Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ini yang Dibahas Xi Jinping saat Teleponan dengan Zelenskyy

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy (twitter.com/ZelenskyyUa)
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy (twitter.com/ZelenskyyUa)

Jakarta, IDN Times - Presiden China Xi Jinping, berbicara melalui sambungan telepon dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy pada Rabu (26/4/2023). Pembicaraan itu menjadi yang pertama sejak Rusia melancarkan invasinya.

Zelenskyy mengungkap, pembicaraan yang berlangsung selama satu jam itu membahas berbagai isu terkait hubungan bilateral, dilansir CNN. Pembicaraan keduanya memberikan perhatian khusus pada kemungkinan kerja sama untuk membangun perdamaian yang adil dan berkelanjutan bagi Ukraina.

Xi juga menegaskan kembali bahwa posisi inti Beijing dalam konflik Ukraina adalah untuk mendorong perdamaian dan pembicaraan. Dia mengungkap pihaknya akan fokus mempromosikan pembicaraan damai, dan melakukan upaya gencatan senjata secepat mungkin.

"Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan negara besar yang bertanggung jawab, kami tidak akan duduk diam, atau menuangkan minyak ke atas api, apalagi mencari keuntungan darinya," ungkap Xi merujuk pada perang Rusia-Ukraina.

1. China bakal kirim utusan perdamaian ke Ukraina

Dalam dialognya, Xi mengatakan bahwa pihaknya akan mengirim utusan perdamaian ke Ukraina dan negara-negara lain, dalam rangka membantu komunikasi mendalam untuk menyelesaikan konflik. Langkah itu merupakan tindak lanjut dari komitmen China untuk bertindak sebagai mediator dalam konflik Rusia-Ukraina.

"China akan mengirim perwakilan khusus pemerintah China untuk urusan Eurasia ke Ukraina dan negara-negara lain untuk melakukan komunikasi mendalam dengan semua pihak mengenai penyelesaian politik (terkait) krisis Ukraina," bunyi pernyataan Beijing.

"Negosiasi adalah satu-satunya jalan keluar yang layak. Tidak ada pemenang dalam perang nuklir," sambungnya, dikutip Associated Press.

Langkah yang dilakukan negeri tirai bambu itu nampaknya turut diamini oleh Zelenskyy. Dia mengatakan bahwa terdapat kesempatan untuk menggunakan kekuatan politik China dalam memperkuat prinsip dan aturan yang harus dibangun dengan perdamaian.

2. Belum ada tanda-tanda pembicaraan damai antara Rusia dan Ukraina

ilustrasi tentara Ukraina (pixabay.com/LukasJohnns)
ilustrasi tentara Ukraina (pixabay.com/LukasJohnns)

Perang yang telah berkecamuk selama 14 bulan itu belum menunjukkan tanda-tanda pembicaraan damai. Ukraina menuntut Rusia untuk menarik pasukannya dan menolak klaim wilayah oleh negara agresor itu, sementara Moskow bersikeras bahwa Kiev harus mengakui klaim wilayah yang telah direbutnya.

"Tidak akan ada perdamaian dengan mengorbankan kompromi teritorial. Integritas teritorial Ukraina harus dikembalikan dalam batas tahun 1991," tegas Zelenskyy, dikutip Reuters.

Menyusul dialog Xi dan Zelenskyy, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan pihaknya telah memperhatikan kesediaan China untuk memfasilitasi upaya negosiasi dengan Ukraina.

Namun, Zakharova mengatakan bahwa dalam kondisi saat ini negosiasi tidak mungkin terjadi. Dia menyalahkan Kiev karena menolak inisiatif Moskow.

3. Peran China sebagai mediator dipandang skeptis oleh Barat

ilustrasi bendera China (pixabay.com/glaborde7)
ilustrasi bendera China (pixabay.com/glaborde7)

China mengklaim pihaknya bersikap netral terkait konflik Rusia-Ukraina. Sejauh ini negara itu menolak untuk mengutuk invasi oleh Moskow, atau pun menyerukan penarikan pasukan negara agresor itu.

Beijing mulai meningkatkan upaya untuk memposisikan dirinya sebagai pembuat perdamaian yang potensial, dengan merilis proposal solusi politik pada peringatan satu tahun invasi Rusia di awal tahun ini.

Namun, langkah itu disambut dengan skeptis oleh Barat, pasalnya dalam proposal tersebut tidak terdapat ketentuan bahwa Moskow harus menarik pasukannya dari tanah Ukraina. Peran China sebagai mediator juga dipandang kritis saat Xi mengunjungi Moskow, yang saat itu tidak mencakup pembicaraan dengan Zelenskyy.

Selain itu, posisi miring Beijing juga terlihat dalam keterlibatan diplomatiknya dengan Moskow dan Ukraina. Terlepas dari klaim netralnya, negara itu memperdalam hubungan diplomatik dan ekonominya dengan Kremlin. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us