Uzbekistan Tolak Gabung Aliansi Ekonomi Pimpinan Rusia

Jakarta, IDN Times - Uzbekistan, pada Kamis (24/10/2024), menolak untuk bergabung dalam Uni Ekonomi Eurasia (UEE). Selain itu, Tashkent juga menolak bergabung dalam aliansi militer pimpinan Rusia, CSTO dan menyatakan tetap netral.
Pada Agustus lalu, Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin berkunjung ke Tashkent dan disebut merayu Uzbekistan untuk bergabung dalam UEE. Selama ini, hubungan bilateral Rusia-Uzbekistan cukup dekat, tapi Tashkent memilih untuk menjaga jarak dengan Moskow.
1. Klaim tidak akan mendapat keuntungan bergabung dalam UEE
Juru Bicara Parlemen Uzbekistan, Akmal Saidov, mengatakan bahwa Uzbekistan akan tetap menjadi pengamat dalam UEE. Ia menyebut langkah ini akan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negaranya.
"Uzbekistan adalah negara berdaulat. Jika kami bicara mengenai bergabung dalam struktur pertahanan paramiliter dan organisasi, maka tidak, kami tidak akan mengizinkannya. Kami tidak pernah mengirim personel militer ke misi di luar negeri dan tidak boleh ada pangkalan militer asing di negara kami," ungkapnya, dikutip The Times of Cental Asia.
Ia mencontohkan, Kazakhstan tidak mendapatkan keuntungan banyak dari partisipasinya dalam UEE dan CSTO. Saidov menilai Uzbekistan akan lebih optimal untuk tetap memegang status pengamat setelah mengulas ribuan dokumen.
Sebagai informasi, Uzbekistan sudah menerima status pengamat di UEE sejak 11 Desember 2020 setelah Presiden Shavkat Mirziyoyev menghadiri KTT Dewan UEE yang digelar secara online.
2. Parlemen Rusia usulkan penerapan visa bagi warga Uzbekistan

Salah seorang anggota Parlemen Rusia, Sergey Mironov, mengusulkan pemberlakuan visa kepada warga Uzbekistan. Rencana ini digagas setelah Konsulat Jenderal (Konjen) Uzbekistan di Kazan mendesak warganya untuk tidak bergabung dalam militer Rusia.
"Konjen Uzbekistan di Kazan menyerukan warganya tidak bergabung dalam militer Rusia. Namun, kenapa mereka tidak mengajak mereka berhenti menerima bantuan sosial lain di Rusia? Ini diperbolehkan. Namun, mempertahankan negara yang memberi Anda makan tidak diperbolehkan. Maka visa adalah satu-satunya solusi. Kami tidak butuh warga seperti itu," ungkapnya, dilansir dari Kun.uz.
Pemimpin Partai Demokratik Nasional Uzbekistan, Alisher Kadirov, mengkritisi pernyataan Mironov soal pemberlakuan visa kepada warga negara Asia Tengah tersebut.
"Warga Uzbekistan mendapatkan hak-hak tersebut atas kerja kerasnya, bukan dengan bergabung dalam sebuah konflik. Mironov, anaknya, menantunya, dan cucunya yang seharusnya mempertahankan Rusia. Sejauh yang saya tahu, warga Rusia, seperti warga Uzbekistan juga mempertahankan negaranya," ujar Kadirov.
3. Uzbekistan-Kazakhstan tingkatkan hubungan perdagangan

Sehari sebelumnya, Uzbekistan dan Kazakhstan setuju meningkatkan hubungan perdagangan. Keduanya akan meningkatkan pembangunan industri dan berkolaborasi dalam sektor air, energi, transit, dan transportasi.
Perdana Menteri (PM) Uzbekistan, Abdulla Aripov, mengatakan kerja sama pembangunana adalah prioritas kedua negara. Ia menyebut perdagangan kedua negara melonjak 2,5 kali lipat dalam 7 tahun terakhir dan sudah ada 1.000 perusahaan Kazakhstan yang beroperasi di Uzbekistan.
PM Kazakhstan, Olzhas Bektenov mengungkapkan dalam forum tersebut bahwa negaranya siap meningkatkan ekspor ke Uzbekistan hingga mencapai nilai 550 juta dolar AS (Rp8,5 triliun). Ia akan menawarkan 40 jenis produksi Kazakhstan dan mengklaim Uzbekistan sebagai rekan dagang utamanya.