Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Level Ancaman Terorisme di Australia Jadi Sangat Mungkin

Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese. (twitter.com/AlboMP)
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese. (twitter.com/AlboMP)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Australia pada Senin (5/8/2024) menaikkan tingkat ancaman terornya dari 'possible atau mungkin' menjadi 'probable atau sangat mungkin'. Hal ini menyusul peningkatan pandangan ekstremis di negara itu, yang menyebabkan lebih dari 50 persen kemungkinan perencanaan serangan darat dalam 12 bulan ke depan.

Perdana Menteri Anthony Albanese mengatakan, peningkatan level ancaman negara merupakan tindak lanjut saran dari Organisasi Intelijen Keamanan Australia (Australian Security Intelligence Organisation/ASIO). Namun, pihaknya menambahkan bahwa tidak ada ancaman serangan yang akan segera terjadi.

"Saran yang kami terima adalah semakin banyak orang Australia yang menganut berbagai ideologi ekstrem, dan merupakan tanggung jawab kita semua untuk waspada. Prioritas utama pemerintahan saya adalah keselamatan dan keamanan warga Australia," ujarnya dalam konferensi pers.

1. Level ancaman teror sempat diturunkan pada 2022

Ini adalah tingkat ancaman yang sama dengan yang diberlakukan di Australia selama lebih dari 8 tahun, yang akhirnya diturunkan pada November 2022. Kendati demikian, saat itu, pemerintah menyebut bahwa hal itu bukan berarti ancaman terorisme telah padam.

"Kami telah melihat peningkatan global dalam kekerasan dan ekstremisme yang bermotif politik. Telah banyak negara demokrasi yang berupaya mengatasi hal ini, termasuk teman-teman kami di Amerika Serikat dan Inggris," kata Albanese.

Menurutnya, ada banyak hal yang mendorong tren global menuju kekerasan tersebut. Pemerintah di seluruh dunia prihatin dengan radikalisasi kaum muda, radikalisasi online, dan kebangkitan ideologi-ideologi campuran baru.

2. Kekerasan bermotif politik dan adanya spionase-campur tangan asing

Ilustrasi Gedung Opera Sydney di Australia. (pexels.com/Brett Stone)
Ilustrasi Gedung Opera Sydney di Australia. (pexels.com/Brett Stone)

Sementara itu, Direktur Jenderal ASIO Mike Burgess mengatakan ketegangan di Timur Tengah, termasuk konflik antara Israel-Hamas yang dimulai pada 7 Oktober, menjadi faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya tingkat ancaman.

"Lebih banyak orang Australia yang menganut berbagai ideologi ekstrem yang lebih beragam, dan lebih banyak orang Australia yang bersedia menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka. Kekerasan bermotif politik yang bekerja sama dengan spionase dan campur tangan asing menjadi masalah keamanan utama kita," ungkapnya.

Ia menambahkan, faktor-faktor tersebut membuat pekerjaan ASIO semakin sulit. Ancaman-ancaman tersebut menjadi semakin sulit diprediksi dan diidentifikasi.

3. Beberapa insiden kekerasan yang baru-baru ini terjadi di Australia

Bendera Australia. (Pexels.com/Hugo Heimendinger)
Bendera Australia. (Pexels.com/Hugo Heimendinger)

Dilansir The Straits Times, dalam beberapa bulan terakhir, negara ini telah menyaksikan beberapa serangan kekerasan, yang di antaranya ditetapkan bermotivasi ekstremisme.

Pada April, polisi Australia mengatakan serangan pisau terhadap seorang uskup Gereja Asiria dan beberapa pengikutnya di Sydney merupakan tindakan teroris yang dimotivasi oleh dugaan ekstremisme agama.

Insiden itu terjadi hanya beberapa hari setelah penusukan massal di pusat perbelanjaan Wesfield Bondi Junction, yang menewaskan 6 orang. Berbagai insiden tersebut membuat Sydney yang biasanya damai menjadi gelisah. Kejahatan dengan senjata api dan pisau jarang terjadi di kota itu, salah satu kota teraman di dunia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rahmah N
EditorRahmah N
Follow Us