Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Krisis Ukraina: AS Tidak Percaya Pasukan Rusia Mulai Mundur

ilustrasi pasukan Rusia (Twitter.com/Минобороны России)
ilustrasi pasukan Rusia (Twitter.com/Минобороны России)

Jakarta, IDN Times - Kantor pers distrik militer Rusia melaporkan pada Selasa (15/2/22), bahwa pasukannya yang telah selesai melakukan latihan militer mulai kembali ke pangkalan permanen. Mereka adalah pasukan dari unit-unit Distrik Militer Selatan.

Kendaraan tempur seperti tank, kendaraan tempur infanteri dan senjata artileri self-propelled telah siap untuk dipulangkan dengan kereta api khusus. Pasukan tersebut melakukan latihan di Krimea, wilayah Ukraina yang dicaplok Rusia pada 2014 lalu.

Menanggapi kabar penarikan tersebut, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba tidak sepenuhnya percaya. Dia mengatakan "kami di Ukraina memiliki aturan: kami tidak percaya apa yang kami dengar, kami percaya apa yang kami lihat."

"Jika penarikan nyata mengikuti pernyataan ini, kami akan percaya pada awal de-eskalasi nyata," katanya dikutip CNBC.

1. Rusia tarik mundur pasukan yang latihan di Krimea

Presiden Rusia Vladimir Putin (Twitter.com/МИД России)
Presiden Rusia Vladimir Putin (Twitter.com/МИД России)

Rusia telah menumpuk lebih dari 100 ribu pasukan di sekitar perbatasan Ukraina. Konsentrasi pasukan itu berada di sebelah utara, timur dan selatan Ukraina. Selain itu, Rusia juga mengirim pasukan tambahan saat menggelar latihan militer di dekat perbatasan tersebut.

Latihan militer dilakukan di Belarusia, sebelah utara Ukraina. Latihan juga dilakukan di Laut Hitam dekat Ukraina, dan di Krimea sebelah selatan Ukraina.

Dilansir Tass, pasukan Rusia yang melakukan latihan militer di Krimea, dikabarkan telah selesai dan akan pulang ke pangkalan permanen. "Unit-unit Distrik Militer Selatan yang telah menyelesaikan tugas mereka sebagai bagian dari latihan taktis terjadwal di latihan senjata gabungan di Semenanjung Krimea telah mulai kembali ke pangkalan permanen mereka," kata Rusia.

Pasukan itu akan kembali ke pangkalan permanen yang berada di Dagestan dan Ossetia Utara yang terletak di sebelah utara Georgia.

Igor Konashenkov, juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, juga mengumumkan bahwa pasukan Rusia yang saat ini terlibat latihan militer di Belarusia, akan kembali ke pangkalan militer permanen ketika latihan tersebut berakhir pada 20 Februari.

2. AS memperingatkan untuk hati-hati melihat pernyataan Rusia

Perkembangan terbaru dalam krisis Ukraina yang disampaikan oleh Rusia itu, ditanggapi oleh Amerika Serikat (AS) dan Sekutu Barat serta para pengamat independen. Menurut mereka, pengumuman Rusia itu harus dilihat secara hati-hati.

Dilansir Associated Press, Presiden Joe Biden mengatakan bahwa AS saat ini belum bisa memverifikasi klaim Rusia. Menurutnya, invasi Rusia ke Ukraina masih merupakan kemungkinan meski berbeda.

Bagi Biden, penarikan pasukan Rusia dari perbatasan Ukraina "akan bagus, tetapi kami belum memverifikasi itu. Memang, analis kami menunjukkan bahwa (pasukan) mereka tetap berada dalam posisi yang mengancam."

Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin telah menegaskan bahwa dirinya tidak menginginkan perang. Meski begitu, dia belum membuat komitmen akan melakukan penarikan seluruh pasukannya dari dekat perbatasan Ukraina. Langkah Rusia selanjutnya, menurut Putin, tergantung pada bagaimana situasi negosiasi berkembang.

3. Krisis Ukraina dianggap masih jauh dari selesai

Olaf Scholz dan Vladimir Putin (Twitter.com/President of Russia)
Olaf Scholz dan Vladimir Putin (Twitter.com/President of Russia)

Negosiasi dan diplomasi para pemimpin dunia yang terlibat untuk meredakan krisis Ukraina terus berlangsung. Ada tanda-tanda bahwa Presiden Putin bersedia melakukan pembicaraan untuk meredakan ketegangan tersebut.

Meski begitu, upaya mengurangi ketegangan itu masih jauh dari harapan. Ini karena, menurut ABC News, Parlemen Rusia pada hari Selasa meloloskan undang-undang yang menyerukan agar Presiden Putin mengakui dua wilayah Ukraina yang telah mendeklarasikan diri, yaitu Republik Luhansk dan Republik Donetsk.

Luhansk dan Donetsk mendeklarasikan diri pada tahun 2014 dari Ukraina. Pada saat itu, Rusia juga mencaplok Semenanjung Krimea. Perjuangan pasukan Ukraina melawan pasukan pemberontak Luhansk dan Donetsk sangat sengit.

Rusia dituduh mendukung dua kelompok separatis itu, wilayah yang sebagian besar menggunakan bahasa Rusia. Konflik mematikan terjadi dan lebih dari 13.000 orang tewas.

Langkah parlemen Rusia yang mendesak Presiden Putin untuk mengakui wilayah tersebut, dikhawatirkan akan membuka jalan bagi Rusia secara resmi mencaplok wilayah itu. 

Namun Presiden Putin sendiri mengirimkan sinyal tidak akan segera mengakuinya. Pada konferensi pers setelah bertemu Kanselir Jerman Olaf Scholz, Putin mengatakan bahwa dia yakin mayoritas Rusia mendukung langkah itu, tapi pemerintahannya saat ini akan terus bekerja dalam perjanjian damai yang ada, berdasarkan kesepakatan Minsk 2015.

Olaf Scholz sendiri dalam konferensi pers tersebut menyatakan bahwa jika Rusia mengakui wilayah pemberontak Ukraina, maka akan menjadi malapetaka. Dia berharap bahwa diplomasi terus dapat berjalan dan Rusia harus mengambil langkah-langkah yang jelas untuk mengurangi ketegangan saat ini.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pri Saja
EditorPri Saja
Follow Us