Khawatir Trump Melunak ke Putin, UE Akan Perketat Sanksi ke Rusia

Jakarta, IDN Times – Uni Eropa (UE) berupaya memperkuat sanksi terhadap Rusia, karena khawatir kandidat Partai Republik, Donald Trump, memenangi pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) kemudian membuat sanksi terhadap Moskow diperlunak.
Saat ini, negara Barat terus menghendaki isolasi terhadap negara yang dipimpin oleh Vladimir Putin itu. Para pejabat UE berupaya memastikan sanksi yang dijatuhkan dapat tetap berlaku secara jangka panjang.
”UE telah mempersiapkan sanksi yang otonom dengan mempertimbangkan kemungkinan kembalinya Trump,” kata Tom Keatinge, dari lembaga pemikir Royal United Services Institute, dilansir Reuters, Jumat (25/10/2024).
Keatinge mengatakan bahwa UE kini harus mempertegas sendiri sanksinya terhadap Moskow. Dalam hal ini, mereka tak bisa lagi mengharapkan Washington.
1. AS dikhawatirkan menyusahkan UE

Tindakan melunak AS di masa pemerintahan Trump dikhawatirkan bakal menempatkan UE dalam posisi sulit. Hal ini karena AS, yang selama ini memiliki kekuasaan luas, adalah pihak utama yang diyakini memiliki kemampuan menegakkan aturan.
Adapun kubu Trump lebih dekat dengan pemerintahan Putin. Trump juga kerap mengkritik kebijakan era Presiden Joe Biden karena telah menimbulkan berbagai masalah, salah satunya konflik di Ukraina. Juru kampanye Trump baru-baru ini mengkritik kandidat Partai Demokrat, Kamala Harris, dengan sebutan liberal yang berbahaya.
Trump telah mengisyaratkan bahwa ia akan menghentikan atau memperlambat bantuan militer ke Ukraina jika ia memenangkan pemilihan pada 5 November. Ia bahkan tak akan sungkan menyalahkan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, atas konflik tersebut.
Trump kerap memuji pemerintahannya sendiri pada periode 2017-2021 karena menjatuhkan sanksi pada jaringan pipa Nord Stream II, tetapi belum menjelaskan posisinya terkait sanksi di masa mendatang. Ia mengatakan ingin membuat kesepakatan damai cepat dengan Moskow.
2. Beberapa sanksi sedang digodok UE

Langkah yang mungkin dilakukan oleh UE mencakup klausul "catch-all" untuk mengidentifikasi dan menghentikan pengiriman barang mencurigakan yang ditujukan ke Rusia. Mereka juga akan memberlakukan pembatasan pengiriman minyak yang lebih luas.
“Ada pula diskusi mengenai perubahan persyaratan bahwa pembekuan aset bank sentral Rusia, sanksi Barat terbesar terhadap Moskow, harus diperbarui oleh ibu kota Eropa setiap enam bulan,” kata sumber anonim kepada Reuters.
Tiga diplomat UE mengatakan, beberapa negara anggota sedang menggodok gagasan sanksi dengan klausul berlaku menyeluruh yang diterapkan pada barang-barang medan perang atau pada spektrum ekspor terlarang yang lebih luas.
Klausul tersebut akan memungkinkan pejabat bea cukai untuk menahan pengiriman jika tujuannya tampak tidak logis, seperti melintasi Rusia untuk mencapai negara Asia Tengah.
3. Seruan perdamaian dari KTT BRICS+

Konflik Rusia-Ukraina belakangan ini masih terus terjadi. Pada Rabu, di tengah perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS+ di Kazan, Russia, UE meminta berbagai negara untuk menekan Putin terkait dengan konflik di Ukraina.
Dilansir Al Arabiya, dalam sebuah pertemuan tertutup, Putin menyambut baik tawaran mediasi beberapa negara di forum tersebut. Namun, ia tampak tak menunjukkan keinginan akan hal itu.
Alih-alih menyatakan siap berunding, Putin justru mengeluarkan pernyataan yang memberi tahu peserta BRICS+ bahwa pasukannya tengah bergerak maju ke medan perang.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan bahwa Putin juga telah menggunakan pertemuan tersebut untuk memuji dinamika yang sangat positif di garis depan bagi angkatan bersenjata Rusia.
Beberapa negara seperti China dan Brasil telah menyerukan terwujudnya perdamaian di kedua pihak. Namun, belum ada tanda-tanda perundingan gencatan senjata dimulai.