Didesak Tambah Anggaran Pertahanan, Jepang Batalkan Pertemuan dengan AS

Jakarta, IDN Times - Jepang membatalkan pertemuan tingkat tinggi dengan Amerika Serikat (AS) yang dijadwalkan pada 1 Juli 2025. Keputusan ini menyusul tekanan dari pemerintahan Trump agar Tokyo menaikkan anggaran pertahanan secara signifikan.
Laporan Financial Times menyebutkan, keputusan ini diambil setelah Washington mendesak peningkatan anggaran menjadi 3,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang, naik dari usulan sebelumnya sebesar 3 persen.
Pertemuan tahunan “2+2” antara Menteri Luar Negeri Jepang Takeshi Iwaya dan Menteri Pertahanan Gen Nakatani dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dan Menteri Pertahanan Pete Hegseth resmi dibatalkan. Keputusan ini menyoroti ketegangan dalam hubungan aliansi strategis kedua negara yang selama ini menjadi kunci stabilitas kawasan Indo-Pasifik.
1. Alasan pembatalan
Desakan AS agar Jepang menaikkan belanja pertahanan hingga 3,5 persen PDB disampaikan oleh pejabat senior Pentagon, Elbridge Colby, yang juga terlibat dalam peninjauan proyek kapal selam nuklir Australia. Permintaan ini memicu penolakan keras dari pemerintah Jepang yang menilai hal tersebut melampaui batas.
“Jepang menentukan sendiri kebijakan pertahanannya, bukan berdasarkan arahan pihak asing,” ujar Perdana Menteri Shigeru Ishiba dalam pernyataannya Maret lalu. Pernyataan tersebut merupakan respons langsung terhadap seruan Colby terkait peningkatan anggaran untuk menghadapi ancaman Tiongkok.
Selain tekanan eksternal, faktor politik domestik turut memengaruhi. Pemerintah memilih menghindari gesekan terbuka dengan AS menjelang pemilihan majelis tinggi pada 20 Juli, di tengah kekhawatiran Partai Liberal Demokrat (LDP) akan kehilangan kursi.
“Risiko politik dari pertemuan sebelum pemilu dianggap lebih besar daripada manfaatnya,” ujar Christopher Johnstone, mantan penasihat Gedung Putih yang kini bergabung dengan The Asia Group, dilansir Cryptopolitan.
2. Implikasi terhadap aliansi
Pembatalan pertemuan “2+2” menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas aliansi AS-Jepang yang selama ini menjadi pilar keamanan regional. Agenda tahunan ini biasanya dimanfaatkan untuk mempererat kerja sama militer dan menunjukkan solidaritas terhadap ancaman bersama, seperti agresi Tiongkok dan rudal Korea Utara.
“Pertemuan ini biasanya menjadi prioritas utama bagi Tokyo karena memperlihatkan kekuatan aliansi AS-Jepang,” kata Johnstone. Ia menilai pembatalan kali ini mencerminkan kedalaman ketegangan akibat tekanan Washington, dilansir Pravda Japan.
Sementara itu, seorang pejabat AS menyatakan bahwa Jepang hanya menunda pertemuan, bukan membatalkannya secara permanen. Namun, sumber independen mengungkapkan Tokyo merasa tuntutan tersebut tidak realistis, terutama karena Jepang telah menargetkan peningkatan anggaran menjadi 2 persen dari PDB pada 2027.
3. Posisi Jepang atas tekanan AS
Tuntutan peningkatan anggaran pertahanan juga dilayangkan kepada negara-negara NATO, yang diminta mengalokasikan hingga 5 persen PDB. Presiden Trump ingin agar sekutu menanggung lebih banyak beban keamanan. Namun, pendekatan ini memicu resistensi, khususnya dari Jepang yang masih berpegang pada prinsip pertahanan pasifis pasca-Perang Dunia II.
Meski begitu, Jepang telah berupaya memperkuat pertahanannya. Pada 2022, kabinet menyetujui strategi keamanan nasional baru yang menyebut Tiongkok sebagai tantangan strategis terbesar dan menargetkan belanja pertahanan sebesar 10 triliun yen (Rp1,1 kuadriliun) pada 2027.
“Jepang sudah bergerak menuju postur pertahanan yang lebih kuat, tetapi kami tidak bisa menerima ultimatum yang mengabaikan realitas domestik kami,” ujar seorang pejabat senior Jepang, dilansir The Straits Times.
Ia menyoroti tekanan ekonomi dan utang publik Jepang yang mencapai dua kali lipat PDB sebagai alasan kehati-hatian Tokyo.