Israel Bertanggung Jawab atas 70 Persen Kematian Jurnalis pada 2024

Jakarta, IDN Times - Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) menetapkan 2024 sebagai tahun paling mematikan bagi pekerja media, dengan Israel bertanggung jawab atas 70 persen kematian jurnalis sepanjang tahun itu.
Dalam laporan yang dirilis pekan ini, kelompok kebebasan pers tersebut mencatat sedikitnya 124 jurnalis terbunuh di 18 negara tahun lalu. Dari jumlah tersebut, 85 orang tewas di tangan militer Israel selama perang di Gaza.
"Hari ini adalah masa paling berbahaya bagi jurnalis dalam sejarah CPJ. Perang di Gaza memiliki dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap jurnalis dan menunjukkan kemunduran besar dalam norma global terkait perlindungan jurnalis di zona konflik, tetapi Gaza bukan satu-satunya tempat di mana jurnalis berada dalam bahaya," kata ketua CPJ, Jodie Ginsberg, dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Al Jazeera.
Rekor tersebut sebelumnya terjadi pada 2007, ketika 113 jurnalis dilaporkan tewas. Sebagian besar akibat perang di Irak.
1. Sebanyak 24 jurnalis sengaja dibunuh karena pekerjaan mereka
Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa sedikitnya 24 jurnalis sengaja dibunuh karena pekerjaan mereka. Sepuluh di antaranya tewas di tangan militer Israel di Gaza dan Lebanon, sementara 14 lainnya dibunuh di Haiti, Meksiko, Pakistan, Myanmar, Mozambik, India, Irak, dan Sudan.
Sementara itu, jurnalis lepas menyumbang 43 kematian, dengan 31 di antaranya adalah jurnalis Palestina yang meliput perang di Gaza.
"Media Internasional terus dilarang meliput dari wilayah Pendudukan Palestina, kecuali
dalam kunjungan langka yang dikawal oleh militer Israel," kata CPJ, menyoroti pentingnya peran jurnalis lepas di wilayah tersebut.
"CPJ telah berulang kali menyerukan kepada Israel dan Mesir untuk membuka akses, dan kembali menegaskan permintaan tersebut sebagai bagian dari upaya gencatan senjata yang sedang berlangsung," tambahnya.
2. Israel bantah targetkan jurnalis
Beberapa jurnalis yang menjadi korban pembunuhan tentara Israel tahun lalu adalah jurnalis AI Jazeera, Ismail Al-Ghoul, dan juru kameranya, Rami al-Rifi. Mereka meninggal pada 31 Juli 2024, ketika tentara Israel mengebom mobil mereka di kamp pengungsi Shati, sebelah barat Kota Gaza.
Otoritas Israel membantah menargetkan mereka atau jurnalis lainnya di Gaza. Namun, Jaringan Media AI Jazeera, dalam pernyataannya, menyebut tragedi itu sebagai pembunuhan terencana, dan berjanji akan mengambil semua langkah hukum guna mengadili para pelaku.
Ginsberg sendiri mengatakan bahwa kegagalan Israel dalam mengadili para pelaku dapat menciptakan iklim di mana serangan terhadap jurnalis dianggap wajar, karena pelaku tahu bahwa mereka bisa lolos dari hukuman.
3. Jurnalis hadapi serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya
Menurutnya, laporan CPJ ini menunjukkan bahwa jurnalisme sedang diserang dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Kami telah melihat tren dalam beberapa tahun terakhir untuk mencoreng dan merendahkan jurnalis dan jurnalisme serta mendiskreditkan pekerjaan dan itu karena orang-orang berkuasa yang lebih suka menyembunyikan kesalahannya memiliki kepentingan untuk mendiskreditkan orang-orang yang mengungkap kesalahan mereka,” jelas Ginsberg
Ia menambahkan bahwa sangat penting bagi masyarakat untuk memahami betapa krusialnya peran jurnalis dalam mengungkap kebenaran dan membongkar tindak kejahatan, dilansir dari The New Arab.