Kunjungi China, PM Australia Upayakan Dialog dan Kerja Sama

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese berusaha untuk mengupayakan dialog dengan China. Dia melakukan kunjungan ke negara tersebut selama empat hari yang dimulai pada Minggu (5/11/2023).
Hubungan antara China dan Australia sempat memburuk. Beijing melakukan pembatasan impor terhadap produk Canberra, termasuk batu bara, kayu dan jelai. Kini hubungan itu mulai membaik dan Albanese ingin memperdalam kerja sama dengan raksasa ekonomi Asia Timur tersebut.
Albanese merupakan pemimpin Australia pertama yang berkunjung ke China dalam tujuh tahun terakhir. Dia juga memiliki agenda untuk membicarakan seorang blogger Australia, yang ditahan China karena tuduhan spionase.
1. Hubungan bilateral yang matang
Dalam kunjungannya, PM Albanese ikut menghadiri acara China International Import Expo di Shanghai. Dalam kesempatan tersebut, dia memberikan pidato dan mengatakan bahwa kepentingan Australia adalah untuk menjalin hubungan bilateral dengan dialog dan kerja sama.
Dilansir Reuters, acara tersebut dibuka secara resmi oleh Perdana Menteri China Li Qiang. Li mengatakan bahwa negaranya akan semakin memperluas akses pasar dan impor, yang itu disambut Albanese sebagai hal yang sangat positif.
Albanese juga menggambarkan hubungan antara Beijing dan Canberra sebagai hubungan bilateral yang matang, didorong oleh sifat ekonomi yang saling melengkapi. Australia saat ini masih berharap, China mengendurkan aturan impornya untuk produk seperti makanan laut dan daging merah.
2. Penahanan blogger Australia
Agenda lain dalam kunjungan PM Albenese ke China adalah upaya melakukan protes. Dia menilai, Beijing kurang memberi transparansi terhadap blogger demokratis Australia Yang Hengjun. Dia telah ditahan selama hampir lima tahun.
Dilansir Associated Press, protes itu akan disampaikan kepada Presiden Xi Jinping, yang rencananya akan bertemu dengan PM Albanese pada Senin di Aula Besar Rakyat.
Yang Hengjun ditahan di pusat penahanan Beijing. Dia ditahan atas tuduhan spionase sejak tahun 2021 silam. Keluarganya khawatir bahwa Yang Hengjun akan meninggal di penjara.
"Saya akan mengatakan bahwa kasus Yang (Hengjun) perlu diselesaikan dan saya akan berbicara tentang hak asasi manusianya, sifat penahanannya dan kegagalan untuk melakukan proses yang transparan," kata Albanese sebelum terbang ke Shanghai.
3. Berharap agar China menghapus hambatan impor produk Asutralia

Australia dan China terlibat dalam ketegangan hubungan yang memuncak pada tahun 2020 lalu. Saat itu Beijing menjatuhkan sanksi senilai 12,7 miliar dolar (Rp197,5 triliun) terhadap produk-produk Australia.
Ketegangan juga dikarenakan kenaikan tarif masuk antara 116,2 persen dan 218,4 persen untuk anggur dari Australia, yang saat ini kasus itu telah dibahas di World Trade Organization (WTO).
Dilansir VOA News, Benjamin Herscovitch, peneliti di Australian National University, mengatakan bahwa saat ini diharapkan akan dilakukan pembicaraan mengenai batasan-batasan yang dilakukan Beijing. Ini termasuk batasan impor produk lobster dan daging sapi Australia.
Herscovitch juga mengatakan, Beijing mungkin akan mendorong Canberra untuk mendukung upayanya dalam perjanjian dan kemitraan Trans-Pasifik. Selain itu, China diperkirakan akan mencari cara untuk memajukan kepentingannya dalam akses ke perusahaan industri mineral penting Australia.