunaan minuman energi di sekolah. Sementara itu, 70 persen guru lainnya menilai penggunaan minuman ini di luar sekolah juga patut menjadi perhatian serius. Temuan ini memperkuat argumen bahwa larangan resmi akan memberi dampak positif bagi suasana belajar.

3. Risiko kesehatan, dampak gigi, dan respons industri

ilustrasi mikroskop dokter (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi mikroskop dokter (pexels.com/Pixabay)

Riset terhadap 57 studi dengan lebih dari 1,2 juta anak menunjukkan kaitan antara minuman energi dengan sakit kepala, iritabilitas, kelelahan, gangguan pencernaan, kualitas tidur buruk, serta masalah emosional seperti stres dan depresi. Pemerintah memperkirakan aturan baru ini dapat mencegah obesitas hingga 40 ribu anak dengan mengurangi akses pada produk tinggi gula dan kafein.

Sebagai perbandingan, satu kaleng Red Bull 250 ml mengandung 27 gram gula, Monster 500 ml mencapai 55 gram, dan Relentless 500 ml mengandung 19 gram. Padahal, Layanan Kesehatan Nasional (NHS) merekomendasikan orang dewasa membatasi gula tambahan maksimal 30 gram per hari, dilansir dari The Independent.

Asosiasi Dokter Gigi Inggris (BDA) menilai larangan sebaiknya juga mencakup minuman energi rendah atau tanpa gula untuk memerangi kerusakan gigi.

“Produk yang membentuk kebiasaan, sangat asam, dan bisa mengandung lebih dari 20 sendok teh gula tidak memiliki tempat di menu anak-anak,” kata Ketua BDA, Eddie Crouch. Kandungan asam dan gula yang tinggi memperparah risiko obesitas, diabetes tipe 2, serta masalah gigi.

Dari sisi pengawasan, Dr. Kawther Hashem dari Action on Sugar menegaskan pentingnya penegakan hukum yang kuat agar aturan tidak longgar di toko-toko kecil maupun mesin penjual otomatis.

“Gula bebas dalam produk ini meningkatkan risiko obesitas, diabetes tipe 2, dan kerusakan gigi, sementara kandungan kafein tinggi dapat membahayakan kesehatan mental dan kesejahteraan anak muda,” ucapnya, dikutip dari Daily Mail.

Sementara itu, Asosiasi Minuman Ringan Inggris (BSDA) menyatakan para anggotanya sudah memiliki kode etik dengan tidak memasarkan produk kepada anak di bawah 16 tahun dan memberi label peringatan pada minuman berkafein tinggi.

“Seperti semua kebijakan pemerintah, sangat penting bahwa regulasi yang akan datang didasarkan pada penilaian bukti yang tersedia secara ketat,” kata Direktur Jenderal BSDA, Gavin Partington.

Sikap ini menegaskan bahwa industri menuntut regulasi berbasis bukti meski sebelumnya sudah melakukan pembatasan mandiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us

Latest in News

See More

Kata Yusril soal Demo: Prabowo Ambil Langkah Sesuai Koridor Hukum

04 Sep 2025, 22:37 WIBNews